
LIPUTAN KHUSUS:
China di Indonesia: Kian Kuat di Sumber Daya Alam, Lemah di Hukum
Penulis : Kennial Laia
Dari pengolahan nikel hingga energi, investasi Tiongkok semakin kuat hingga ke provinsi-provinsi di Indonesia.
Lingkungan
Kamis, 11 September 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Sejumlah provinsi kaya sumber daya alam menjadi simpul penting bagi investasi Tiongkok di Indonesia, termasuk mineral penting seperti nikel dan energi.
Temuan terbaru Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (Celios) mengungkap, wilayah seperti Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara menjadi pusat pengolahan nikel dan industri hilir. Sementara itu, Bengkulu, Sumatra Selatan menjadi lokasi proyek energi Negeri Tirai Bambu tersebut. Adapun kawasan industri di Kalimantan Timur memperluas jangkauannya ke sektor energi dan infrastruktur.
“Hubungan Indonesia–Tiongkok kini tidak lagi sebatas kesepakatan besar di Jakarta, tetapi semakin nyata di daerah. Dari tambang nikel di timur hingga kelas-kelas bahasa Mandarin di Jawa, pengaruh Tiongkok semakin berakar dalam keseharian masyarakat,” kata Direktur China-Indonesia Celios, Zulfikar Rakhmat.
“Di tengah konsolidasi strategi regional Xi Jinping dan arah baru politik Indonesia di bawah Prabowo, dinamika provinsi akan menjadi lapisan penting yang menentukan masa depan hubungan bilateral,” katanya.

Dalam Indeks Provinsi Tiongkok-Indonesia 2025 itu, Celios mencatat Beijing berhasil memperdalam jejaknya di lebih banyak provinsi, sektor, hingga lembaga lokal sepanjang periode Agustus 2024-Agustus 2025. Laporan tersebut menegaskan bahwa pengaruh Tiongkok tidak lagi hanya berpusat pada proyek-proyek besar nasional, tetapi juga menancap di level provinsi dan masyarakat.
Celios mencatat, meski memberi peluang pembangunan, kehadiran investasi Tiongkok telah menimbulkan gesekan, termasuk isu lingkungan, migrasi tenaga kerja, hingga kekhawatiran soal kedaulatan dan ketergantungan ekonomi.
Dari delapan domain yang diteliti, ekonomi muncul sebagai ranah terkuat dengan skor 41,2 persen, mencerminkan besarnya bobot perdagangan, investasi, dan proyek infrastruktur Tiongkok. Sumatera Utara (83,3%) menjadi provinsi dengan aktivitas ekonomi paling menonjol, disusul Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, dan Kalimantan Timur. Sebaliknya, Sumatera Barat dan Papua Pegunungan mencatat nol aktivitas ekonomi.
Di sisi lain, hubungan kebudayaan dan pendidikan di Bali, Jawa Timur, dan Jawa Barat juga menunjukkan bagaimana Tiongkok menggunakan jalur lunak untuk memperkuat kedekatan di masyarakat, tulis Celios.
Sementara itu kehadiran Tiongkok dinilai paling lemah di bidang penegakan hukum dengan skor 8,2 persen, meski Bali (39,3%) muncul sebagai hotspot utama. Celios mencatat hal ini biasanya terkait deportasi atau kasus hukum tertentu.
Sektor teknologi mencatat 7,4 persen, dengan Lampung (39,3%), Jawa Barat (32,1%), dan Sulawesi Utara (28,6%) sebagai provinsi terdepan. Namun sebagian besar wilayah Indonesia timur nyaris tidak menunjukkan aktivitas Tiongkok di bidang ini. Ranah kebijakan luar negeri subnasional relatif lemah dan Media menjadi ranah terlemah dengan skor hanya 0,7 persen.
Zulfikar mengatakan riset indeks provinsi tersebut diharapkan dapat menjadi rujukan bagi pembuat kebijakan, akademisi, jurnalis, dan publik dalam memahami bagaimana strategi Beijing kini merambah ke tingkat lokal dan membentuk arah pembangunan Indonesia ke depan.