LIPUTAN KHUSUS:
Memecah Misteri Terciptanya Pola Sisik dan Bulu Hewan
Penulis : Aryo Bhawono
Pembentukan corak pada bulu atau sisik hewan telah lama menjadi misteri bagi para ilmuwan dan matematikawan. Kini ilmuwan Universitas Colorado menemukan cara menirukan pembentukan corak ini. Namun misteri belum benar-benar terpecahkan, baru selangkah menuju jawaban.
Satwa
Sabtu, 15 November 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Pembentukan corak pada bulu atau sisik hewan telah lama menjadi misteri bagi para ilmuwan dan matematikawan. Kini ilmuwan Universitas Colorado menemukan cara menirukan pembentukan corak ini. Namun misteri belum benar-benar terpecahkan, baru selangkah lebih maju untuk mencari jawaban.
Bulu dan sisik satwa punya motif beragam dan pola liar sehingga tak pernah membosankan mata. Desain matematis pada bintik macan tutul dan garis pada harimau sangat menarik sekaligus rumit. Para ilmuwan dan matematikawan hingga kini belum bisa memecahkan bagaimana motif dan pola itu terbentuk.
Satu kelompok matematikawan mungkin mendapat satu langkah ke depan untuk mendapat jawaban misteri ini.
Upaya memecahkan misteri ini pertama kali dilakukan pemecah kode terkenal sekaligus matematikawan, Alan Turing. Pada 1952 ida berhipotesis, seiring perkembangan jaringan hewan menghasilkan zat kimia yang bergerak, mirip dengan bagaimana susu putih menyebar ketika dituangkan ke dalam kopi hitam. Pada teori ini, beberapa zat kimia kemudian mengaktifkan sel-sel penghasil pigmen, yang menciptakan bintik-bintik. Zat kimia lain akan menghentikan sel-sel ini, menciptakan ruang kosong di antaranya.
Namun, simulasi komputer berdasarkan ide Turing menciptakan bintik-bintik yang lebih kabur daripada temuan di alam.
Pada tahun 2023, insinyur kimia Universitas Colorado di Boulder, Ankur Gupta, dan rekan-rekannya menyempurnakan teori Turing. Mereka menambahkan mekanisme lain yang disebut diffusiopherosis.
Mekanisme ini adalah proses partikel yang berdifusi menarik partikel lain bersamanya. Proses ini mirip dengan cara pakaian kotor dicuci di mesin cuci. Saat sabun dikeluarkan dari pakaian dan masuk ke air, ia menarik kotoran dan debu dari kain.
Pola heksagon ungu-hitam yang terlihat pada ikan ornata kotak (Aracana ornata). Sumber: Jurnal Matter
Gupta menguji pola heksagon ungu-hitam yang terlihat pada ikan ornata kotak (Aracana ornata), spesies berwarna cerah yang ditemukan di lepas pantai Australia. Ia menemukan diffusiopherosis dapat menghasilkan pola dengan garis luar yang lebih tajam daripada model asli Turing, tetapi hasil ini terlalu sempurna.
Semua heksagon tersebut masih memiliki ukuran dan bentuk yang sama serta memiliki ruang yang identik di antara mereka. Sedangkan temuan di alam, tidak ada pola yang sempurna. Misalnya, garis-garis hitam zebra memiliki ketebalan yang bervariasi, sementara heksagon pada ikan kotak hias tidak pernah seragam sempurna.
Maka, Gupta dan timnya berusaha menyempurnakan teori diffusiopherosis mereka.
“Ketidaksempurnaan ada di mana-mana di alam. Kami mengusulkan ide sederhana yang dapat menjelaskan bagaimana sel-sel berkumpul untuk menciptakan variasi-variasi ini,” kata diaseperti dikutip dari Popsci.
Studi Gupta dan timnya yang diterbitkan di Jurnal Matter, merinci peniruan pola dan tekstur yang tidak sempurna. Setelah menentukan ukuran masing-masing sel dan kemudian memodelkan pergerakan melalui jaringan, simulasi mulai menghasilkan pola yang kurang seragam.
Temuan Ini mirip dengan bola-bola dengan ukuran berbeda bergerak melalui tabung. Bola yang lebih besar seperti bola basket atau boling akan menghasilkan garis yang lebih tebal daripada bola golf atau bola pingpong. Hal yang sama berlaku untuk sel—ketika sel-sel yang lebih besar berkumpul, mereka menghasilkan pola yang lebih luas.
Jika bola-bola yang sama yang bergerak di dalam tabung saling bertabrakan dan menyumbatnya, garis kontinu akan terputus. Ketika sel-sel mengalami kemacetan yang sama, hasilnya adalah putusnya garis-garis tersebut.
"Kami mampu menangkap ketidaksempurnaan dan tekstur ini hanya dengan memberi ukuran pada sel-sel ini," kata Gupta.
Simulasi baru mereka menunjukkan retakan dan tekstur kasar yang lebih mirip dengan temuan di alam.
Tim ini pun berencana untuk menggunakan interaksi yang lebih kompleks antara sel dan agen latar kimia untuk meningkatkan akurasi simulasi mereka.
Memahami pembuatan sel-sel pola berkumpul dapat membantu para ahli mengembangkan material yang dapat berubah warna berdasarkan lingkungannya, seperti halnya kulit bunglon. Hal ini juga dapat membantu menciptakan pendekatan yang lebih efektif untuk menyalurkan obat ke bagian tubuh tertentu.
"Kami mendapatkan inspirasi dari keindahan sistem alami yang tidak sempurna dan berharap dapat memanfaatkan ketidaksempurnaan ini untuk berbagai fungsi baru di masa mendatang," kata Gupta.

Share

