LIPUTAN KHUSUS:
Atasi Polusi Jakarta, Tak Cukup dengan Ganjil Genap dan Lidah Mertua
Penulis : Redaksi Betahita
Menanggapi Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan yang merilis Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara, Juru kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu mengatakan, “Kami mengapresiasi instruksi Gubernur yang dikeluarkan bertepatan dengan sidang perdana gugatan warga tentang polusi udara Jakarta pada tanggal 1 Agustus 2019,†kata Bondan, Rabu 14
Lingkungan
Kamis, 15 Agustus 2019
Editor : Redaksi Betahita
Betahita.id – Menanggapi Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan yang merilis Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara, Juru kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu mengatakan, “Kami mengapresiasi instruksi Gubernur yang dikeluarkan bertepatan dengan sidang perdana gugatan warga tentang polusi udara Jakarta pada tanggal 1 Agustus 2019,†kata Bondan, Rabu 14 Agustus 2019.
Baca juga: Jakarta Jadi Kota dengan Polusi Tertinggi
Menurut Bondan, ini menunjukkan respons dari Gubernur DKI Jakarta mengenai polusi udara setelah mendapatkan banyak perhatian publik dan warganet. Instruksi Gubernur tersebut juga mengharuskan adanya monitoring dan pengendalian polusi udara dari pembangkit listrik.
Dalam Ingub ini, juga mewajibkan gedung, sekolah, dan fasilitas kesehatan yang dimiliki pemerintah daerah untuk melakukan transisi energi dari energi listrik ke energi surya, melalui pemasangan panel atap surya.
“Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait sejumlah langkah yang diambil Pemerintah DKI dalam mengatasi polusi udara,” katanya.
Dalam InGub ini juga akan memperluas kawasan ganjil genap, menerapkan congestion pricing di wilayah transportasi umum terintegrasi, mewajibkan uji emisi, memperluas trotoar bagi pejalan kaki, serta memonitor emisi dari pembangkit listrik yang merupakan sebagian saja dari upaya-upaya komprehensif yang harus dilakukan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam mengatasi masalah pencemaran udara.
Bondan menegaskan, ada hal lain yang perlu segera dilaksanakan, yaitu melakukan inventarisasi emisi secara berkala sebagai dasar kajian ilmiah untuk mengetahui sumber pencemaran udara Jakarta. Dengan demikian, kita bisa mengendalikan polusi langsung pada sumbernya dan solusi yang diambil juga akan lebih sistematis dan terukur.
Hal yang juga harus dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah menyediakan alat ukur kualitas udara yang memadai sehingga bisa mewakili luasan DKI Jakarta yang datanya bisa dengan mudah diakses oleh publik.
Selain itu, diperlukan sistem peringatan agar masyarakat bisa mempersiapkan diri untuk menghadapi kualitas udara yang buruk, seperti menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruang dan tidak melakukan olahraga saat kualitas udara sedang tidak sehat.
Sedangkan Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus memperketat baku mutu udara ambien nasional yang sudah tidak diperbaharui selama 20 tahun. Sebagai perbandingan, baku mutu udara ambien untuk konsentrasi PM 2.5 per hari menurut standar nasional adalah 65 ug/m3 sedangkan menurut WHO adalah 25 ug/m3. Ini berarti, standar nasional masih 3 kali lipat lebih lemah dibandingkan standar WHO.
Terlebih lagi, Gubernur DKI Jakarta memiliki kewenangan untuk menentukan standar baku mutu udara yang lebih baik dibandingkan standar nasional. Sebagai ibu kota negara, Jakarta harus memiliki standar kualitas udara yang lebih tinggi dibandingkan daerah lain.
Pada dokumen Ingub tersebut Anies Baswedan juga menyebutkan bahwa penanganan polusi tidak bisa hanya dilakukan oleh pihak tertentu saja.
“Di sini diperlukan dukungan dan kerja sama dengan wilayah-wilayah yang berbatasan dengan DKI Jakarta, seperti Banten dan Jawa Barat untuk merumuskan solusi bersama. Pemerintah Provinsi Banten dan Jawa Barat juga harus segera merespon masalah pencemaran udara ini,†tegas Bondan.
Pada awal Juli lalu, 31 warga mendaftarkan gugatan polusi udara Jakarta ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan tujuh tergugat, diantaranya, Presiden Republik Indonesia, Gubernur Jakarta, Gubernur Banten, Gubernur Jawa Barat. Untuk ikut memberikan dukungan atas gugatan ini, kunjungi laman akudanpolusi.org.
Anies Baswedan juga menyerukan penanaman tanaman lidah mertua sebagai salah satu upaya mengurangi polusi Jakarta. “Sebagai satu langkah untuk memilih tanaman yang lebih menyerap polusi bagus, tapi itu tidak cukup,” kata Manajer Kampanye dan Perkotaan Walhi Dwi Sawung kepada CNNIndonesia.com
Dwi Sawung mengatakan seharusnya Gubernur DKI Anies Baswedan menaruh perhatian utamanya atas sumber-sumber polusi. Selama sumber polusi itu dibiarkan, kata Sawung, langkah pengurangan polusi yang dilakukan Pemprov DKI akan terjadi sementara saja.
Berikut ketujuh strategi dalam Instruksi Gubernur, yang akan dijalankan perangkat daerah untuk memperbaiki kualitas udara Jakarta.
Pertama, memastikan tidak ada angkutan umum yang berusia di atas 10 tahun dan tidak lulus uji emisi beroperasi di jalan, serta menyelesaikan peremajaan seluruh angkutan umum melalui program Jak Linko pada tahun 2020.
Kedua, perluasan kebijakan ganjil genap sepanjang musim kemarau dan peningkatan tarif parkir di wilayah yang terlayani angkutan umum massal mulai tahun 2019, serta penerapan kebijakan congestion pricing yang dikaitkan dengan pengendalian kualitas udara pada 2021.
Ketiga, memperketat ketentuan uji emisi bagi seluruh kendaraan pribadi mulai tahun 2019 dan memastikan tidak ada kendaraan pribadi berusia lebih dari 10 tahun yang dapat beroperasi di wilayah DKI Jakarta pada 2025.
Keempat, mendorong peralihan ke moda transportasi umum dan meningkatkan kenyamanan berjalan kaki melalui percepatan pembangunan fasilitas pejalan kaki di 25 ruas jalan protokol, arteri, dan penghubung ke angkutan umum massal pada 2020
Kelima, memperketat pengendalian terhadap sumber penghasil polutan tidak bergerak khususnya pada cerobong industri aktif yang menghasilkan polutan melebihi nilai maksimum baku mutu emisi yang berada di wilayah DKI Jakarta mulai tahun 2019.
Keenam, mengoptimasikan penghijauan pada sarana dan prasarana publik dengan mengadakan tanaman berdaya serap polutan tinggi mulai tahun 2019, serta mendorong adopsi prinsip green buiding oleh seluruh gedung melalui penerapan insentif dan disinsentif.
Ketujuh, merintis peralihan ke energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dengan menginstalasi solar panel rooftop pada seluruh gedung sekolah, gedung pemerintah daerah, dan fasilitas kesehatan milik pemerintah daerah.