LIPUTAN KHUSUS:

Pesan Greenpeace untuk Presiden Jokowi


Penulis : Redaksi Betahita

Dua buah spanduk raksasa bertuliskan “Orang Baik pilih Energi Baik” dibentang oleh Greenpeace Indonesia di dua patung ikonik Jakarta, patung selamat datang di Bunderan HI dan patung Pancoran. Arie Rompas, juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia mengatakan pesan dalam spanduk tersebut ditujukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang baru saja dilantik untuk periode kedua pada

Lingkungan

Sabtu, 26 Oktober 2019

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Dua buah spanduk raksasa bertuliskan “Orang Baik pilih Energi Baik” dibentang oleh Greenpeace Indonesia di dua patung ikonik Jakarta, patung selamat datang di Bunderan HI dan patung Pancoran.

Arie Rompas, juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia mengatakan pesan dalam spanduk tersebut ditujukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang baru saja dilantik untuk periode kedua pada 20 Oktober 2019.

Baca juga: Soal Sampah Plastik, Greenpeace: Perusahaan Multinasional Menjalankan Solusi Palsu

Menurut Arie, dua pesan utama tersebut menyerukan kegentingan untuk meninggalkan energi kotor seperti batu bara dan melakukan penyelamatan hutan. Menurut Greenpeace dua sektor utama yaitu energi dan hutan harus menjadi perhatian khusus bagi Presiden Jokowi dan kabinet barunya, jika ingin benar-benar mengatasi dan memukul mundur krisis iklim.

Aksi Greenpeace Lawan Perusak Hutan/foto: Greenpeace Indonesia

“Tahun 2015, Presiden Jokowi berjanji menuntaskan kebakaran hutan dan lahan dalam kurun waktu tiga tahun. Ini sudah memasuki periode kedua, namun kebakaran hutan tahunan masih gagal dihentikan,” kata Arie dalam siaran pers yang diterima Betahita.id

Indonesia sebagai negara kepulauan sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Kenaikan muka air laut, kekeringan ekstrim, banjir bandang, gagal panen, badai tropis, hingga polusi udara adalah hal-hal yang akan menjadi kondisi normal baru di Indonesia, jika perubahan iklim tidak diatasi dengan serius.

Angka deforestasi berdasarkan data pemerintah tahun 2014-2018 mencapai 3 juta hektar, dengan laju deforestasi mencapai 600 ribu hektare per tahun. Sementara energi fosil khususnya batu bara masih mendominasi bauran energi nasional yaitu sebesar 58%, sehingga menghambat laju peralihan menuju energi terbarukan.

Deforestasi dan penggunaan bahan bakar fosil secara masif merupakan penyebab emisi gas rumah kaca terbesar di Indonesia. Padahal, Indonesia ikut meratifikasi Kesepakatan Paris, dan telah berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon sebesar 29%, atau 41% dengan bantuan internasional pada 2030.

Analisis Greenpeace Indonesia menggunakan data resmi pemerintah yakni data burn scar (bekas kebakaran) menunjukkan bahwa lebih dari 3,4 juta hektar lahan terbakar antara 2015 dan 2018. Konsesi perusahaan dengan total areal terbakar terbesar yang didominasi oleh perkebunan sawit dan bubur kertas, belum diberikan sanksi perdata maupun sanksi administrasi secara konkret.

“Janji penegakan hukum masih tidak tegas dan inkonsisten, sehingga para perusak hutan belum tersentuh hukum,” kata Arie.

“Sementara Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015- 2019 mengamanatkan pengurangan produksi batu bara secara bertahap, Pemerintahan Jokowi periode pertama malah menggenjot produksi batu bara hingga mencapai lebih dari 500 juta ton di 2019,” kata Tata Mustasya, Juru kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia.

“Jika ingin serius berkomitmen melawan krisis iklim, Pemerintahan Jokowi harus segera beralih kepada pemanfaatan energi terbarukan, energi baik yang aman dan bersih bagi lingkungan dan juga masyarakat, dan baik bagi perekonomian dan masa depan Indonesia,” kata Tata.

Salah satu kasus korupsi yang berhasil diungkap KPK adalah korupsi PLTU Riau 1 yang melibatkan politisi Golkar dan Menteri Sosial Idrus Marham.

“Oligarki batu bara merupakan potret sempurna dari reformasi yang dikorupsi. Elite politik menggunakan reformasi untuk melakukan korupsi politik di bisnis batu bara, baik di hulu maupun hilir. Salah satu langkah konkret yang harus dilakukan Jokowi hari ini adalah membersihkan kabinetnya dari oligarki batu bara,” kata Tata.

Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta menilai aksi Greenpeace ditujukan untuk dunia. “Pesan itu pesan pada dunia, bukan hanya pada Jakarta, bukan hanya pada Indonesia, tapi ya itu pesan kepada kemanusiaan,” ujar Anies di Balai Kota DKI Jakarta, seperti dikutip Kompas.com Rabu 23 Oktober 2019.

Aktivis Greenpeace menduduki kilang minyak sawit milik Wilmar di Bitung, Sulawesi Utara sebagai bagian dari kampanye anti sawit merusak hutan /foto:greenpeace

Aktivis Greenpeace menduduki kilang minyak sawit milik Wilmar di Bitung, Sulawesi Utara sebagai bagian dari kampanye anti sawit merusak hutan /foto:greenpeace

Tahun lalu, tepatnya pada bulan September, seperti diberitakan The Independent, aktivis Greenpeace menduduki fasilitas pemrosesan kelapa sawit milik Wilmar International di Sulawesi dan menulis “DIRTY” di tangki penyimpanan.

Tak lama setelah itu, Greenpeace kembali beraksi. Enam aktivis lintas negara menaiki kapal kargo Stolt Tenacity sepanjang 185 meter yang membawa produk minyak sawit milik Wilmar. Di kapal, mereka membentangkan spanduk bertuliskan “Save our Rainforest” serta “Drop Dirty Palm Oil.” Mereka kemudian ditangkap pihak berwenang.

Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor angkat bicara soal aksi yang dilakukan oleh enam aktivis Greenpeace di perairan Teluk Cadiz, di dekat Spanyol.

Tumanggor menjelaskan bahwa kapal tersebut dimiliki oleh pihak ketiga, dan bukan bagian dari Wilmar Group. “Jadi kami tidak memberikan komentar apapun soal itu,” kata dia, saat dihubungi di Jakarta, seperti dimuat Tempo, Senin, 19 November 2018. Ia juga menjelaskan bahwa sampai saat ini minyak tersebut memang masih berada di atas Kapal Stolt Tenacity karena tertahan di laut.

“Wilmar sangat kecewa terhadap Greenpeace yang masih mengedepankan aksi berbahaya di muka publik ketimbang kerjasama yang bersifat membangun dengan pemangku kepentingan di industri kelapa sawit, termasuk Wilmar,” kata Ravin Trapshah selaku Sustainability Communications Wilmar dalam keterangan resmi yang diterima MedanBisnis, Selasa (20/11/2018) .
Sawit, kata Ravin, mampu memproduksi sepuluh kali lipat lebih banyak minyak nabati per hektare per tahun jika dibandingkan dengan kedelai. Ravin mengingatkan bahwa kampanye negatif terhadap industri minyak sawit justru dapat mengakibatkan deforestasi yang lebih besar secara global melalui perluasan lahan komoditas sumber minyak nabati lainnya.