LIPUTAN KHUSUS:

Bahaya Dental Amalgam bagi Kesehatan


Penulis : Redaksi Betahita

Penasehat Senior BaliFOkus/Nexus, Yuyun Ismawati mengatakan penggunaan dental amalgam yang mengandung merkuri bisa membahayakan para pekerja kesehatan, dokter gigi, perawat gigi, dan pasien khususnya ibu hamil dan anak-anak. “Mereka sangat rentan terhadap paparan uap merkuri dan bisa menderita berbagai macam gangguan kesehatan yang tidak disadari sebagai gejala-gejala keracunan merkuri,” katanya Senin 22 Juli,

Lingkungan

Senin, 22 Juli 2019

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Penasehat Senior BaliFOkus/Nexus, Yuyun Ismawati mengatakan penggunaan dental amalgam yang mengandung merkuri bisa membahayakan para pekerja kesehatan, dokter gigi, perawat gigi, dan pasien khususnya ibu hamil dan anak-anak.

“Mereka sangat rentan terhadap paparan uap merkuri dan bisa menderita berbagai macam gangguan kesehatan yang tidak disadari sebagai gejala-gejala keracunan merkuri,” katanya Senin 22 Juli, di Jakarta.

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi perjanjian Minamata tentang Merkuri pada 22 September 2017. Artinya, Indonesia sepakat dan berjanji akan melaksanakan dan berkewajiban untuk mengurangi dan menghentikan penggunaan merkuri pada beberapa produk dan proses di semua sektor pada tahun 2020. Hal ini sesuai dengan kesepakatan para pihak dari konvensi untuk mengurangi pasokan dan mengendalian perdagangan merkuri di seluruh Indonesia.

Di sektor kesehatan, merkuri digunakan pada klinik gigi untuk pengobatan dalam bentuk amalgam gigi, termometer dan alat ukur tekanan darah. Penggunaan peralatan yang mengandung merkuri sangat erat paparan dan resikonya pada kelompok berisiko tinggi, yaitu anak-anak dan perempuan, karena keduanya adalah pekerja langsung serta pasien.

Ilustrasi - Penasehat Senior BaliFOkus/Nexus, Yuyun Ismawati mengatakan penggunaan dental amalgam yang mengandung merkuri bisa membahayakan para pekerja kesehatan, dokter gigi, perawat gigi, dan pasien khususnya ibu hamil dan anak-anak. foto/honestdocs.id

Amalgam merupakan bahan untuk menambal gigi yang merupakan campuran dari 50% merkuri, 22% perak, 14% timah, 8% tembaga, 6% logam lainnya.

Menurut Yuyun, meskipun Perjanjian Minamata tentang Merkuri hanya mengarahkan phase-donw untuk tambal gigi amalgam, tetapi semua negara diperbolehkan mengeluarkan peraturan yang lebih ketat. Indonesia sudah punya Rencana Aksi Nasional tentang pengendalian dampak merkuri terhadap kesehatan manusia yang dituangkan dalam Permenkes No 57 tahun 2016 dan diperkuat dengan Perpres No 21 tahun 2019. “Tidak ada alasan menunda penghapusan amalgam di Indoensia,” katanya.

Berdasarkan data BPS, pada tahun 2018 Indonesia mengimpor dental amalgam dengan HS-Code 284390 sebesar 8.850.000 kg dari berbagai negara senilai 2,1 juta USD. “Fakta ini mengkhawatirkan mengingat dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), amalgam sudah tidak dimasukkan sebagai pilihan yang bisa ditanggung pemerintah melalui JKN,” katanya.

Surat edaran Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alkes No HK 02.02/V/0720/2018 juga tidak menyarankan dan melarang penggunaan semua alat kesehatan mengandung merkuri di Rumah Sakit ataupun klinik pemerintah. Hal serupa tercantum pada Formularium Nasional yang hasil keputusan kementerian kesehatan No HK01.07/Menkes/659/2017. Selain mengimpor, pada tahun yang sama Indonesia juga mengekspor 1.600.000 kg merkuri sebagai amalgam, senilai 141.000 USD tetapi tidak ada ekspor sama sekali pada tahun sebelumnya.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan merkuri sebagai salah satu dari sepuluh bahan kimia utama yang menjasi berbahaya bagi kesehatan publik yang telah terbukti mengancam kesehatan terutama pada sistem saraf, hingga kekebalan tubuh.

Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI), dari Komisi Obat dan Alkes drg Ellin Karlina M Kes mengatakan PB PDGI telah lama tidak menggunakan dental amalgam, dengan adanya surat edaran Kementerian Kesehatan tentang Penghapusan Alat Kesehatan Bermerkuri termasuk dental Amalgam. “Diharapkan konsumen maupun praktisi kedokteran menghindari penggunaan tambalan bermerkuri,” katanya.

“Sebagai korban keracunan merkuri dari tambal gigi amalgam, saya menghimbau pemerintah untuk segera melarang total penggunaan amalagam di seluruh Indoensia. Untuk amalgam yang sudah ada di mulut, apabila hendak diganti harus ditangani oleh dokter gigi yang memiliki sertifikasi dan peralatan memadai,” ungkap Duyah Paramita salah satu pengguna dental amalgam yang telah mendapat masalah kesehatan akibat penggunaan dental amalgam.

Pada rentang waktu 20 tahun ini, Food and Drug Administration (FDA) menerima 141 kasus terkait amalgam yang mereka pakai sebagai bahan penambal gigi. Namun diantara keluhan tersebut, tidak ada yang berakibat pada kematian mendadak. Sekarang, penggunaan amalgam sudah mengalami pengurangan. Dokter gigi kebanyakan memilih dan merekomendasikan bahan komposit putih yang warnanya sama dengan gigi dan juga porselen.