LIPUTAN KHUSUS:
1 Juta Hektare Sawit Serobot Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut
Penulis : Redaksi Betahita
Hasil analisis spasial tumpang susun perizinan di wilayah Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) Revisi XV oleh Yayasan Madani Berkelanjutan menemukan 1.001.474,07 hektare perkebunan sawit milik 724 perusahaan berada di area hutan primer dan lahan gambut yang tersebar di 24 propinsi. Ada 384 perusahaan dengan luas 540.822 hektare berada di lahan gambut, 102 perusahaan
Agraria
Rabu, 11 September 2019
Editor : Redaksi Betahita
Betahita.id – Hasil analisis spasial tumpang susun perizinan di wilayah Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) Revisi XV oleh Yayasan Madani Berkelanjutan menemukan 1.001.474,07 hektare perkebunan sawit milik 724 perusahaan berada di area hutan primer dan lahan gambut yang tersebar di 24 propinsi.
Ada 384 perusahaan dengan luas 540.822 hektare berada di lahan gambut, 102 perusahaan dengan luas 237.928 hektare berada di hutan primer, dan ada 238 perusahaan dengan total luas 222.723 hektare berada di kawasan hutan.
Dan dari jumlah tersebut, hampir separuhnya (333 perusahaan) dengan luas 506.333 hektare berada di tujuh provinsi prioritas restorasi gambut.
“Peninjauan perizinan terhadap 1 juta hektare kebun sawit di kawasan hutan primer dan kawasan gambut tersebut mendesak dilakukan karena merupakan kunci pencapaian komitmen iklim Indonesia dan sebagai wujud konsistensi pemerintah dalam memperbaiki tata kelola hutan dan lahan,†ujar Muhammad Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, di Jakarta, Selasa, 10 September 2019.
“Terhadap keberadaan perkebunan sawit 1 juta hektare di kawasan hutan primer dan kawasan gambut ini adalah tantangan bagi tim kerja moratorium sawit untuk menyelesaikan dan mencari solusi terbaiknya,†kata Achmad Surambo, Deputi Direktur Sawit Watch.
“Selama satu tahun ini tim kerja moratorium sawit masih melakukan persiapan baseline data. Padahal sudah banyak data yang dimiliki oleh kementerian/lembaga terkait. Konsolidasi data yang memakan waktu lama menunjukkan bahwa koordinasi antar kementerian/lembaga masih kurang baik. Sangat disayangkan waktu satu tahun dihabiskan hanya untuk persiapan data, mengingat Inpres moratorium sawit ini hanya berumur tiga tahun,†kata Achmad Surambo.
“Terkait temuan Madani bahwa ada 1 juta hektare sawit berada di dalam PIPPIB Revisi XV patut diduga ada konflik tenurial di dalamnya. Sawit Watch mencatat, hingga 2019 terdapat 822 komunitas berkonflik dengan perkebunan sawit,†sambung Achmad Surambo.
Dalam analisis Greenpeace masih ada wilayah seluas 33,3 juta hektare tutupan hutan alam primer dan 6,5 juta lahan gambut yang belum terlindungi di luar peta moratorium dan di luar kawasan hutan lindung dan konservasi, sementara wilayah moratorium masih terancam dengan keberadaan konsensi perusahaan termasuk ijin perkebunan sawit.
“Satu juta hektare konsesi sawit dalam hutan alam primer dan lahan gambut adalah ujian nyata bagaimana moratorium permanen dijalankan. Dengan mencabut izin tersebut pemerintah menunjukkan keseriusan untuk melindungi hutan dan lahan gambut tersisa dan bukan sekedar propaganda,†kata Arie Rompas, Forest Campaigner Team Leader, Greenpeace Indonesia.
Sebelumnya pemerintah juga telah mengeluarkan 4,5 juta hektare hutan alam primer dan lahan gambut selama moratorium hutan di mana 1,6 juta hektare telah diberikan izin untuk perkebunan kelapa sawit, kayu pulp, penebangan hutan dan pertambangan. Jika izin-izin ini tidak dievaluasi dan dicabut maka hal yang sama akan terjadi pada 1 juta hektare sawit di hutan alam primer dan lahan gambut tersebut.