LIPUTAN KHUSUS:
Damar Pilau, Pohon Langka Produsen Resin Ini Tak Lagi Dilindungi
Penulis : Redaksi Betahita
Agathis borneensis atau Damar pilau jadi salah satu dari 10 jenis tumbuhan yang dikeluarkan dari daftar tumbuhan yang dilindungi.
Biodiversitas
Selasa, 24 Maret 2020
Editor : Redaksi Betahita
BETAHITA.ID - Agathis borneensis atau Damar pilau jadi salah satu dari 10 jenis tumbuhan yang dikeluarkan dari daftar tumbuhan yang dilindungi. Padahal sebagai penghasil resin, tumbuhan ini keberadaannya memberikan manfaat ekonomi yang tinggi bagi masyarakat. Tak hanya itu kondisinya saat ini juga terancam.
Dalam IUCN Redlist, Agathis borneensis atau Damar pilau berstatus endagered atau terancam punah. Tren populasinya saat ini menunjukkan suatu penurunan. Penyebab utamanya adalah deforestasi atau pembabatan hutan dan eksploitasi yang berlebihan. Terutama yang terjadi beberapa dekade terakhir di Kalimantan dan Sumatera.
Baca juga: Upan, Endemik Kalimantan yang Masuk 10 Tanaman Terancam Permen Siti
Di Indonesia, keberadaannya Damar pilau tersebar di Kalimantan dan Sumatera. Tidak ada jumlah pasti mengenai populasi tumbuhan ini. Namun data kelimpahan potensi kayu yang dipublikasikan Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan (KLHK) menunjukkan terjadinya penurunan. Pada 2016 potensi kayu Damar pilau sebesar 25.206,72 meter kubik dan pada 2017 berjumlah 17.266,49 meter kubik.
Eksploitasi Damar pilau tinggi terjadi lantaran baik kayu maupun resin getah Damar pilau memiliki nilai ekonomis tinggi dan diperdagangkan secara komersil, bahkan di pasar internasional. Damar pilau termasuk jenis kayu komersial satu berdasarkan status Kepmenhut No. 163/Kptsll/2003 dan saat ini menjadi kayu perdagangan Kelas Komersial Indah II.
IUCN memperkirakan, sejak pertengahan 1960 lalu, setengah dari populasi Damar pilau di Kalimantan telah hilang. Diduga terjadi akibat degradasi habitat. Khususnya yang berada di luar cagar alam dan kawasan lindung lainnya.
Dalam Cites (Convenstion on International Trade in Endangered Species) of Wild Fauna and Flora, Agathis borneensis juga masuk dalam kategori apendiks I. Spesies tumbuhan atau satwa liar yang masuk dalam apendiks I dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional. Spesies yang dimasukkan ke dalam kategori ini adalah spesies yang terancam punah bila perdagangan tidak dihentikan. Perdagangan spesimen dari spesies yang ditangkap di alam bebas adalah ilegal (diizinkan hanya dalam keadaan luar biasa).
Satwa dan tumbuhan yang termasuk dalam daftar Apendiks I, namun merupakan hasil penangkaran atau budidaya dianggap sebagai spesimen dari Apendiks II dengan beberapa persyaratan. Otoritas pengelola dari negara pengekspor harus melaporkan non-detriment finding berupa bukti bahwa ekspor spesimen dari spesies tersebut tidak merugikan populasi di alam bebas. Setiap perdagangan spesies dalam Apendiks I memerlukan izin ekspor impor. Otoritas pengelola dari negara pengekspor diharuskan memeriksa izin impor yang dimiliki pedagang, dan memastikan negara pengimpor dapat memelihara spesimen tersebut dengan layak.
Regenerasi Damar pilau di hutan alam juga diragukan akan cukup untuk mengembalikan populasi yang telah hilang. Karena deforestasi dan degradasi habitat juga menyebabkan penurunan lebih lanjut terhadap tumbuhan muda yang akan menggantikan tumbuhan yang telah ditebang.
Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Sutedjo menganggap, keberadaan Agathis borneensis saat ini sangat rentan. Karena tumbuhan ini di hutan alam memang cenderung sedikit dibanding tumbuhan lain.
"Agathis ini bukan populasinya banyak dan secara alamiah tergolong minoritas di hutan alam. Jadi sebenarnya kalau pernah dijadikan sasaran eksploitasi itu juga sebenarnya bukan majority dieksploitasi. Tapi memang jumlahnya tidak banyak. Menjadi sangat rentan menurut saya," kata Sutedjo, Senin (16/3/2020).
Diakui Sutedjo, kayu Agathis borneensis memang berkualitas baik, namun terlepas dari kualitas kayu tersebut Agathis borneensis memiliki kelebihan lain yang tak kalah bernilai. Yakni sebagai penghasil damar atau resin.
Meski Agathis borneensis tidak banyak dieksploitasi, namun bila tidak ada penanaman kembali niscaya tumbuhan ini akan tetap habis di hutan alam. Khususnya dikarenakan alih fungsi lahan untuk kepentingan sektor lain.
"Kayunya memang bagus. Tapi kan punya nilai lain juga damarnya itu. Di alam juga tidak termasuk mayoritas, dan juga biar diambilnya (ditebang) tidak banyak, lama-lama juga tidak ada kalau tidak ditanam lagi. Sekarang kan banyak konversi lahan untuk kepentingan non hutan."
Damar pilau sebelumnya sempat mendapat perlindungan hukum. Tumbuhan ini masuk dalam daftar jenis tumbuhan yang dilindungi dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Kehutanan (PermenLHK) Nomor P.20 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi.
Namun status dilindunginya tersebut hanya bertahan beberapa bulan saja. Bersama 9 jenis tumbuhan lainnya, Damar pilau dikeluarkan dari daftar jenis tumbuhan dilindungi berdasarkan PermenLHK Nomor P.106 Tahun 2018.