LIPUTAN KHUSUS:

Petani Bengkulu Kecewa Tak Diikutkan Redistribusi Tanah


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Para petani yang sudah puluhan tahun menggantungkan hidupnya dari tanah tersebut merasa dipermainkan.

Agraria

Jumat, 05 September 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Puluhan petani yang tergabung dalam Forum Petani Bersatu (FPB) tak bisa menyembunyikan kekecewaan dan amarahnya, saat mengetahui lahan yang selama ini mereka kelola dan usahakan, ternyata tidak termasuk ke dalam pelepasan sebagian Hak Guna Usaha (HGU) PT Sandabi Indah Lestari (PT SIL) yang dijalankan Tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Bengkulu.

Syafi’i, salah satu anggota FPB mengatakan, para petani sudah lama berjuang agar lahan ini dikembalikan kepada rakyat. Tapi ternyata pemerintah hanya melepas sebagian kecil HGU, itu pun bukan lahan yang mereka garap.

“Para petani yang sudah puluhan tahun menggantungkan hidupnya dari lahan tersebut merasa dipermainkan oleh kebijakan yang dinilai tidak berpihak pada rakyat kecil,” katanya, dalam sebuah keterangan tertulis, Kamis (4/9/2025).

Ia melanjutkan, sejak pemerintah mengumumkan rencana redistribusi tanah dari pelepasan sebagian HGU perusahaan besar, petani FPB menaruh harapan besar. Sebab salah satu yang akan dilepaskan oleh Tim GTRA Bengkulu adalah HGU Nomor 11 atas nama PT SIL Seluma.

Tampak sejumlah tanaman sawit dalam konsesi PT SIL. Foto: Genesis Bengkulu.

Syafi’i dan kawan-kawan petani lainnya mengira perjuangan panjang mereka, yang telah memakan waktu belasan tahun, akan segera berbuah manis. Namun kenyataan berkata lain.

Berdasarkan data yang diterima FPB, lanjut Syafi’i, lahan yang digarap petani selama bertahun-tahun tidak termasuk dalam kawasan yang dilepaskan dari HGU PT SIL. Padahal, sebagian besar petani telah mengelola lahan itu sejak lama untuk menyokong kehidupan sehari-hari.

“Kami ini bukan pendatang baru. Lahan ini sudah kami olah jauh sebelum adanya PT SIL. Tapi kenapa justru lahan lain yang dilepaskan? Ini jelas keputusan yang merugikan rakyat,” ucap Syafi’i.

Syafi’i berpendapat bahwa redistribusi tanah eks HGU ini seolah hanya formalitas saja, agar terlihat ada redistribusi tanah yang dilakukan di Bengkulu.

“Tapi kalau lahan yang betul-betul dikelola rakyat tidak masuk, apa gunanya? Ini sama saja menutup mata terhadap penderitaan petani,” ujarnya.

Menurut informasi yang ia dapat, lahan HGU PT SIL Seluma yang akan dilakukan penataan kembali adalah lahan enclave HGU PT Way Sebayur, bukan enclave dari PT SIL. Kemudian, lahan enclave itu juga sudah dikeluarkan SK peta penyelesaiannya oleh Kanwil BPN Bengkulu pada 27 Juli 2013, seluas 550 hektare dengan nomor 04/07-06/PBT/2013.

Di sisi lain, FPB yang berjuang sejak 2011, sudah  sering melakukan audiensi dan berkirim surat kepada BPN Seluma, Kanwil BPN Provinsi Bengkulu, Pemerintah Kabupaten Seluma, bahkan sudah sampai Kepala Staf Presiden.

“Usai bertemu dengan Kepala Staf Presiden, di tahun 2019 kami melakukan pertemuan dengan pemerintah Seluma, katanya akan dibentuk tim khusus percepatan penyelesaian konflik agraria antara FPB dengan PT SIL, tapi sampai sekarang apa yang dikerjakan dan hasil dari tim tersebut kami tidak tahu,” ujar Syafi’i.

FPB juga sudah berulang kali mendatangi Kanwil BPN Bengkulu untuk menyerahkan dokumen bukti penguasaan tanah dan menceritakan konflik yang telah terjadi antara FPB dengan PT SIL. Namun audiensi yang dilakukan selama ini tampak tidak membuahkan hasil.

Buyung, yang juga anggota FPB, berpendapat bahwa reforma agraria bukan sekadar membagikan sertifikat, tetapi memastikan keadilan agraria. Ia dan para petani lainnya menuntut jaminan agar tanah yang sudah lama mereka kelola benar-benar diakui sebagai hak masyarakat, bukan sebagai sisa atau bonus dari pelepasan HGU perusahaan.

Apabila pemerintah benar-benar serius dengan reforma agraria, lanjut Buyung, maka ia berharap pemerintah berpihak kepada rakyat, bukan kepada perusahaan perkebunan besar. Ia tak ingin ada lagi kompromi yang merugikan masyarakat kecil demi kepentingan korporasi.

“Ini kami sampaikan sebagai bentuk kekecewaan sekaligus peringatan. Jika redistribusi tanah melalui TORA tidak dilaksanakan dengan adil, transparan, dan berpihak kepada masyarakat, maka konflik agraria di Seluma akan terus berlanjut,” ucap Buyung.

Menurut data Genesis Bengkulu, Tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Provinsi Bengkulu menargetkan redistribusi 1.241 bidang Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) pada 2025 ini. Adapun lahan eks-HGU yang akan dilakukan penataan kembali, salah satunya adalah pelepasan sebagian HGU Nomor 11 atas nama PT Sandabi Indah Lestari di Kabupaten Bengkulu Utara.

Yang lainnya, pelepasan sebagian HGU Nomor 07 atas nama PT Bimas Raya Sawitindo di Kabupaten Bengkulu Utara, pelepasan sebagian HGU Nomor 12 Atas Nama PT Purnawira Dharma Upaya di Kabupaten Bengkulu Utara, dan enclave HGU Nomor 11 atas nama PT Sandabi Indah Lestari di Kabupaten Seluma.

Genesis Bengkulu beranggapan, kekecewaan petani FPB ini akan semakin menambah daftar panjang problem agraria di Bengkulu. Redistribusi tanah yang seharusnya menjadi jalan keluar bagi ketimpangan penguasaan lahan justru menimbulkan luka baru di kalangan rakyat kecil.