LIPUTAN KHUSUS:

Masyarakat Adat Papua Desak Negara Kembalikan Hutan Adat


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hutan adalah sumber kehidupan bagi masyarakat adat ini, tempat mereka berburu, meramu, dan berkebun secara tradisional selama bertahun-tahun, diwariskan dari generasi ke generasi.

Masyarakat Adat

Selasa, 11 November 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Masyarakat Adat Sub Suku Na-Sfa, bagian dari Suku Besar Tehit di Sorong Selatan, Papua Barat Daya, menggelar ritual adat sakral di Hutan Adat Misyarmase, Kampung Magis, Distrik Teminabuan. Ritual ini merupakan bentuk protes terhadap negara yang dinilai telah membatasi ruang hidup dan mengabaikan hak-hak adat mereka atas hutan.

Dengan mengenakan busana adat khas Sub Suku Na-Sfa, warga dari Kampung Magis dan Kampung Wehali melakukan upacara yang secara turun temurun menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Hutan primer adalah sumber kehidupan bagi masyarakat adat ini, tempat mereka berburu, meramu, dan berkebun secara tradisional selama bertahun-tahun, diwariskan dari generasi ke generasi.

Tokoh adat, Kristian Sesa, mengungkapkan kekecewaannya terhadap negara yang dianggap mengintervensi aktivitas masyarakat di wilayah adat. Ia menceritakan, pada 2023, saat membuat kebun di wilayah adatnya tiba-tiba ia disambangi oleh aparat polisi yang datang menggunakan mobil patroli. Polisi tersebut mempertanyakan keberadaan api yang dianggap sebagai kebakaran hutan. Padahal api tersebut hanya Sesa buat untuk membersihkan kebunnya saja.

“Lalu polisi datang ambil gambar foto dan mereka pulang. Saya bilang ini adalah hutan adat saya, bukan pemerintah punya hutan, kapan dia (Negara) berkompromi dengan saya?" kata Kristian Sesa, dalam sebuah keterangan tertulis, Sabtu (8/11/2025).

Sejumlah anggota masyarakat Adat Sub Suku Na-Sfa menggelar ritual adat sebagai bentuk protes terhadap negara yang dianggap membatasi ruang hidup masyarakat adat. Foto: Istimewa.

Permasalahan semakin diperparah dengan status kawasan hutan yang ditetapkan oleh Negara. Abner Bleskadit, Ketua Pemuda Adat Sub Suku Sfa, mengatakan, penetapan status kawasan hutan ini berdampak langsung pada wilayah adatnya. Sebab, hutan hingga perkampungan warga yang berada di wilayah adat mereka di Kampung Magis dan Kampung Wehali, masuk dalam kawasan hutan yang ditetapkan negara.

“Sehingga kami mau buat sertifikat untuk pelayanan publik seperti gereja dan sekolah tidak bisa,” katanya

Melalui ritual dan pernyataan ini, Masyarakat Adat Sub Suku Na-Sfa berharap agar Negara tidak lagi mengabaikan hak-hak adat mereka dan segera mengembalikan penguasaan serta pengelolaan hutan adat kepada mereka. Mereka menuntut pengakuan dan perlindungan atas wilayah adat yang telah menjadi bagian integral dari identitas dan keberlangsungan hidup mereka.

Pembatasan ruang hidup Masyarakat Adat Sub Suku Na-Sfa tidak terlepas dari status hutan konservasi yang mengabaikan bahkan tidak melibatkan masyarakat pemilik hutan adat dalam menetapkan status hutan. Masyarakat adat Na-Sfa menuntut agar hutan adat mereka dikembalikan, sebagai bentuk pengakuan dan penghormatan kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya dari negara.