
LIPUTAN KHUSUS:
Warga Sagea-Kiya Kembali Tolak Tambang Nikel PT MAI
Penulis : Kennial Laia
Warga desa Sagea-Kiya menegaskan kembali penolakan terhadap perusahaan tambang nikel di wilayah adatnya.
Tambang
Rabu, 22 Oktober 2025
Editor : Aryo Bhawono
BETAHITA.ID - Warga desa Sagea dan Kiya di Weda Utara, Halmahera Tengah, kembali melakukan penolakan kehadiran tambang nikel yang terafiliasi dengan perusahaan nikel di Maluku Utara. Warga menegaskan akan mempertahankan ruang hidupnya dari risiko kerusakan yang akan timbul akibat aktivitas pertambangan industri nikel di wilayah tersebut.
Juru Bicara Save Sagea Mardani Legayelol mengatakan, operasi tambang PT Mining Abadi Indonesia (MAI) tidak hanya mengabaikan hak-hak masyarakat adat atas tanah leluhur, tetapi juga akan menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius.
Karst Sagea, dengan luas 5.714 hektare, membentang dari Pegunungan Legayelol hingga ke wilayah Goa Bokimaruru dan Telaga Yonelo (Legayelol). Menurut Mardani, kedua wilayah tersebut memiliki nilai ekologis yang tinggi serta makna kultural dan spiritual yang dalam bagi masyarakat Sagea-Kiya.
“Dengan kata lain, bahwa Karst Sagea adalah benteng kami, sumber hidup kami, dan tempat air kami berasal. Kami tidak akan tinggal diam jika tempat ini dihancurkan,” kata Mardani.

“Demikian pula Telaga Legayelol, yang bukan hanya sumber kehidupan berupa pangan, tetapi juga pusat budaya dan ritus leluhur kami yang masih kami rawat hingga hari ini,” ujarnya.
Menurut Mardani, warga desa Sagea dan Kiya khawatir akan dampak jangka panjang yang ditimbulkan oleh aktivitas tambang terhadap dua ekosistem vital di kawasan adat Sagea-Kiya. Karena itu penolakan terus dilakukan untuk mempertahankan wilayah adat mereka.
Menurut catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Maluku Utara, penolakan terhadap PT MAI memanas selama dua bulan terakhir. Perusahaan tersebut merupakan kontraktor dari perusahaan tambang nikel bernama PT Zhong Hai Rare Metal Mining Indonesia dan PT First Pacific Mining, yang diduga telah beroperasi secara ilegal di atas tanah milik warga tanpa persetujuan atau pemberitahuan yang sah.
Koalisi Save Sagea mencatat insiden pada 12 Oktober 2025, di mana sejumlah karyawan PT MAI diduga merusak dua unit kendaraan milik warga. Insiden ini mengundang perlawanan warga, yang kemudian melakukan aksi protes dengan melakukan blokade di jalur operasional perusahaan.
Menyusul insiden tersebut, pada 13 Oktober 2025, Bupati Halmahera Tengah Ikram Malan Sangadji bersama Wakil Bupati Ahlan Djumadi dan Sekretaris Daerah Bahri Sudirman mengunjungi desa Sagea, Weda Utara, untuk merespons protes warga.
“Namun, pertemuan tersebut hanya membahas dua hal sempit: ganti rugi dua unit mobil warga yang dirusak dan kompensasi atas lahan yang telah diserobot,” kata Mardani.
“Maka kami Koalisi Save Sagea menyatakan dengan tegas, bahwa perjuangan warga Sagea dan Kiya bukan sekadar soal ganti rugi atas lahan yang telah diserobot perusahaan pun sudah dirusak,” ujarnya.
“Tapi lebih luas dan genting untuk kami sampaikan, bahwa perjuangan ini adalah soal ruang hidup, soal lingkungan hidup, dan soal masa depan generasi kami,” ujarnya.
Menurut catatan Jatam, PT Mining Abadi Indonesia telah melanggar sejumlah ketentuan hukum dan tata ruang. Salah satunya Peraturan Presiden No 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029. Dalam aturan tersebut, Kawasan Karst Bokimoruru di Sagea merupakan satu dari tiga kawasan prioritas konservasi di Maluku Utara. Adapun peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten Halmahera Tengah menetapkan wilayah Sagea sebagai Zona Kawasan Karst Kelas I, yang hanya diperuntukkan untuk konservasi dan penelitian.
“Ini adalah perjuangan mempertahankan kehidupan, lingkungan, dan identitas budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun. Kami tidak akan tinggal diam menyaksikan tanah kami dirusak dan hak-hak kami diinjak-injak atas nama investasi dan kemajuan ekonomi yang semu. Kami akan terus berdiri, menolak, dan melawan setiap bentuk perampasan ruang hidup kami,” kata Mardani.
“Sagea-Kiya adalah kehidupan kami. Karst dan Talaga adalah warisan kami. Kami akan jaga, kami akan lawan. Kami tidak butuh tambang. Cabut seluruh izin tambang di wilayah Sagea-Kiya,” ujarnya.