
LIPUTAN KHUSUS:
Operasi Satgas Penertiban Hutan di Jambi Diminta Dievaluasi
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Banyak penetapan kawasan hutan dilakukan secara sepihak, sehingga banyak tanah garapan masyarakat jadi korban.
Hutan
Jumat, 08 Agustus 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Operasi Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) di Jambi menuai penentangan dari petani dan kelompok masyarakat sipil dan diminta untuk dievaluasi. Soalnya, penertiban kawasan hutan oleh Satgas PKH tersebut dianggap berpotensi melegitimasi perampasan ruang hidup masyarakat.
Hal tersebut disuarakan ribuan petani dari lima kabupaten di Provinsi Jambi yang tergabung dalam Aliansi Petani Jambi Menggugat dalam sebuah aksi damai bertajuk “Rembuk Tani” yang digelar 4 Agustus 2025, di Kota Jambi.
Aliansi yang terdiri dari WALHI Jambi, KPA Jambi, Yayasan Cappa, Perkumpulan Hijau, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jambi, Persatuan Petani Jambi, dan Serikat Tani Tebo ini menyuarakan kekhawatiran mendalam. Mereka menilai, pendekatan yang dilakukan Satgas PKH justru berpotensi melegitimasi perampasan ruang hidup masyarakat yang selama in menjaga hutan turun temurun, yang kini dianggap sebagai perambah oleh negara, serta memperkuat penguasaan hutan oleh industri ekstraktif.
Aliansi menganggap penertiban kawasan hutan tidak bisa hanya dipandang sebagai upaya administratif atau legal formal semata. Ini harus dilihat secara komprehensif dari perspektif keadilan ekologis, hak asasi manusia, dan keberlanjutan lingkungan.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi, Oscar Anugrah, beranggapan pemerintah harus mendengarkan aspirasi petani dan meninjau ulang kebijakan ini. Pihaknya melihat Perpres No. 5 Tahun 2025 ini sebagai ancaman serius bagi keberlanjutan wilayah kelola rakyat jika implementasinya tidak dimonitor dengan baik.
“Kebijakan yang hanya berfokus pada pendekatan legal dan administratif akan mengorbankan masyarakat adat dan petani yang telah lama hidup selaras dengan hutan,” kata Oscar, dalam sebuah siaran pers, Senin (4/8/2025).
Oscar mengatakan, pemerintah seharusnya memprioritaskan penyelesaian konflik agraria dan memberikan pengakuan atas wilayah kelola rakyat. Bukan malah menciptakan konflik baru dengan dalih penertiban.
“Kami mendesak pemerintah untuk segera memonitor aktivitas Satgas PKH dan memulai dialog yang konstruktif dengan petani kecil dan masyarakat,” ujar Oscar.
Koordinator Wilayah Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Jambi, Frandody, mengatakan operasi Satgas PKH jangan sampai mengabaikan masalah-masalah struktural yang terjadi. Selama ini, banyak penetapan kawasan hutan (domein verklaring) dilakukan secara sepihak tanpa melihat kenyataan di lapangan.
“Sehingga banyak tanah-tanah garapan petani, pemukiman masyarakat dan desa-desa definitif diklaim sebagai kawasan hutan,” kata Dody.
Dody menambahkan, pemerintah harus membuka data lokasi mana yang akan ditertibkan. Jangan sampai operasi satgas PKH ini justru menyasar lokasi-lokasi masyarakat yang sebelumnya dicaplok oleh klaim kawasan hutan atau HTI korporasi.
Sementara itu, M. Yasir menuturkan, masyarakat sudah puluhan tahun menjadi korban dari konflik agraria yang terjadi, yaitu dari perampasan tanah yang dilakukan oleh perusahaan/korporasi. Seharusnya pemerintah fokus untuk melakukan penyelesaian konflik agraria yang terjadi dan menjalankan reforma agraria sejati.
“Bukan malah mengeluarkan aturan baru yang akan menambah benang kusut dalam proses penyelesaian konflik yang terjadi,” katanya.
Aliansi menyebut aksi damai ini merupakan bentuk respons kolektif dari berbagai elemen masyarakat sipil terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak kepada petani kecil dan masyarakat adat. Aliansi Petani Jambi Menggugat berkomitmen untuk terus mengawal isu ini demi terciptanya keadilan agraria dan perlindungan hak-hak petani di Provinsi Jambi.