LIPUTAN KHUSUS:

Kabar Baik untuk Bumi: Lapisan Ozon Membaik, Bisa Sembuh pada 2060


Penulis : Redaksi Betahita

Ada kabar baik untuk kita semua. Lapisan ozon semakin membaik, berpotensi untuk mereduksi potensi pemanasan global, dan memungkinkan para pemangku kepentingan untuk mengambil aksi yang lebih berani melawan perubahan iklim. Angin segar tersebut datang dari Panel Penilaian Ilmiah untuk Protokol Montreal yang baru-baru ini mengeluarkan hasil penilaian terhadap kondisi ozon terbaru. Temuan utama

Analisis

Kamis, 08 November 2018

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Ada kabar baik untuk kita semua. Lapisan ozon semakin membaik, berpotensi untuk mereduksi potensi pemanasan global, dan memungkinkan para pemangku kepentingan untuk mengambil aksi yang lebih berani melawan perubahan iklim.

Angin segar tersebut datang dari Panel Penilaian Ilmiah untuk Protokol Montreal yang baru-baru ini mengeluarkan hasil penilaian terhadap kondisi ozon terbaru. Temuan utama mereka mengkonfirmasi bahwa telah terjadi penurunan jumlah zat perusak ozon (ODS) di atmosfer Bumi, serta pemulihan ozon stratosfir yang sedang berlangsung.

Laporan dari panel itu, Deplesi Ozon, menunjukkan bahwa lapisan ozon di level strastosfir telah pulih sebanyak 1-3 persen per dekade sejak 2000. Dengan proyeksi angka tersebut, Hemisfer Utara atau belahan bumi bagian utara dan lapisan ozon pada pertengahan garis lintang diperkirakan pulih sepenuhnya pada 2030. Diikuti oleh Hemisfer Selatan pada 2050 dan daerah kutub pada 2060.

Protokol Montreal merupakan perjanjian antarbangsa yang dibentuk pada 1987 di bawah Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan bertanggung jawab untuk menghentikan penggunaan zat berbahaya yang mengikis ozon, seperti klorofluorokarbon (CFC) dan hidrofluorokarbon (HCFC).  Panel akan merilis dokumentasi pemantauan ozon setiap empat tahun sekali.

Ilustrasi bumi.UNEP

“Protokol Montreal merupakan salah satu perjanjian multilateral paling sukses dalam sejarah karena satu alasan,” kata Direktur Program Lingkungan UNEP Erik Solheim. “Selama tiga puluh tahun, perpaduan ilmu pengetahuan dan kolaborasi yang teliti menjadi ciri khas protokol itu, dan secara bertahap menyembuhkan ozon kita,” katanya dalam rilis pada Senin, 5 November 2018.

Solheim mengatakan hasil tersebut akan memberikan pengaruh positif pada implementasi Amendemen Kigali. Dijadwalkan mulai 1 Januari 2019, amendemen tersebut akan fokus pada pengurangan penggunaan gas yang menyumbang perubahan iklim pada produk elektronik, seperti kulkas, pendingin ruangan, dan lainnya.

Negara-negara yang meratifikasi Amendemen Kigali berkomitmen memangkas proyeksi produksi dan konsumsi gas yang dikenal dengan hydrofluorocarbons (HFCs) lebih dari 80 persen. Sejauh ini 58 negara telah memulainya dari total 170 negara.

Tim penulis Penilaian Protokol Montreal tersebut menemukan bahwa dunia dapat menghindari pemanasan global lebih dari 0,5 derajat celcius pada abad ini melalui pelaksanaan Amendemen Kigali, dan dengan demikian menjaga suhu Bumi di bawah 2 derajat celcius.

“Hasil kajian terbaru ini menyorot pentingnya pengawasan jangka panjang HFCs yang terus-menerus di atmosfer hingga dan saat Amendemen Kigali berlangsung,” kata salah satu ketua Panel Kajian Ilmiah Protokol Montreal David Fahey.

Menurut kajian itu, dengan pelaksanaan yang baik, pemanasan global akibat HFCs akan berkurang sebanyak 50 persen antara sekarang dan 2050, dibandingkan tanpa pengendalian HFC sama sekali. Dan itu bisa mengurangi pemanasan global hingga 0,4 persen.

Dilansir dari situs UNEP, temuan ini menjadi krusial saat seluruh dunia baru-baru ini dibuat cemas oleh pesan dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC). Oktober 2018, IPCC menyatakan temuan bahwa dunia hanya punya waktu 12 tahun untuk membatasi pemanasan global pada level 1,5 derajat celcius. Jika di atas angka itu akan membawa dampak ekstrim dan luas pada kemanusiaan dan ekosistem.

“Emisi karbon dioksida merupakan emisi gas rumah kaca yang paling memicu pemanasan global. Akan tetapi, kita bisa mengurangi perubahan iklim dengan berkomitmen mengurangi pengurangan gas seperti HFCs,” kata Sekretaris Jenderal Organisasi Meteorologi Dunia Petteri Taalas.