LIPUTAN KHUSUS:
Petani Minta Kenaikan Pungutan Dana Sawit Dibatalkan
Penulis : R. Ariyo Wicaksono
Kenaikan pungutan dana sawit yang ditetapkan pemerintah semakin mencekik petani karena menurunkan harga tandan buah segar (TBS)
Sawit
Minggu, 07 Juni 2020
Editor :
BETAHITA.ID - Kenaikan pungutan dana sawit yang ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, dianggap akan semakin mencekik petani karena menurunkan harga tandan buah segar (TBS).
Persatuan Organisasi Petani Sawit Indonesia (POPSI) mendesak pemerintah untuk membatalkan kenaikan besaran pungutan dana sawit.
Bertepatan dengan program subsidi kepada industri biodiesel, pemerintah juga menaikkan pungutan Crude Palm Oil (CPO)/dana sawit. Dari yang sebelumnya sebesar USD50 per ton, menjadi USD55 per ton. Kenaikan pungutan dana sawit ini dinilai sangat merugikan petani sawit.
Dalam konferensi pers, yang digelar POPSI via online, pada Jumat 5 Juni 2020, sejumlah organisasi petani sawit menganggap besaran pungutan dana sawit yang sebelumnya USD50 per ton sudah merugikan petani sawit melalui penurunan harga TBS sekitar Rp120-150 per kg. Sehingga dengan kenaikan pungutan dana sawit, hal ini akan kembali menambah penurunan harga TBS petani.
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR (Aspekpir) Setiyono mengatakan, demi biodiesel pemerintah menerbitkan PMK No.57/PMK05/2020 yang mengenakan pungutan USD55 per ton ekspor CPO. Padahal besaran pungutan sebelumnya didasarkan pada harga CPO.
“Bila di bawah USD570 per ton tidak dikenakan pungutan. USD570-619 per ton dikenakan USD25 per ton dan di atas USD619 per ton dikenakan USD50 per ton," ujar Setiyono, Jumat (5/6/2020).
Menurut Setiyono, saat ini demi kelangsungan hidup pabrik biodiesel segalanya diubah. Setelah pada tahun terakhir ini pungutan nol, karena harga di bawah USD570 per ton, sekarang tiba-tiba dipungut dengan tingkatan harga tinggi. Hal ini pasti akan berpengaruh pada petani karena pabrik kelapa sawit (PKS) akan membebankannya pada pembelian TBS petani.
Ketua Umum Asosiasi Sawitku Masa Depanku (Samade), Tolen Kateren menambahkan, dengan adanya pungutan ekspor, pihaknya sebagai petani meminta kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit memberikan dana subsidi industri biodiesel kepada petani sesuai porsinya. Yaitu luasan kebun petani 41 persen dari total kebun sawit di Indonesia, atau 35 persen dari besarnya produksi CPO Indonesia.
"Dengan menambah pungutan terhadap ekspor sawit, ini akan berdampak pada harga TBS petani. Sekarang saja sudah ada petani menerima harga TBS-nya Rp750 per Kg. Kita mengusulkan pengembalian dana tersebut bisa dalam bentuk sarpras, UMKM petani, pembiayaan legalitas kebun petani dan penguatan kelembagaan petani. Sekarang ini porsi B30 dan yang lainnya, seperti PSR, sarpras, peningkatan SDM petani dan riset sebesar 20 persen. Apakah adil ini?" kata Tolen, Jumat (5/6/2020).
Sekjen DPP Apkasindo Munas, Sulaiman H. Andi Loeloe mengatakan, kenaikan pungutan dana sawit sebesar USD5 per ton merugikan petani. Selain itu pungutan ini dinikmati hanya oleh industri biodiesel. Sementara beberapa kebutuhan petani misalnya untuk PSR tidak banyak terealisasi di lapangan.
"Selain itu juga saat ini peningkatan SDM petani tidak lagi dilakukan. Untuk subsidi biodiesel seharusnya ditangguhkan dulu pada saat ini karena tidak lagi efisien. Lebih baik dana sawit difokuskan untuk sektor hulu ke petani sawit dengan menambah target PSR," kata Sulaiman.
Terdapat sejumlah poin desakan yang disampaikan POPSI kepada pemerintah. Salah satunya, mendesak pemerintah membatalkan kenaikan pungutan sawit dari USD50 per ton menjadi USD55 per ton. Karena kenaikan pungutan ini dianggap sama halnya membunuh petani kelapa sawit di tengah situasi pandemi Covid-19. Sebab potongan bagi CPO, akan makin menurunkan harga TBS petani.