LIPUTAN KHUSUS:

Janji Palsu Transisi Energi Perusahaan Migas


Penulis : Aryo Bhawono

Janji korporasi bahan bakar fosil untuk memimpin transisi energi masih jauh panggang dari api.

Energi

Senin, 13 Oktober 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Janji korporasi bahan bakar fosil untuk memimpin transisi energi masih jauh panggang dari api. Penelitian yang dilakukan Institut Ilmu dan Teknologi Lingkungan di Universitat Autonoma de Barcelona (ICTA-UAB) menunjukkan perusahaan minyak dan gas terbesar di dunia hanya mengampu sebanyak 1,42 persen proyek energi terbarukan. 

Riset berjudul “Oil and Gas Industry’s Marginal Share of Global Renewable Energy” yang dipublikasi Jurnal Nature Sustainability ini memperdebatkan klaim industri bahan bakar sebagai pemain kunci proyek energi hijau. 

Para peneliti mengacu data Global Energy Monitor yang menganalisis 250 produsen minyak dan gas terbesar di dunia. Perusahaan-perusahaan itu dianggap bertanggung jawab atas 88 persen produksi hidrokarbon global. 

Data itu mengidentifikasi 3.166 proyek unik di sektor angin, surya, hidro, dan panas bumi pada perusahaan yang terhubung dengan korporasi bahan bakar fosil, baik secara langsung, melalui anak perusahaan, maupun melalui akuisisi.

Aktivitas pertambangan minyak bumi

Hasilnya menunjukkan hanya 20 persen dari 250 perusahaan ini yang memiliki proyek energi terbarukan yang beroperasi, dengan energi terbarukan hanya mewakili 0,1 persen dari ekstraksi energi primer mereka.

Kegagalan berinvestasi dalam energi terbarukan ini sangat kontras dengan klaim industri tentang peran sentral mereka dalam mengurangi emisi. Padahal 100 perusahaan minyak dan gas teratas, hampir seperempatnya telah menetapkan target pengurangan gas rumah kaca untuk tahun 2030, dengan komitmen rata-rata pengurangan 43 persen dalam operasi mereka sendiri.

Marcel Llavero-Pasquina, peneliti di ICTA-UAB dan penulis utama studi ini, mengatakan, penerapan energi terbarukan oleh perusahaan minyak dan gas paling banter hanya anekdot. 

“Kontribusi mereka dalam memerangi krisis iklim seharusnya dinilai hanya berdasarkan seberapa banyak bahan bakar fosil yang mereka tinggalkan di dalam tanah,” kata dia.

Temuan ini menimbulkan keraguan serius bagi lembaga dan organisasi yang terus bekerja sama dengan perusahaan bahan bakar fosil dengan asumsi bahwa mereka adalah pemain kunci dalam transisi energi.

“Setelah puluhan tahun hanya omong kosong, sudah saatnya bagi pemerintah, universitas, dan lembaga publik untuk menyadari bahwa industri bahan bakar fosil akan selalu menjadi bagian dari masalah, bukan solusi krisis iklim. Perusahaan minyak dan gas seharusnya tidak dilibatkan dalam penentuan masa depan kebijakan iklim dan energi,” kata dia.

Universitas Lausanne di Swiss, Julia Steinberger mengatakan studi tersebut menegaskan bahwa industri minyak, gas, dan batu bara gagal total dalam transisi menuju energi bersih. 

Manajer Proyek Global Solar Power Tracker di Global Energy Monitor, Kasandra O'Malia, mengatakan perusahaan minyak dan gas tidak berinvestasi dalam energi terbarukan seperti yang mereka janjikan. “Klaim yang sebaliknya hanyalah greenwashing," kata dia.