LIPUTAN KHUSUS:
Aktivitas Pembukaan Lahan Sawit PT SML di Lamandau Tuai Polemik
Penulis : Redaksi Betahita
Betahita.id – Aktivitas kegiatan landclearing atau pembukaan dan pembersihan lahan untuk perkebunan sawit di sejumlah desa di beberapa kecamatan di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, beberapa waktu terakhir oleh PT Sawit Mandiri Lestari (SML), menimbulkan polemik. Satu dari 12 desa yang wilayahnya masuk dalam izin perkebunan PT SML melakukan penolakan. Penolakan tersebut muncul dari masyarakat adat yang
Hutan
Rabu, 30 Januari 2019
Editor : Redaksi Betahita
Betahita.id – Aktivitas kegiatan landclearing atau pembukaan dan pembersihan lahan untuk perkebunan sawit di sejumlah desa di beberapa kecamatan di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, beberapa waktu terakhir oleh PT Sawit Mandiri Lestari (SML), menimbulkan polemik. Satu dari 12 desa yang wilayahnya masuk dalam izin perkebunan PT SML melakukan penolakan.
Penolakan tersebut muncul dari masyarakat adat yang tinggal di Desa Kinipan, Kecamatan Batang Kawa. Masyarakat adat Kinipan tidak menginginkan hutan di desanya dibabat, apalagi untuk perkebunan sawit skala besar. Penolakan tersebut telah disampaikan secara lisan maupun tertulis di berbagai kesempatan.
Ketua Komunitas Masyarakat Adat Laman Kinipan, Effendi Buhing, yang juga mantan Kades Kinipan periode 1999-2004 itu menjelaskan, hutan memiliki nilai yang sangat penting bagi masyarakat Kinipan. Salah satunya karena hutan di Kinipan merupakan peninggalan leluhur yang hanya boleh dimanfaatkan dan diwariskan, namun tidak boleh diperjualbelikan apalagi dibiarkan rusak.
Lebih lanjut, Effendi menngatakan, masyarakat Kinipan telah mendiami wilayah adat ini sejak sekitar 1870 lalu. Yang mana penduduknya sudah hidup dan bermukim dengan adat budaya dan tradisi yang sudah melekat secara turun temurun. Seperti berladang, berburu, meramu obat, mencari madu, damar dan rotan, mencari kayu untuk bahan bangunan rumah dan lain sebagainya. Yang kesemuanya memanfaatkan hasil alam di hutan.
“Oleh karenanya, Kinipan tidak akan pernah menerima PT SML. Mereka saja yang dengan berbagai cara dan dalih memaksakan keinginannya masuk Kinipan. Memangnya dengan dapat plasma 2 hektare masyarakat bisa apa? Bisa beli mobil? Bisa menguliahkan anak? Tidak!” kata Effendi Buhing, Minggu (27/1/2018).
Kinipan Menolak PT SML Sejak 2012
Effendi Buhing menguraikan, pada 28 Maret 2012 diadakan musyarawah desa membahas rencana perkebunan kelapa sawit di wilayah Desa Kinipan. Rapat dihadiri oleh Pemerintah Desa Kinipan, BPD, tokoh masyarakat dan tokoh adat. Dalam rapat tersebut diputuskan masyarakat Desa Kinipan menolak rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit PT SML di wilayah Desa Kinipan.
“Penolakan tersebut sudah kami sampaikan secara tertulis kepada PT SML pada 2012 lalu. Bahkan pada 2014 lalu Desa Kinipan bersama dua desa lain, yakni Desa Ginih dan Desa Batu Tambun, juga telah membuat pernyataan secara tertulis menolak PT SML. Tapi PT SML tetap melakukan pembabatan di lahan yang kami anggap sebagai wilayah adat kami.”
Tidak hanya melalui surat resmi. Effendi Buhing mengatakan, penolakan tersebut juga disampaikan melalui unjuk rasa damai melibatkan ratusan warga Kinipan di halaman Gedung DPRD Kabupaten Lamandau pada 8 Oktober 2018. Dalam kesempatan tersebut masyarakat Kinipan meminta kepada pemerintah agar menghentikan aktivitas pembukaan lahan PT SML.
Selain itu, warga Kinipan meminta agar pemerintah membuatkan peraturan daerah tentang pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat di Lamandau dan penetapan wilayah adat Kinipan. Tak sampai di situ, dalam aksi damai tersebut masyarakat Kinipan juga menyerahkan sebilah mandau kepada pimpinan DPRD Kobar sebagai bentuk kepasrahan diri dan pengharapan warga Kinipan kepada pemerintah, agar bersedia membantu Kinipan menghadapi permasalahan yang tengah dihadapi.
Terkait hal itu, PT SML mengaku telah memenuhi segala aspek hukum yang berlaku dan sudah mendapatkan persetujuan dari masyarakat di masing-masing desa. Direktur PT SML Haerudin Tahir mengatakan, dari sisi usaha budidaya perkebunan, PT SML telah memenuhi semua aspek hukum yang berlaku.
“Yaitu meliputi aspek legal perusahaan, seperti legalitas pendirian perusahaan dan perizinan lain. Yakni Izin Lokasi Perkebunan, Izin Lingkungan, Izin Usaha Perkebunan, lzin Pelepasan Kawasan hutan, Izin Pemanfaatan Kayu, dan Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU),” kata Tahir menanggapi pertanyaan yang betahita.id sampaikan melalui email, Sabtu (26/1/18).
Tahir memaparkan, perkebunan sawit PT SML tersebut dibangun di Desa Tapin Bini, Samu Jaya, Suja, Penopa, Karang Taba, Cuhai, Kawa, Tanjung Beringin dan Desa Sungai Tuat, Kecamatan Lamandau. Desa Riam Panahan, Kecamatan Delang. Desa Batu Tambun dan Desa Kinipan, Kecamatan Batang Kawa.
Setelah PT SML memperoleh semua perizinan, masih kata Tahir, perusahaan segera melakukan aktivitas di lapangan. Karena, sesuai SK HGU agar segera dilakukan aktifitas dan izin lainnya dibatasi dengan waktu. Namun sebelum dilakukan pembukaan lahan, pihak PT SML melakukan sosialisasi terhadap desa-desa yang masuk dalam wilayah izin PT SML.
“Selanjutnya proses pembebasan dan pembukaan lahan, PT SML didampingi oleh tim desa beranggotakan 4 sampai dengan 6 orang. Yang tugasnya memastikan tentang klaim lahan di masyarakat sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Kemudian dilakukan pengukuran, melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan selanjutnya dilakukan kompensasi. Barulah dilakukan pembukaan lahan.”
Terhadap lahan Desa Kinipan, kata Tahir, PT SML sudah beberapa kali melakukan sosialisasi kepada warga masyarakat Desa Kinipan. Menurut Tahir beberapa warga masyarakat di desa tersebut menginginkan untuk menjalin kerja sama dengan perusahaan sawit tersebut.
“Bahkan sudah melakukan pengukuran lahan untuk diserahkan kepada PT SML. Namun demikian hingga saat ini PT SML belum melakukan pembukaan lahan pada areal yang masuk dalam Desa Kinipan.”