LIPUTAN KHUSUS:

Jokowi Diminta Investigasi Kasus Impor Limbah Sampah


Penulis : Redaksi Betahita

Presiden Jokowi diminta memerintahkan jajarannya untuk melakukan investigasi terhadap kasus impor limbah. Pengelolaan impor limbah di Indonesia dianggap mengkhawatirkan dan tidak terkendali. Baca juga: Perketat Impor Sampah Plastik dan Kontaminannya Penasehat Senior BaliFokus/Nexus, Yuyun Ismawati mengungkapkan, masalah impor limbah ini hanya dapat diselesaikan pemerintah, misalnya mengekspor kembali sampah ilegal yang ada di Indonesia ke

Sampah

Kamis, 07 November 2019

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Presiden Jokowi diminta memerintahkan jajarannya untuk melakukan investigasi terhadap kasus impor limbah. Pengelolaan impor limbah di Indonesia dianggap mengkhawatirkan dan tidak terkendali.

Baca juga: Perketat Impor Sampah Plastik dan Kontaminannya

Penasehat Senior BaliFokus/Nexus, Yuyun Ismawati mengungkapkan, masalah impor limbah ini hanya dapat diselesaikan pemerintah, misalnya mengekspor kembali sampah ilegal yang ada di Indonesia ke negara pengirim. Ke depan, pemerintah juga perlu menerbitkan kebijakan yang melarang impor limbah (sampah) seperti yang dilakukan Cina.

Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang mengawasi perdagangan limbah, seperti Basel Action Network (BAN), Ecoton, Walhi, dan Nexus3. Organisasi masyarakat sipil yang fokus terhadap isu lingkungan hidup itu menyoroti pengiriman limbah ilegal dan terkontaminasi yang masuk Indonesia.

Sebanyak 1.262 sampai 1.380 kontainer yang berisi sampah plastik dan kertas dari negara maju. Sampah tersebut dikirim dengan dalih sebagai bahan baku industri di Tanah Air. doc Balifokus

Pekan lalu para aktivis mengungkapkan bahwa banyak pengiriman limbah ilegal dan terkontaminasi yang dijanjikan pemerintah untuk dikirim kembali ke Amerika Serikat malah diekspor lagi ke India, Vietnam, Thailand, Meksiko, Belanda, Kanada, dan Korea Selatan.

“Di bawah Konvensi Basel, Indonesia seharusnya mengambil kendali ketat atas ekspor ulang pengiriman limbah ilegal,” kata Yuyun Rabu, 6 November 2019.

Sebanyak 1.262 sampai 1.380 kontainer yang berisi sampah plastik dan kertas dari negara maju. Sampah tersebut dikirim dengan dalih sebagai bahan baku industri di Tanah Air. doc Balifokus

Kata Yuyun, kenyataannya, tidak hanya pemerintah melanggar janji untuk mengembalikan mereka ke negara asal, “tampaknya mereka gagal memberi tahu pemerintah negara penerima atau gagal memastikan bahwa peti kemas yang dikirim ke negara yang menjadi tujuan pengalihan akan dikelola dengan cara yang ramah lingkungan seperti yang disyaratkan oleh Konvensi Basel,” ungkapnya

Ada 5 hal yang perlu dilakukan pemerintah dalam mengekspor kembali limbah plastik ke negara penerima. Pertama, memberi tahu pemerintah negara penerima tentang pengiriman peti kemas yang direekspor termasuk gambaran tentang limbah yang terkontaminasi di dalamnya.

Kedua, bekerja dengan negara asal untuk meminta mereka mengambil kembali limbah untuk diolah dengan cara-cara yang berwawasan lingkungan, atau untuk memastikan pengelolaan tersebut di negara yang dialihkan.

Ketiga, menerima persetujuan dari negara pengimpor sebelum reekspor dilakukan. Keempat, memastikan di negara pengimpor, bahwa fasilitas penerima diketahui dan dikenal sebagai fasilitas daur ulang atau pembuangan yang berwawasan lingkungan.

Kelima, secara pidana menuntut pihak yang terlibat dalam perdagangan limbah ini jika gerakan mereka dan pengelolaan akhir, tidak sesuai dengan kewajiban Konvensi.

Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati mendesak Presiden Jokowi untuk melakukan investigasi terhadap praktik impor limbah. “Kami menyerukan kepada Presiden untuk mencabut izin pencemar dan memberlakukan larangan total impor limbah,” katanya.

Peneliti Ecoton Daru Setyo Rini memaparkan limbah yang dikirim ke Indonesia itu sampai ke berbagai daerah, sehingga menumpuk dan sebagian besar dibakar. Limbah yang berasal dari Amerika Serikat, Eropa, dan Australia itu sebagian berupa plastik, kertas, dan elektronik. “Cina melarang barang-barang ini karena suatu alasan. Kita seharusnya melakukan hal yang sama,” katanya.

Dalam mengurai persoalan impor limbah ini, Koalisi merekomendasikan pemerintah untuk melakukan 7 hal. Pertama, segera memastikan limbah impor ilegal yang sudah dikirim ke Indonesia dikirim kembali ke negara asal sesuai dengan aturan konvensi Basel.

Kedua, mengadopsi pembatasan impor yang sama seperti Cina untuk memastikan Indonesia tidak dilihat sebagai tempat sampah global baru.

Ketiga, pengiriman yang dialihkan melanggar perintah pemerintah dan ilegal serta dapat dikatakan sebagai penipuan. Tindakan tersebut harus dibawa ke pengadilan dan dikomunikasikan kepada negara-negara yang menjadi korban.

Keempat, pemerintah harus meminta surat pengiriman asli yang menyertai pengiriman nomor kontainer tersebut (Bill of Ladings). Dokumen ini dapat diperoleh dari jalur pelayaran yang terlibat ataupun dari perusahaan yang melakukan reekspor.

Doc Balifokus

Kelima, dokumen notififikasi dan tagihan muatan ekspor ulang perlu diumumkan kepada publik untuk memastikan transparansi.

Keenam, otoritas berkompeten di negara asal (Konvensi Basel atau yang setara) serta masyarakat umum (diunggah di laman) perlu diinformasikan pada saat ekspor nomor peti kemas, kapal, dan rute, serta jadwal kedatangan (Estimated Time Arrival/ETA) pengembalian peti kemas.

Ketujuh, komite pemantau independen harus segera dibentuk untuk memastikan impor/ekspor limbah dan reekspor mematuhi semua peraturan dan perintah pemerintah.

Banjirnya produk sampah plastik ini juga terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018. Data menunjukkan peningkatan impor sampah plastik Indonesia sebesar 141 persen atau menjadi 283.152 ton. Jumlah itu merupakan puncak tertinggi impor sampah plastik selama 10 tahun terakhir. Padahal, impor sampah plastik Indonesia sekitar 124.433 ton pada 2013. Selain itu, peningkatan impor sampah plastik ini tidak diikuti dengan ekspor yang justru menurun 48 persen menjadi 98.450 ton pada 2018.

gilang helindro

Sebanyak 1.262 sampai 1.380 kontainer yang berisi sampah plastik dan kertas dari negara maju. Sampah tersebut dikirim dengan dalih sebagai bahan baku industri di Tanah Air. doc Balifokus

Baru-baru ini, pemerintah menemukan setidaknya 16 kontainer barang impor yang memuat sampah plastik di Surabaya dan Batam. Karena itu, pemerintah berencana melakukan reekspor atau pengembalian sampah plastik ke negara-negara pengirim.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK), Siti Nurbaya menegaskan pihaknya akan menindak tegas impor sampah plastik ilegal tersebut sekaligus menetapkan sanksi bagi pelanggarnya. “Sampah yang masuk ke Indonesia, yang ada plastik itu, pasti tidak legal. Pada dasarnya ketentuannya ada, oleh karena itu kita akan melakukan reekspor,” kata Siti di Jakarta, Senin (10/6/2019) lalu.

Bahkan, Siti menyatakan masuknya sampah-sampah plastik secara ilegal ke Indonesia sebenarnya bukan baru pertama terjadi. Sebelumnya, Indonesia juga sempat melakukan reekspor puluhan kontainer pada 2015-2016. “Langkah-langkahnya (reekspor) sudah bisa dilakukan. Hari ini akan dirapatkan di tingkat Dirjen. Pasti kita akan rapat dengan Bea Cukai, Menko Ekuin (Menteri Koordinator Bidang Perekonomian) dan (Menteri) Perdagangan,” ujarnya.