LIPUTAN KHUSUS:
Petisi untuk Jepang: Setop Dukung Solusi Palsu Transisi Energi
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Penggunaan teknologi, seperti CCUS hingga biomassa justru berisiko memperpanjang ketergantungan pada energi fosil dengan dalih transisi energi.
Energi
Selasa, 16 September 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Sejumlah kelompok masyarakat sipil di Indonesia yang bergerak dalam isu energi, iklim, lingkungan hidup, dan hak asasi manusia (HAM), kembali menyerukan kepada Pemerintah Jepang agar Japan International Cooperation Agency (JICA) berhenti memberi dukungan terhadap proyek Master Plan for Energy Transition Management di Indonesia.
“Kami telah berulang kali mendesak Pemerintah Jepang untuk tidak mempromosikan 'solusi palsu' di Indonesia dengan dalih transisi energi atau dekarbonisasi,” kata kelompok masyarakat sipil dalam sebuah petisi yang dipublikasikan pada Senin (15/9/2025).
Lewat surat yang disampaikan pada Desember 2023 dan Agustus 2024 misalnya, kelompok masyarakat sipil yang terdiri dari Walhi, 350 Indonesia, AEER, Celios, Jatam, dan Trend Asia, telah menyampaikan keprihatinan dan kekhawatiran serius atas kesepakatan antara JICA dan PLN, yang mendorong penggunaan teknologi, seperti CCUS, amonia, biomassa, dan LNG.
Kelompok masyarakat sipil beranggapan, alih-alih mendorong transisi energi yang sejati, penggunaan teknologi itu justru berisiko memperpanjang ketergantungan pada energi fosil dengan dalih transisi energi.
“Oleh karena itu, kami menyerukan penghentian segera atas segala bentuk dukungan yang berpotensi memaksa solusi palsu semacam itu kepada Indonesia,” kata kelompok masyarakat sipil.
Selama periode ini, kelompok ini terus memantau perkembangan proyek tersebut. Namun, satu-satunya informasi yang berhasil kami peroleh adalah bahwa empat perusahaan—JERA Co., Inc., TEPCO Power Grid, Inc., Tokyo Electric Power Services Co., Ltd. (TEPSCO), dan Mitsubishi Research Institute, Inc.—telah memulai pelaksanaan Proyek ini pada Februari 2024 sebagai proyek yang ditugaskan oleh JICA.
Baru-baru ini, melalui inisiatif dari organisasi masyarakat sipil Jepang, Friends of the Earth (FoE) Japan, kelompok masyarakat sipil Indonesia mengetahui bahwa pertemuan pemangku kepentingan terkait proyek ini telah dilaksanakan pada Juli 2024, dan periode konsultasi publik telah berlangsung pada 15 hingga 30 Januari 2025.
Mereka mengatakan, karena telah menyampaikan kekhawatiran dan permintaan terkait proyek ini kepada Pemerintah Jepang, baik sebelum maupun selama pelaksanaannya, maka sebagai organisasi masyarakat sipil, kelompok ini juga merasa sebagai pemangku kepentingan utama yang memiliki kepentingan kuat dan sah dalam isu transisi energi di Indonesia.
Namun sangat disayangkan bahwa sejumlah organisasi masyarakat sipil, termasuk kelompok ini, tidak mendapatkan informasi mengenai pertemuan pemangku kepentingan maupun periode konsultasi publik yang disebutkan sebelumnya. Akibatnya, mereka kehilangan kesempatan untuk menyampaikan pandangannya.
Kelompok masyarakat sipil menganggap hal tersebut menimbulkan pertanyaan serius mengenai komitmen JICA dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam proyek ini untuk benar-benar merefleksikan beragam pandangan masyarakat sipil yang ada secara bermakna dalam proses perencanaan dan pelaksanaan proyek.
“Kami menyampaikan protes keras atas kenyataan bahwa keputusan-keputusan penting terkait transisi energi—yang akan berdampak luas terhadap kehidupan, budaya, keselamatan, lingkungan dan HAM masyarakat di seluruh Indonesia—diambil secara tidak transparan dan eksklusif,” kata mereka.
Kelompok masyarakat sipil menguraikan, berdasarkan kesepakatan antara JICA dan PLN yang disebutkan sebelumnya (tertanggal Agustus 2023), durasi Proyek ditetapkan selama dua tahun. Dengan demikian, diperkirakan bahwa “Master Plan” yang menjadi keluaran utama dari proyek ini akan diselesaikan sekitar Februari 2026.
Berdasarkan tenggat waktu tersebut, kelompok masyarakat sipil merasa perlu untuk mempertanyakan, apakah JICA akan terus mendukung penyusunan Master Plan ini dalam enam bulan ke depan melalui proses yang tidak transparan dan tidak demokratis?
Jika JICA tetap berniat melanjutkan proyek ini, lanjut kelompok masyarakat sipil, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah evaluasi menyeluruh terhadap apakah metode yang digunakan oleh JICA dan pihak-pihak terkait dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat sipil dan komunitas lokal sudah tepat dan memadai.
“Setelah evaluasi tersebut, dan demi memastikan bahwa pandangan masyarakat lokal dan organisasi masyarakat sipil benar-benar tercermin dalam Master Plan, kami mendesak agar proses perencanaan—termasuk pertemuan pemangku kepentingan terkait proyek—dimulai kembali dari awal,” ujar kelompok masyarakat sipil.
Menurut kelompok masyarakat sipil, proses dekarbonisasi dan transisi energi yang cepat, adil, dan setara harus dilaksanakan dengan menjamin partisipasi bermakna dari komunitas lokal dan organisasi masyarakat sipil. Untuk mewujudkan hal tersebut, transparansi dan keterbukaan informasi yang tepat dan memadai kepada para pemangku kepentingan sangatlah penting.
Kelompok masyarakat mendesak JICA untuk dengan sungguh-sungguh mendengarkan suara komunitas lokal—yang selama ini terdampak oleh proyek energi yang tidak demokratis dan tidak berkelanjutan—serta organisasi masyarakat sipil, dan mengambil tindakan yang tepat dalam pelaksanaan proyek ini.
“Tindakan tersebut mencakup, namun tidak terbatas pada, seruan kami yang berulang kali untuk menghentikan promosi solusi iklim palsu seperti CCUS, amonia, biomassa, dan LNG, yang hanya memperpanjang penggunaan bahan bakar fosil dan merusak lingkungan serta mata pencaharian masyarakat lokal,” tulis kelompok masyarakat sipil.