LIPUTAN KHUSUS:

14 Orangutan Mati Tak Wajar, Tak Satupun Bisa Dibongkar KLHK


Penulis : Redaksi Betahita

SERUYAN, BETAHITA.ID â€” Lembaga konservasi orangutan, Centre for Orangutan Protection (COP), bereaksi keras atas kasus penemuan bangkai orangutan jantan dewasa di perusahaan sawit PT Wana Sawit Subur Lestari (WSSL) II Best Agro Group, Kabupaten Seruyan Kalimantan Tengah (Kalteng), pada Minggu, 1 Juli 2018. COP menuding kematian Baen, orangutan itu, akibat lemahnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)

Konservasi

Senin, 09 Juli 2018

Editor : Redaksi Betahita

SERUYAN, BETAHITA.ID â€” Lembaga konservasi orangutan, Centre for Orangutan Protection (COP), bereaksi keras atas kasus penemuan bangkai orangutan jantan dewasa di perusahaan sawit PT Wana Sawit Subur Lestari (WSSL) II Best Agro Group, Kabupaten Seruyan Kalimantan Tengah (Kalteng), pada Minggu, 1 Juli 2018. COP menuding kematian Baen, orangutan itu, akibat lemahnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam menegakkan hukum terkait perlindungan satwa dilindungi di Indonesia.

Lembaga konservasi orangutan, Centre for Orangutan Protection (COP) mencatat setidaknya ada 14 kematian orangutan di sekitar Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP). Berdasarkan catatan COP, dari 14 temuan bangkai orangutan itu, belum satupun berhasil diungkap hingga tuntas kasusnya oleh KLHK.

Ramadhani, Manager Program Perlindungan Habitat COP menguraikan, 14 kasus temuan jasad atau kerangka tubuh orangutan tersebut ditemukan seluruhnya di dalam areal perkebunan besar swasta. Tiga tengkorak orangutan di antaranya ditemukan berserakan di satu titik lokasi di kawasan PT Sarana Titian Permata (STP), Kabupaten Seruyan, Kalteng, Agustus 2011 lalu. Kasus yang sudah dilaporkan di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng ini tidak berlanjut.

Sisa-sisa tubuh orangutan yang ditemukan di areal PT WSSL II pada 2015 (Foto (Foto milik Orangutan Foundation International).

Baen ditemukan mati di kanal kebun sawit Best Agro Group (Foto milik Orangutan Foundation International)

Dua tengkorak orangutan lainnya ditemukan COP dan Friends of National Parks Foundation (FNPF) di PT Bumi Langgeng Perdanatrada (BLP), Kumai, Kotawaringin Barat (Kobar), Kalteng, pada Maret 2013. Berikutnya, pada Agustus 2013, juga temuan tulang belulang 4 orangutan oleh FNPF di lahan PT Andalan Sukses Makmur (ASMR) dan PT BLP Kumai Kobar, Kalteng.

Lalu, pada September 2015 ditemukan 4 bangkai orangutan dalam berbagai kondisi di PT Wana Sawit Subur Lestari (WSSL) II Kabupaten Seruyan Kalteng. Pada titik pertama dan kedua, dua bangkai cuma tersisa tengkorak dan tulang belulang. Di lokasi ketiga, bangkai orangutan masih utuh dalam kondisi terbungkus terpal biru. Sedangkan bangkai terakhir hanya tinggal bulu dan tulang.

“Dan temuan terakhir pada 1 Juli 2018 ditemukan di PT WSSL II Seruyan itu. Satu bangkai orangutan jantan berusia sekitar 20 tahun bernama Baen ditemukan dengan 7 butir peluru senapan angin dan luka-luka fisik lainnya di beberapa bagian tubuh. Barang bukti diamankan Gakkum (PPHLHK),” kata Rahmadani, Kamis (5/7/18).

COP menganggap hal itu adalah catatan buruk yang harus dievaluasi oleh KLHK. Tidak tuntasnya pengusutan kasus pembunuhan orangutan berdampak pada tidak adanya sanksi hukum bagi para pelaku. Tidak adanya efek jera sanksi hukum yang seharusnya dapat dikenakan kepada para pelaku, mengakibatkan kasus kekerasan dan pembantaian orangutan terjadi lagi, dan lagi.

Kekerasan terhadap orangutan Baen contohnya. Berdasarkan hasil nekropsi oleh tim dokter hewan OFI, kematian Baen dimungkinkan disebabkan oleh tindak kekerasan manusia. Terdapat 13 luka fisik di sekujur tubuh Baen. Hasil rontgen bahkan menunjukkan setidaknya terdapat 7 butir peluru senapan angin, di antarany bersarang di bagian kepala orangutan Baen.

“Temuan-temuan mayat orangutan yang diduga mati tidak wajar harusnya diusut secara tuntas hingga proses peradilan agar tidak ada lagi kasus pembunuhan terhadap orangutan. Kasus-kasus temuan kematian orangutan yang telah lalu banyak tidak tuntas akhirnya pelaku merasa tidak ada hukum yang berlaku. Kewibawaan KLHK dipertaruhkan dalam kasus ini,” ujar Ramadhani. */**