LIPUTAN KHUSUS:

Walhi: Usut Tuntas Konflik Lahan Petani Vs Kebun Sawit di Lahat


Penulis : Redaksi Betahita

Pegiat lingkungan menuntut polisi mengusut tuntas bentrok antara warga dan perkebunan sawit Pt Arta Prigel di Lahat, yang menewaskan 2 petani.

Agraria

Rabu, 25 Maret 2020

Editor : Redaksi Betahita

BETAHITA.ID -  Satu tersangka telah ditetapkan dalam kasus penikaman dan pembacokan warga yang terjadi dalam konflik sengketa lahan antara warga Desa Pagar Batu dengan perusahaan perkebunan sawit PT Arta Prigel, di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan (Sumsel). Namun, sejumlah pihak masih merasa belum puas dan meminta agar kasus ini bisa diusut hingga tuntas.

Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sumsel, Hairul Sobri mengatakan, ada dugaan manipulasi fakta dalam pengusutan kasus konflik berdarah PT Arta Prigel dengan warga Desa Pagar Batu. Karena, berdasarkan hasil investigasi awal di lapangan dan penggalian informasi kesaksian warga, pihaknya menduga tersangka penikaman dan pembacokan sejumlah petani merupakan preman yang memang dikondisikan untuk insiden ini.

Baca juga: Konflik Lahan dengan Perkebunan Sawit di Lahat, 2 Petani Tewas

"Warga mengidentifikasi hanya ada 8 orang keamanan perusahaan lama yang dikenal warga, dari total sekitar 40 orang keamanan perusahaan yang ada di lokasi kejadian. Hal ini terlihat juga dari seragam dan perlengkapan senjata yang digunakan, keamanan perusahaan lama bersenjatakan sangkur sedangkan keamanan perusahaan baru bersenjatakan belati/kuduk yang diselipkan di pinggang," kata Sobri, Rabu (25/3/2020).

Tangkapan layar video konflik lahan warga Desa Pagar Batu, Kabupaten Lahat dengan PT Arta Prigel. Video diambil sebelum peristiwa berdarah menewaskan dua warga desa terjadi, Sabtu, 21 Maret 2020 lalu./Sumber: Istimewa

Menurut warga yang ada di lokasi dan menyaksikan peristiwa penganiayaan tersebut, lanjut Sobri, diketahui bahwa korban meninggal dan luka-luka itu disebabkan oleh senjata tajam jenis pisau atau biasa disebut kuduk dalam bahasa lokal. Temuan lainnya adalah pada peristiwa hilangnya nyawa korban dan adanya warga yang luka-luka adalah disebabkan oleh pengeroyokan, bukan akibat bentrok.

"Pelaku pengeroyokan lebih dari satu orang, semua pelaku pengeroyokan adalah dari pihak perusahaan. Sehingga patut diduga bahwa keterangan perbuatan tersangka yang ditangkap, dan keterangan humas perusahaan yang menyatakan tindakan tersangka sebagai upaya bela diri dari kepungan warga adalah keterangan tidak benar!"

Lebih lanjut Sobri mengungkapkan, keterangan pada konferensi pers yang dilansiran media, yang menyebut 'Saat itu security bersama pekerja yang sedang menyemprot lahan kerja didatangi sekelompok warga yang menyetop aktivitas pekerjaan yang dilakukan. Sempat terjadi pengusiran dari warga sebanyak tiga kali', tidak sesuai dengan keterangan, informasi, dan kesaksian warga yang ada di lokasi kejadian.

Menurut warga, kata Sobri, pada saat kejadian justru pihak perusahaanlah yang mendatangi warga di lokasi lahan sengketa yang selama ini dikelola oleh warga. Termasuk pernyataan tentang ada upaya warga yang melakukan pelemparan batu ke kelompok keamanan perusahaan, adalah tidak benar.

"Justru sebaliknya menurut warga, pihak perusahaanlah yang melakukan provokasi dengan mengeluarkan kata-kata mengejek warga sehingga memancing seorang warga mendatangi kelompok keamanan tersebut yang selanjutnya menjadi korban penikaman oleh oknum keamanan perusahaan."

Mengenai tiga orang warga lainnya yang ikut menjadi korban penikaman dan pembacokan. Sobri menjelaskan, itu dikarenakan ketiganya ikut menyusul mendatangi kelompok pihak perusahaan. Setelah melihat adanya penikaman terhadap warga yang menjadi korban pertama, dan ketiga warga ini kemudian turut juga menjadi korban pengeroyokan.

Berdasarkan fakta lapangan dan kesaksian warga ini, pihaknya menyampaikan sejumlah tuntutan. Yakni menuntut aparat kepolisian mengusut tuntas kasus ini dengan seadil-adilnya dan mengungkap kasus ini dengan sebenar-benarnya.

Selanjutnya, memohon kepada Kapolda Sumsel untuk mengawal dan memonitoring kejadian dan pengusutan kasus ini. Kemudian meminta kepada pemerintah daerah untuk mengambil langkah-langkah taktis dan strategis untuk mencabut izin HGU PT Arta Prigel, karena perbuatan perusahaan tersebut melanggar hukum dan tindakan pelanggaran Hak Azazi Manusia dalam sengketa dengan warga Desa Pagar Batu.

"Kasus ini sudah kita laporkan juga ke KomasHAM. Laporan itu kita sampaikan via email. Kalau laporan yang ke Kompolnas, sudah kita kirim juga via email, tapi katanya enggak masuk ke email mereka."

Terpisah, Kepala Departemen Kampanye Konsorsium Agraria (KPA), Benni Wijaya mengaku sangat prihatin atas konflik lahan berujung jatuhnya korban jiwa di Lahat ini. Menurutnya, penikaman dan pembacokan terhadap petani itu merupakan tindakan kejahatan luas biasa dan tidak berperikemanusiaan yang dilakukan perusahaan sawit dan aparat negara.

"Untuk tersangka, sudah ada ditetapkan satu orang. Namun, kami menuntut pemerintah atau aparat kepolisian tidak hanya berhenti di situ. Pemerintah harus mengevaluasi PT Artha Prigel dan mencabut izin mereka. Karna dalam peristiwa ini, pihak perusahaanlah yang harus bertanggung jawab. Bukan semata dilimpahkan pada pelaku di lapangan," kata Benni Wijaya, Selasa (24/3/2020).

Konflik lahan antara petani warga Desa Pagar Batu, Kecamatan Pulau Pinang, Kabupaten Lahat, Sumsel dengan perusahaan perkebunan PT Arta Prigel, Sawit Mas Group, berujung duka. Dua petani tewas dan dua lainnya luka parah akibat bentrok yang terjadi antara kelompok petani dan pihak keamanan perusahaan, Sabtu 21 Maret 2020. Konflik ini dipicu oleh penggarapan tanah warga oleh pihak PT Artha yang menimbulkan perlawanan dari warga petani.