LIPUTAN KHUSUS:
Anggota DPR: Ada Upaya Memaksakan Pengesahan RUU Minerba
Penulis : Redaksi Betahita
Adanya upaya-upaya untuk memaksakan pengesahan RUU Minerba menjadi undang-undang pada periode jabatan DPR RI 2014-2019.
Tambang
Senin, 30 September 2019
Editor : Redaksi Betahita
Betahita.id – Anggota Komisi VII DPR RI, Ramson Siagian mengakui, adanya upaya-upaya untuk memaksakan pengesahan RUU Minerba menjadi undang-undang pada periode jabatan DPR RI 2014-2019. Hal tersebut menurut Ramson berpotensi melanggar UU tentang Pembetukan UU. Karena, kata Ramson, suatu UU dapat disahkan apabila proses pembuatan UU atau produk hukum itu sesuai dengan UU.
“Memang faktanya, ada upaya upaya yang mau memaksakan pengesahan RUU Minerba menjadi UU pada periode yang tinggal 2 hari kerja ini. Sehingga ada potensi melanggar UU pembentukan UU,” kata Ramson, Jumat (27/9/2019).
Ramson menambahkan, selain mengenai prosedur dan proses pengesahan yang belum terpenuhi. Terdapat hal lain yang perlu dijadikan pertimbangan. Yakni mengenai masalah substansi RUU Minerba yang harus disesuaikan dengan amanat UUD 45, dalam hal ini pasal 33. Sehingga menurut Ramson, hal tersebut membutuhkan waktu lebih untuk membahas RUU Minerba bersama perwakilan pemerintah.
“Kami dari Poksi VII Gerindra, dan sesuai arahan pimpinan, dengan tegas menolak pembahasan RUU Minerba yg dipaksakan di periode 2014-2019 ini yang tinggal 2 hari kerja. Apalagi kalau rencana penetapannya tidak sesuai dengan mekanisme pembuatan UU.”
Sebelumnya, Rabu (25/9/2019), Kementerian ESDM yang diwakili oleh Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syarahrial dan sejumlah pejabat lainnya, melakukan pertemuan dengan Komisi VII DPR RI. Pertemuan ini disebut-sebut dilaksanakan dalam rangka penyerahan DIM RUU Minerba dari pemerintah kepada DPR RI. Pertemuan ini menuai respon negatif dari para pemerhati dan aktivis lingkungan hidup, karena DIM RUU Minerba dimaksud dianggap bermasalah.
DIM Yang Diserahkan Pemerintah Tidak Sah
Ramson Siagian mengakui adanya rapat pertemuan antara Komisi VII DPR RI dengan sejumlah eselon I Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dilaksanakan pada Rabu (25/9/2019) pekan lalu. Meski dalam pertemuan tersebut ada DIM yang diserahkan pemerintah melalui Sekjen ESDM, namun menurut Ramson DIM itu bukanlah DIM yang sah. Melainkan baru sekedar draft DIM. Dikarenakan belum ada kesepakatan atau keputusan tentang DIM dari pemerintah.
“Kemarin memang ada rapat (RDP) antara Komisi VII dengan eselon-eselon I ESDM dan yang lain. Yang menurut berita, baik di grup Komisi VII dan juga online disebut penyerahan DIM. Tapi saya WA (whatsapp) Sekjen ESDM bahwa pemerintah belum ada kesepakatan/keputusan tentang DIM dari Pemerintah. Artinya yang diajukan baru bersifat draft DIM dari pemerintah. Belum DIM yang sah dari Pemerintah.”
Lebih lanjut Ramson menjelaskan, menurut mekanismenya, DIM dapat dikatakan sah apabila telah dilakukan rapat kerja (Raker) penyerahan DIM secara sah oleh pemerintah yang diwakili oleh Menteri terkait yang ditugaskan oleh Presiden RI kepada Komisi VII.
“Baru itu sah sebagai penyerahan DIM Pemerintah. Dan selanjutnya baru diadakan raker antara Komisi VII DPR dengan pemerintah yang diwakili Menteri untuk membahas, menyisir DIM yang diajukan secara sah oleh pemerintah tersebut. Tapi Rabu (25/9/2019) kemaren, belum ada raker resmi dengan pemerintah.”
Sehingga pada pertemuan Rabu pekan lalu panitia kerja (Panja) RUU Minerba juga belum dapat dibentuk. Karena menurut aturan, Panja RUU Minerba merupakan gabungan antara fraksi-fraksi di Komisi VII dengan perwakilan pemerintah.
“Kalau ada yang mengatakan bahwa sudah dibentuk Panja RUU Minerba, itu tidak sah. Karena belum ada gabungan anggota fraksi-fraksi di Komisi VII bersama perwakilan pemerintah. Kalau Panja hanya dari Komisi VII, itu bisa, kalau Panja untuk fungsi pengawasan.”
APBI: Lebih Cepat Lebih Baik
Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) mengharapkan polemik soal Rancangan Undang-Undang tentang Mineral dan Batubara (RUU Minerba) dapat diselesaikan dengan baik oleh pemerintah. RUU Minerba diharapkan dapat segera dibahas dan disahkan. Terutama agar para pengusaha pertambangan bisa mendapat kepastian usaha.
Baca Juga: Diduga Sarat Kepentingan, Pembahasan RUU Minerba Harus Dihentikan
Direktur Eksekutif APBI, Hendra Sinadia menuturkan, pihaknya menyerahkan persoalan penundaan pembahasan dan pengesahan RUU Minerba kepada pemerintah. Meski begitu pihaknya juga berharap RUU dimaksud dapat segera disahkan.
Terutama agar para pengusaha bisa mendapat gambaran mengenai kepastian usaha yang dinanti para pemegang Perjanjian Kerjasama Pertambangan Batu Bara (PKP2B). Baik yang masa berlaku izinnya sudah berakhir maupun bagi para pemegang izin yang akan segera berakhir.
“Ya kita serahkan kepada pemerintah. Tapi semakin cepat (pengesahan RUU Minerba) semakin baik. Karena dalam hal berinvestasi, kita butuh kepastian. Apalagi butuh waktu yang tidak sedikit untuk mempersiapkan segala kebutuhan dalam perencanaan investasi,” kata Hendra Sinadia, Senin (30/9/2019).
Menurut Hendra, penerapan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara sebenarnya tidak melanggar undang-undang. Sehingga masih bisa digunakan sebagai dasar hukum untuk memberi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) kepada para pemegang perjanjian kerjasama pertambangan batu bara (PKP2B) dan kontrak karya (KK) yang masa berlakunya sudah dan akan berakhir dalam waktu dekat.
“Saya pikir revisi PP. Nomor 23 itu sebenarnya masih bisa digunakan. Hanya tinggal disempurnakan. Karena para pengusaha juga gelisah dan galau, kapan ada kepastian. Kalau menunggu RUU Minerba itu disahkan, kita tidak tahu sampai kapan.”
Hendra menambahkan, sejauh ini pemerintah dan DPR RI belum pernah melibatkan APBI maupun para pengusaha tambang dalam pembahasan RUU Minerba. Padahal, menurut pandangannya, pembahasan RUU Minerba semestinya juga melibatkan para pengusaha pertambangan. Karena para pengusaha juga berkepentingan dalam mendorong perekonomian negara yang bersumber dari pengelolaan sumber daya alam, khususnya dari sektor pertambangan.
“Bukan hanya melibatkan. Tapi seharusnya juga mendengar apa keinginan para pengusaha. Soal banyak pasal dalam RUU itu menguntungkan para pengusaha, ya seharusnya memang begitu. Bagaimana kita akan berminat untuk berinvestasi kalau isi RUU itu tidak menguntungkan bagi para pengusaha? Apalagi khususnya batu bara ini kan para pengusahanya dari dalam negeri, masa tidak didukung?”