LIPUTAN KHUSUS:

Sidang Gugatan PSN: DPR Kembali Mangkir Memberikan Keterangan


Penulis : Kennial Laia

Ketakhadiran DPR dalam sidang gugatan PSN dinilai tidak bertanggung jawab dan abai terhadap penderitaan rakyat.

Hukum

Rabu, 03 September 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Dewan Perwakilan Rakyat kembali mangkir dalam sidang gugatan masyarakat terhadap aturan terkait Proyek Strategis Nasional dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Sidang kelima tersebut dilakukan secara daring pada hari ini (9/3/2025) melalui perintah Mahkamah Konstitusi.  

Kuasa hukum dalam Gerakan Rakyat Menggugat (Geram) PSN, Edy Kurniawan Wahid mengatakan, absennya anggota DPR dalam memberikan keterangan kali ini merupakan pengabaian terhadap penderitaan masyarakat.  

“(Kami) menilai sikap yang dilakukan DPR merupakan sikap yang tidak bertanggung jawab, abai, dan tidak memiliki sensitivitas terhadap penderitaan rakyat. Terlebih atas kebijakan yang telah mereka sahkan, sampai saat ini risiko dan penderitaan terus dihadapi oleh rakyat di berbagai wilayah,” kata Edy. 

Sidang tersebut memasuki sidang ke-lima di tengah demonstrasi besar-besaran terhadap DPR dan pemerintah akibat berbagai  kebijakan yang mencekik masyarakat di tengah sulitnya ekonomi. 

Aksi masyarakat adat dan komunitas lokal korban PSN bersama organisasi masyarakat sipil usai sidang peninjauan kembali Omnibus Law di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, 19 Agustus 2025. Dok. Istimewa

Geram PSN–yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat seperti individu dan masyarakat korban proyek strategis nasional dari Pulau Rempang, IKN di Kalimantan Timur, dan Tanah Papua–menggugat sejumlah pasal yang mengatur proyek strategis nasional karena memberikan berbagai kemudahan bagi investor dan pengusaha. Di sisi lain, masyarakat adat dan komunitas lokal mengalami perampasan tanah dan kriminalisasi karena memperjuangkan tanahnya dari proyek-proyek pemerintah dan pihak swasta tersebut. 

DPR mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja pada 2020, sekitar empat bulan sejak pengusulan draf dari pemerintahan Joko Widodo. Pengesahan tersebut menerima kritik besar, termasuk demo dari masyarakat. Mahkamah Konstitusi kemudian memutuskan aturan tersebut inkonstitusional bersyarat pada 2020. 

“Lebih jauh, GERAM PSN juga mengingatkan agar DPR tidak bermain-main terhadap hajat hidup rakyat, kami mendesak agar DPR benar-benar menempatkan konstitusi sebagai landasan utama dalam berpikir dan bertindak dengan memastikan keadilan ekologis, penghormatan hak asasi manusia, dan perlindungan ruang hidup rakyat sebagai dasar dalam menjalankan negara,” kata Edy. 

Kampanye Pantau Gambut Abil Salsabila mengatakan, Geram PSN mengajak publik luas untuk bergabung dalam gerakan solidaritas melalui penandatanganan petisi secara daring. Hingga saat ini petisi tersebut telah ditandatangani lebih dari 1.600 orang. 

“Petisi ini merupakan sarana penting untuk menegaskan suara rakyat agar Mahkamah Konstitusi benar-benar mempertimbangkan aspek hak asasi manusia, keadilan ekologis, serta perlindungan ruang hidup warga ketika memutus perkara ini,” kata Abil. 

Sidang berikutnya dijadwalkan Kamis, 11 September 2024, dengan agenda mendengarkan keterangan DPR serta menghadirkan ahli pemohon.