LIPUTAN KHUSUS:

Tambang Nikel Raja Ampat Aktif Lagi, Bahaya Mengintai Lagi


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Tak ada nikel yang sepadan dengan hancurnya ekosistem Raja Ampat.

Tambang

Kamis, 11 September 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Kembali beroperasinya PT Gag Nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, memicu reaksi aktivis lingkungan. Greenpeace Indonesia menganggap operasi tambang anak perusahaan PT Aneka Tambang (Antam) itu akan menjadi bencana bagi rakyat dan pulau kecil Gag.

Dalam sebuah pernyataan tertulis, Greenpeace Indonesia mengatakan, bukannya mencabut semua izin tambang nikel yang membahayakan ekosistem kepulauan Raja Ampat, pemerintah malah mempertahankan PT Gag Nikel dan kini memberi lampu hijau untuk mereka lanjut beroperasi. Langkah ini merupakan pengabaian langsung terhadap ekosistem laut Raja Ampat yang menjadi rumah dari 75% spesies terumbu karang dunia.

Kepala Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, menyatakan Raja Ampat bukan sekadar harta nasional tapi adalah warisan dunia. Memberikan izin tambang untuk beroperasi lagi di wilayah ini menunjukkan keserakahan pemerintah dan korporasi, yang menempatkan pelindungan lingkungan dan hak asasi manusia di bawah keuntungan ekstraktif jangka pendek.

“Suara masyarakat adat dan komunitas lokal, serta besarnya seruan #SaveRajaAmpat di publik nasional yang menolak tambang di Raja Ampat seharusnya tidak boleh diabaikan,” kata Arie, Selasa (9/9/2025).

Ekskavator milik PT Gag Nikel mengeruk tanah dan batuan Pulau Gag di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Foto: Auriga Nusantara/ Fajar Sandika Negara

Greenpeace Indonesia, lanjut Arie, sangat prihatin terhadap pengaktifan kembali izin operasi PT Gag Nikel. Sebab selain melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, keputusan ini juga akan merusak masa depan ekosistem terumbu karang yang kaya di Raja Ampat, yang menjadi sumber pangan dan penghidupan jutaan orang sekaligus kebanggaan Indonesia.

Arie merasa heran, seakan tidak ada jalan lain, pemerintah terus bergantung pada industri ekstraktif. Padahal itu hanya menunjukkan miskinnya imajinasi pemerintahan Prabowo dalam membangun ekonomi Indonesia yang adil dan berkelanjutan.

“Ini adalah bentuk pengkhianatan pemerintah terhadap komitmen iklim Indonesia, sekaligus memperdalam krisis ekologis yang sudah mengancam negeri ini,” ujarnya.

Arie bilang, Greenpeace bersama lebih dari 60 ribu orang yang telah menandatangani petisi, berkomitmen untuk terus melawan segala bentuk operasi tambang di Raja Ampat. Pihaknya mendesak pemerintah segera mencabut izin PT Gag Nikel serta menghentikan semua rencana penambangan nikel dan pembangunan smelter di Sorong maupun Raja Ampat. Melindungi Raja Ampat berarti melindungi kehidupan, bagi rakyat Papua, bagi Indonesia, dan bagi dunia.

“Tak ada nikel yang sepadan dengan hancurnya ekosistem Raja Ampat yang disebut-sebut sebagai surga terakhir di Bumi ini,” ucap Arie.