LIPUTAN KHUSUS:
Menteri LHK: Antisipasi Kebakaran Hutan Prioritas Selama Pandemi
Penulis : Kennial Laia
Antisipasi kebakaran hutan dan lahan tetap menjadi prioritas KLHK di tengah pandemi corona. Teknologi hujan buatan mulai dilakukan.
Karhutla
Senin, 27 April 2020
Editor :
BETAHITA.ID - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan, antisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tetap menjadi prioritas di tengah pandemi corona. Menurutnya, tim satuan tugas (satgas) kebakaran tetap bekerja di lapangan, terutama di daerah rawan api.
Karhutla telah terjadi di beberapa daerah di Indonesia, seperti Riau dan Aceh. Menjelang musim kemarau, kebakaran hutan dan lahan semakin intens dan meluas. Berdasarkan analisis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada bulan Juni-Juli, terutama di wilayah Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Timur.
''Karhutla tetap jadi prioritas kerja pemerintah. Meski kita menghadapi masa sulit karena penyebaran Covid-19, namun pelayanan prioritas tidak boleh terganggu. Kerja lapangan dan koordinasi tim supervisi tetap jalan mengantisipasi karhutla, terutama di wilayah rawan,'' kata Siti Nurbaya pada awak media, Jumat, 24 April 2020.
Menteri Siti mengatakan, tim satgas lapangan juga rutin turun melakukan sosialisasi bahaya karhutla dan penyebaran Covid-19 dari pintu-ke-pintu rumah warga.
''Saya ucapkan terimakasih atas dedikasinya, tetap jaga kesehatan dan keselamatan tim. Saya terus mengikuti laporan dari lapangan ini setiap hari,'' kata Siti.
Mengantisipasi ancaman karhutla di musim kemarau, Menteri Siti telah mengadakan rapat antisipasi karhutla 2020 secara virtual, pekan lalu. Dalam rapat itu, koordinasi dan komunikasi di tingkat satgas nasional juga ditingkatkan. Rapat tersebut Wakil Menteri LHK, Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG), Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan jajaran eselon I dan II lintas instansi terkait.
''Untuk Karhutla kita tidak bisa menunggu, harus dari sekarang upaya antisipasi seperti TMC (Tekhnologi Modifikasi Cuaca) dilakukan. Kita sudah menyurati para Kepala Daerah di awal Maret, dan meminta semua pihak termasuk swasta dan pemangku kawasan untuk waspada karhutla,'' tegasnya.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, pada tahun ini Indonesia mengalami El Nino netral dengan tingkat kekeringan pada musim kemarau lebih tinggi dibandingkan kondisi normal. Menurutnya, teknologi modifikasi cuaca (TMC) harus dilakukan sebelum puncak musim kemarau.
“Awan hujan masih tersedia sekitar bulan April-Mei. Periode ini adalah waktu paling tepat untuk melakukan TMC di beberapa provinsi rawan karhutla untuk mengisi embung dan membasahi gambut,” ujarnya, Jumat, 24 April 2020.
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengungkap, pihaknya telah melaksanakan TMC di Provinsi Riau dengan pelaksanaan sebanyak 27 sorti. Operasi tersebut menghasilkan hujan hampir setiap hari dengan volume 97,8 juta meter kubik, sehingga titik hotspot di Riau pernah berkurang hingga nihil.
Hammam menambahkan, upaya TMC untuk pembasahan lahan gambut akan mulai dilakukan pada awal Mei. Lokasi terjadinya karhutla berulang menjadi prioritas, seperti Riau (Bengkalis dan Pelalawan), Sumatera Selatan (Musi Banyuasin dan Ogan Komering Ilir), dan Jambi (Muaro Jambi dan Tanjung Jabung Timur).
"Pelaksanaan TMC akan lebih efisien apabila menggunakan pesawat berkapasitas besar milik TNI," kata Hammam.
Menteri Siti mengatakan, tantangan karhutla di provinsi rawan karhutla seperti Riau masih sangat besar saat musim kemarau.
"Karena itu beberapa langkah prioritas akan dilakukan untuk meningkatkan upaya pencegahan karhutla, " tegasnya.
Menteri Siti mengatakan, KLHK akan berkoordinasi dengan gubernur provinsi rawan kebakaran, terutama terkait antisipasi kekeringan pada lahan gambut. Selain itu, sektor swasta dan masyarakat tani hutan juga akan dilibatkan.
Berdasarkan Satelit Terra/Aqua (NASA) Conf. Level =80%, hotspot per tanggal 1 Januari-23 April 2020 sebanyak 737 titik. Sedangkan pada periode yang sama tahun 2019 jumlah hotspot sebanyak 1.177 titik. Artinya terdapat penurunan jumlah hotspot sebanyak 440 titik atau 37,38 persen.