LIPUTAN KHUSUS:
Greenpeace Minta Pemimpin ASEAN Komit Tangani Asap Lintas Batas
Penulis : Kennial Laia
Pemimpin ASEAN harus meminta pertanggungjawaban korporasi di negerinya atas kabut asap lintas batas, kata Greenpeace.
Karhutla
Selasa, 28 Oktober 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Hampir setiap tahun, wilayah Asia Tenggara dilanda kabut asap, terutama Indonesia dan Malaysia. Sebuah laporan terbaru mengungkap, perusahaan-perusahaan yang namanya terkait dalam kasus kebakaran jutaan hektare lahan dan hutan gambut (karhutla), termasuk di antaranya perusahaan asal Malaysia, berhasil menghindari sanksi berat atau penangguhan izin selama bertahun-tahun.
Laporan oleh Greenpeace Indonesia tersebut diluncurkan menjelang KTT ASEAN ke-27 di Malaysia. Temuan utama Greenpeace menunjukkan tumpang tindih antara kebakaran sebagai sumber kabut asap dan area konsesi di Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Kritis di Sumatra dan Kalimantan pada tahun 2015, 2019, dan 2023.
Periode tersebut menandai peristiwa karhutla terbesar dalam sejarah Indonesia. Pada 2015, misalnya, 2,7 juta hektare hutan dan lahan gambut terbakar di wilayah Kalimantan, Sumatra, dan Tanah Papua, melepaskan 0,8 hingga 1,1 gigaton emisi gas rumah kaca. Sementara itu pada 2019 karhutla menghanguskan lahan seluas 1,6 juta hektare di sejumlah provinsi.
“Wilayah-wilayah ini memiliki lahan gambut yang sangat luas, yang mudah terbakar jika kering, dan apinya sulit dipadamkan. Kemudian, musim kemarau, El Nino, dan angin monsun memperparah situasi ini ke negara-negara tetangga,” kata Peneliti Senior Greenpeace Indonesia, Sapta Ananda.
Dampak dari karhutla ini signifikan. Selain kabut asap, kerugian bagi warga lokal dan dampak kesehatan juga mengganggu warga. Greenpeace mencatat, warga terdampak terus berjuang untuk meraih keadilan melawan perusahaan penyebab karhutla di Malaysia maupun Indonesia. Di Sumatra Selatan, misalnya, belasan warga menggugat tiga perusahaan penyebab kabut asap karhutla–PT Bumi Mekar Hijau, PT Bumi Andalas Permai, dan PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries. Ketiganya bergerak di bisnis hutan tanaman industri.
Putusan Pengadilan Negeri Palembang untuk tidak menerima gugatan ini, disusul dengan pernyataan banding yang juga tidak diterima oleh Pengadilan Tinggi Palembang, menjadi pukulan berat bagi perjuangan melawan kejahatan ekologis di Sumatera Selatan. Hingga kini, para korban asap masih terus mengupayakan kemerdekaannya dari asap.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Belgis Habiba mengatakan, minimnya dukungan terhadap perjuangan warga mencari keadilan memperparah situasi penegakan hukum yang masih lemah oleh pemerintah negara-negara ASEAN. Lewat dua dekade setelah ASEAN mengadopsi ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP), kabut asap karhutla masih menjadi krisis regional di Asia Tenggara.
“Di tingkat regional, peran ASEAN dalam isu kabut asap lintas batas sangat signifikan, namun efektivitasnya dibatasi oleh karakteristik utama ASEAN, yakni prinsip non-interferensi dan pendekatan ASEAN Way,” kata Belgis.
“Padahal, dengan situasi krisis iklim saat ini, seharusnya para pemimpin negara jadi makin terdesak untuk mengambil langkah tegas dan segera menindak perusahaan pencemar udara,” katanya.
“Kredibilitas ASEAN bergantung pada kemampuannya untuk menegakkan hak-hak dasar rakyatnya, terutama yang paling rentan, dalam menghadapi krisis lingkungan. ASEAN harus memastikan bahwa hak atas lingkungan yang sehat bukan sekadar harapan, tetapi betul-betul dapat ditegakkan secara hukum agar tidak terus menerus melahirkan trauma berkepanjangan,” ujarnya.
Laporan tersebut juga mendesak agar pemimpin ASEAN segera mengakui hak atas udara bersih dan sehat sebagai hak asasi manusia, serta meminta pertanggungjawaban korporasi atas kabut asap lintas batas, deforestasi, dan kerusakan lingkungan serta pemulihan gambut yang rusak.
Pemimpin negara-negara ASEAN juga harus memastikan bahwa mekanisme pembiayaan pelindungan hutan jangka panjang, seperti Fasilitas Hutan Tropis Selamanya (TFFF), memberi jaminan pengakuan dan hak untuk mengelola rawang (gambut) secara komunal tanpa ancaman kriminalisasi, dan mendukung masyarakat adat dan komunitas lokal yang bertindak sebagai garda terdepan pembela keanekaragaman hayati.

Share
