LIPUTAN KHUSUS:

Peraturan Daerah Tumpul, Riau Juara Karhutla


Penulis : Gilang Helindro

Area karhutla sebagian di konsesi.

Karhutla

Rabu, 23 Juli 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Provinsi Riau kembali tercatat sebagai wilayah dengan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terluas di Indonesia sepanjang tahun 2025. Hingga pertengahan Juli, api telah melalap ratusan hektare lahan di berbagai kabupaten dan kota di provinsi tersebut.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan bahwa Kabupaten Kampar, Siak, Bengkalis, dan Rokan Hilir menjadi wilayah dengan luasan terbakar paling signifikan. Kebakaran juga meluas secara merata ke 12 kabupaten/kota di Riau. Kampar dan Bengkalis mencatat kebakaran lebih dari 100 hektare, sementara Rokan Hilir, Siak, dan Indragiri Hilir masing-masing mencatat lebih dari 50 hektare. Di Kota Pekanbaru, api masih membara dan telah membakar area seluas 21,08 hektare, meningkat enam hektare dibanding pekan sebelumnya.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, menyampaikan dalam siaran Disaster Briefing bahwa sebagian besar area terbakar merupakan lahan gambut dan mineral yang digunakan untuk aktivitas ekonomi masyarakat. “Sebagian lainnya berada dalam kawasan konsesi, termasuk hutan tanaman industri dan perkebunan kelapa sawit,” ujarnya, dikutip Selasa, 21 Juli 2025.

Abdul menekankan pentingnya pelaporan dan respons cepat dari pemerintah daerah terhadap kejadian karhutla, karena banyak kejadian yang terlambat dilaporkan ke pusat. Ia juga menyoroti pentingnya partisipasi aktif pemilik dan pengelola perkebunan dalam pengendalian dan pencegahan karhutla, mengingat pemerintah telah mengalokasikan anggaran dan memulai kesiapsiagaan sejak Februari lalu.

Jikalahari melakukan pemantauan karhutla di Riau sepanjang 18 – 20 Juli 2025. Foto: Istimewa/Jikalahari.

Sementara itu, pemantauan lapangan yang dilakukan Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) pada 18 hingga 20 Juli 2025 menunjukkan kebakaran masih terjadi di sejumlah titik, seperti di Bangko Pusako, Rokan Hilir, serta Rokan IV Koto di Kabupaten Rokan Hulu. Total luas lahan terbakar di Riau hingga 20 Juli tercatat mencapai 646,13 hektare.

Di antara temuan tersebut, Rokan Hulu mengalami kebakaran terluas hingga 200 hektare di Kelurahan Rokan, Kecamatan Rokan IV Koto. Sementara itu, kebakaran di Pelalawan, Pekanbaru, Kuantan Singingi, dan Kampar juga mencatat kerusakan lahan mulai dari 0,5 hingga 30 hektare. Beberapa di antaranya merupakan bekas perambahan dan pembukaan lahan melalui pembakaran.

Koordinator Jikalahari, Okto Yugo Setiyo, menilai bahwa parahnya kondisi karhutla tahun ini disebabkan oleh tidak dijalankannya Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pedoman Teknis Penanggulangan Karhutla. "Padahal, perda ini mengatur strategi lengkap mulai dari pencegahan, penanggulangan, hingga penanganan pascakebakaran, dengan penekanan pada pelibatan masyarakat serta pengawasan ketat terhadap pemegang izin," kata Okto, Selasa, 22 Juli 2025.

Perda ini memandatkan pemerintah daerah untuk melakukan penataan ulang pengelolaan lahan gambut sesuai tata ruang wilayah, meninjau ulang izin-izin pada lahan gambut, serta menyusun rencana pengelolaan dan pemanfaatannya secara berkelanjutan. "Selain itu, setiap pemegang izin diwajibkan menjalani audit kepatuhan terhadap sarana pengendalian karhutla setiap dua tahun, dan hasil audit harus dipublikasikan sebagai informasi publik," ungkap Okto.

Dalam hal pengawasan, perda juga mengatur agar pemerintah daerah secara berkala, minimal enam bulan sekali, melakukan evaluasi atas kesiapan fasilitas pengendalian karhutla milik perusahaan. Kegiatan ini harus melibatkan perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat di bidang lingkungan hidup. Bila ditemukan pelanggaran, pemerintah daerah wajib menindak, termasuk terhadap kasus pencemaran lingkungan.

Perda ini juga menempatkan penyelamatan dan evakuasi masyarakat sebagai bagian integral dari tanggap darurat, dengan memastikan pelayanan kemanusiaan, penyediaan kebutuhan dasar, dan perlindungan terhadap kelompok rentan saat terjadi bencana.

Namun, menurut Okto, seluruh ketentuan tersebut belum dijalankan secara konsisten. Ia menilai lemahnya implementasi Perda No. 1 Tahun 2019, minimnya penegakan hukum terhadap perusahaan yang lalai, serta ketidaksiapan Pemerintah Provinsi Riau menghadapi musim kemarau menjadi penyebab utama meluasnya karhutla tahun ini. Ia juga menyayangkan sikap abai terhadap peringatan dari BMKG terkait ancaman karhutla sepanjang periode Mei hingga Agustus 2025.

Situasi ini memperlihatkan bahwa kebakaran bukan semata persoalan cuaca ekstrem, melainkan cerminan dari lemahnya tata kelola lahan, kurangnya pengawasan, dan tidak maksimalnya penerapan regulasi yang telah dimiliki pemerintah daerah.