LIPUTAN KHUSUS:

Jikalahari Laporkan 5 Korporasi HTI Terduga Karhutla


Penulis : Gilang Helindro

Kebakaran itu telah menyebabkan kualitas udara di Riau sangat tidak sehat.

Lingkungan

Selasa, 05 Agustus 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) melaporkan dugaan tindak pidana lingkungan hidup kepada Kepolisian Daerah (Polda) Riau terkait kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di wilayah konsesi lima perusahaan hutan tanaman industri (HTI) sepanjang Juli 2025.

Laporan tersebut disampaikan langsung kepada Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Kombes Pol Ade Kuncoro, didampingi Wakil Direktur AKBP Basa Emden Banjarnahor dan jajaran. Koordinator Jikalahari, Okto Yugo Setiyo, menyampaikan apresiasi atas keterbukaan Polda Riau menerima partisipasi publik dalam mendorong penegakan hukum terhadap pelaku karhutla.

Kelima perusahaan yang dilaporkan adalah PT Arara Abadi (Distrik Rohil), PT Riau Andalan Pulp and Paper (estate Pelalawan), PT Ruas Utama Jaya (Dumai), PT Perawang Sukses Perkasa Industri (Kampar Kiri), dan PT Selaras Abadi Utama (Pelalawan). Berdasarkan analisis citra satelit, data hotspot, serta pengecekan langsung ke lapangan pada 17–27 Juli 2025, ditemukan bahwa total luas lahan yang terbakar di konsesi kelima perusahaan tersebut mencapai 179 hektare.

Kebakaran tersebut berdampak signifikan terhadap kualitas udara di Riau, hingga menyebabkan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) berada pada level Sangat Tidak Sehat. “Kebakaran ini telah menyebabkan kualitas udara di Riau masuk kategori Sangat Tidak Sehat berdasarkan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU),” ujar Okto dalam keterangan resminya, dikutip Selasa, 4 Agustus 2025.

Jikalahari serahkan laporan temuan kepada Dirreskrimsus Polda Riau Kombes Pol Ade Kuncoro didampingi Wadirreskrimsus AKBP Basa Emden Banjarnahor. Foto: Istimewa.

Temuan lapangan Jikalahari mengungkap bahwa karhutla terjadi di dalam areal berizin yang berada tak jauh dari tanaman akasia. Di lokasi tersebut juga ditemukan kanal-kanal perusahaan yang menunjukkan aktivitas korporasi, serta tanaman akasia dan sawit yang diperkirakan berusia antara tiga hingga lima tahun. Selain itu, sebagian besar lahan terbakar berada di kawasan gambut, termasuk di dalam areal prioritas restorasi gambut yang seharusnya dilindungi. Kebakaran juga menghanguskan tegakan hutan alam di sekitarnya. Ironisnya, kata Jikalahari, pihaknya tidak menemukan menara pemantau api di sekitar areal terbakar, yang mengindikasikan ketidaksiapan perusahaan dalam menyediakan sarana dan prasarana pengendalian kebakaran, sebagaimana diatur dalam ketentuan perizinan.

Menurut Jikalahari, kebakaran yang terjadi dalam konsesi korporasi ini menunjukkan adanya kelalaian, bahkan bisa mengarah pada kesengajaan. Ketidaksiapan perusahaan dalam menjaga konsesinya telah menyebabkan pencemaran udara dan melampaui batas baku mutu lingkungan. Hal ini dinilai memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 98 dan Pasal 99 Ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Penegakan hukum terhadap korporasi penting untuk memastikan keadilan bagi warga yang terdampak asap. Ini juga menjadi wujud nyata kebijakan green policing yang digaungkan Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan,” ujar Okto. Ia menegaskan bahwa Jikalahari mendukung penuh janji Kapolda untuk menindak tegas pelaku karhutla, termasuk dari kalangan korporasi.