LIPUTAN KHUSUS:

Pejuang Lingkungan Dikriminalisasi, Forum Akademisi Serukan Perlindungan Hukum


Penulis : Redaksi Betahita

Sejumlah akademisi dan masyarakat sipil yang tergabung dalam Forum Akademisi dan Masyarakat Sipil Peduli Basuki – Bambang menyerukan penghentian kriminalisasi dan intimidasi terhadap pejuang lingkungan terkait keterangannya sebagai saksi ahli dalam kasus korupsi sumber daya alam dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Henri Subagiyo mengatakan

Uncategorized

Selasa, 23 Oktober 2018

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Sejumlah akademisi dan masyarakat sipil yang tergabung dalam Forum Akademisi dan Masyarakat Sipil Peduli Basuki – Bambang menyerukan penghentian kriminalisasi dan intimidasi terhadap pejuang lingkungan terkait keterangannya sebagai saksi ahli dalam kasus korupsi sumber daya alam dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Henri Subagiyo mengatakan gugatan hukum yang dilayangkan terhadap akademisi sekaligus pejuang lingkungan seperti Bambang Hero Saharjo dan Basuki Wasis merupakan ancaman terhadap kebebasan akademik, serta partisipasi masyarakat dalam perlindungan lingkungan hidup yang baik dan sehat yang dilindungi undang-undang.

“Memberikan keterangan ahli dalam pengadilan merupakan pelaksanaan kewajiban hukum yang sepatutnya dilindungi. Selain itu, keterangan ahli dalam pengadilan juga merupakan bagian aktivitas akademik, yang didasarkan pada metode ilmiah dan pemikiran yang diyakini yang bersangkutan dan sudah disumpah di pengadilan sesudah dinilai oleh majelis hakim,” kata Henri dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat , 19 Oktober 2018.

Profesor Bambang digugat senilai Rp510 miliar oleh PT Jatim Jaya Perkasa (PT JJP) atas keterangannya sebagai saksi ahli dalam kasus karhutla yang dilaporkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dilakukan oleh PT JJP pada 2013. Perusahaan tersebut diputus bersalah oleh Mahkamah Agung, dengan tuduhan membakar dan merusak 1.000 hektare lahan gambut di Kabupaten Rokan Hilir, Riau. Putusan kasasi mewajibkan PT JJP membayar ganti rugi serta biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp570 miliar.

Sejumlah akademisi dan masyarakat sipil yang tergabung dalam Forum Akademisi dan Masyarakat Sipil Peduli Basuki - Bambang. Foto: Dok. Vanantara

Basuki Wasis dihadirkan sebagai ahli dalam persidangan kasus pemberian izin usaha pertambangan yang melibatkan mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam. Basuki diminta untuk menghitung kerugian dampak lingkungan pada lokasi pertambangan di Pulau Kabanea, Sulteng. Saat ini gugatan terhadap Basuki sedang bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Cibinong, Jawa Barat.

Di sisi lain, gugatan terhadap Prof Bambang baru saja dicabut oleh PT JJP pada Rabu (17/10). Namun, kuasa hukum PT JJP Didik Harsono mengatakan pencabutan itu bersifat sementara untuk melengkapi berkas, seperti dikutip Tribunnews Bogor.

Menanggapi hal itu, Henri mengatakan koalisi akan terus mengawal dan melakukan upaya untuk membela Profesor Bambang Hero serta Basuki Wasis.

“Intinya, kejadian ini seperti fenomena gunung es. Kasus Prof Bambang Hero dan Basuki Wasis cuma segelintir saja. Di depan mungkin sudah ngantri. Kalau ini gol, saya yakin pasti banyak kasus-kasus lain menanti. Terlepas dicabut atau tidak, kasus ini adalah preseden yang buruk dan perlu dievaluasi,” kata Henri.

Pakar hukum Wiwik Awiyati dari Universitas Indonesia menambahkan bahwa koalisi akan membawa sikap dan pernyataan ke PN Cibinong. Menurutnya, koalisi akan meminta majelis hakim PN Cibinong untuk menolak aksi hukum PT JJP.

“Harapannya, kalaupun berkasnya sudah dicabut, segera dibuat penetapannya. Dan kalau diproses, segera dihentikan. Bisa melalui putusan sela dalam waktu secepat-cepatnya,” kata Wiwik.

Wiwik juga mengatakan, pihaknya akan meminta Mahkamah Agung dan pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang mengatur perlindungan bagi setiap orang yang memperjuangkan lingkungan hidup yang sehat agar kasus serupa tidak terjadi.

“Bisa dalam surat edaran atau peraturan presiden, agar pihak yang memberi keterangan dalam pengadilan tidak bisa digugat secara hukum baik pidana maupun perdata,” kata Wiwik.