LIPUTAN KHUSUS:

Melacak Perkembangan Vaksin Covid-19 (Bagian Ketiga)


Penulis : Kennial Laia

Uji coba vaksin Covid-19 dapat dipercepat dengan menggabungkan dua tahap sekaligus.

Covid-19

Selasa, 28 Juli 2020

Editor :

BETAHITA.ID - Uji coba vaksin biasanya membutuhkan waktu bertahun-tahun hingga disetujui pihak berwenang untuk produksi massal. Namun pandemi corona dan dampaknya terhadap berbagai sektor di seluruh dunia mendorong peneliti untuk berpacu dengan waktu menghasilkan vaksin Covid-19

Salah satu cara untuk mempercepat uji vaksin adalah dengan mengombinasikan tahapan-tahapan. Umumnya, uji coba vaksin dimulai dengan Tahap Praklinis (Uji Klinis), Tahap I (Safety Trials), Tahap II (Expanded Trials), Tahap III (Efficacy Trials), hingga Tahap Approval saat otoritas negara memutuskan kelayakan vaksin. 

Baca juga: Melacak Perkembangan Vaksin Covid-19 (Bagian Pertama)
Melacak Perkembangan Vaksin Covid-19 (Bagian Kedua)

Khusus kasus Covid-19, peneliti mengembangkan vaksin dengan cara kombinasi tahapan. Pada bagian ketiga ini dibahas gabungan Tahap I/II, yang juga termasuk sebagai Tahap I dan Tahap II. Dalam tahap ini, peneliti mengujicobakan vaksin kepada kelompok kecil sukarelawan. Pada saat yang bersamaan, peneliti juga memberikan dosis vaksin kepada ratusan orang yang dibagi dalam beberapa kelompok, seperti anak-anak dan lansia. Hal itu untuk melihat bagaimana respons tubuh masing-masing terhadap vaksin. 

Ilustrasi vaksin Covid-19 (pikist.com)

Pada Tahap II, pengembangan lebih lanjut melihat keamanan dan kemampuan vaksin dalam menstimulasi sistem kekebalan tubuh. Juni lalu, Lembaga Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat (F.D.A) menyatakan vaksin virus corona disebut efektif bila dapat melindungi 50% dari jumlah orang yang divaksinasi dalam proses pengembangan vaksin tersebut.  

Berikut merupakan vaksin yang dikembangkan perusahaan ataupun lembaga yang masuk kategori gabungan Tahap I dan Tahap II (Tahap I/II).  

Biontech pfizer fosun pharma

Perusahaan Jerman bernama BionNTech berkolaborasi dengan Pfizer asal Amerika dan perusahaan produsen obat Fosun Pharma asal Cina untuk mengembangkan vaksin mRNA mereka. Pada Juli, BioNTech mengumumkan hasil awal dari uji coba Tahap I/II di Amerika Serikat dan Jerman. Dalam uji coba itu, tubuh sukarelawan memproduksi antibodi terhadap SARS-CoV-2. Sel imun bernama sel T juga dilaporkan bereaksi terhadap virus saat uji coba. Namun, beberapa sukarelawan mengalami efek samping seperti gangguan tidur dan lengan sakit. BioNTech berencana memulai uji coba Tahap III akhir Juli 2020.

Imperial College London dan Morningside Ventures

Peneliti di universitas ini telah mengembangkan vaksin molekul RNA yang mampu memperkuat dirinya sendiri, serta dapat menggenjot produksi protein viral untuk merangsang sistem kekebalan di dalam tubuh. Imperial College London memulai Tahap I/II pada 15 Juni dan bekerjasama dengan Morningside Ventures untuk produksi dan distribusinya melalui VacEquity Global Health. Peneliti akan mengetahui vaksin efektif atau tidak akhir tahun 2020.

Zydus Cadila

Perusahaan produsen vaksin Zydus Cadila menciptakan vaksin berdasarkan DNA. Pada 3 Juli, Zydus mengumumkan akan memulai uji coba kepada manusia. Zydus menjadi perusahaan India kedua dalam lomba menemukan vaksin setelah Bharat Biotech.

AnGes

Pada 20 Juni 2020, Perusahaan bioteknologi asal Jepang mengumumkan telah memulai safety trial atas vaksin berbasis DNA yang mereka kembangkan. Vaksin tersebut dikerjakan bersama Osaka University dan Takara Bio.

Arcturus Therapeutics dan Duke-NUS Medical School

Vaksin berbasis molekul RNA ini dikembangkan di Singapura. Vaksin mRNA didesain dengan molekul yang dapat mereplikasi diri sehingga menyebabkan respon imun yang kuat dalam percobaan ke hewan. Pada 21 Juli 2020, pemerintah Singapura menyetujui aplikasi mereka untuk masuk Tahap I/II kepada manusia.

Beth Israel Deaconess Medical Center

Satu dekade lalu, peneliti di Beth Israel Deaconess Medical Center di Boston, Amerika Serikat, mengembangkan sebuah metode pembuatan vaksin dari virus bernama Adenovirus 26, atau Ad26. Johnson & Johnson kemudian mengembangkan vaksin untuk Ebola dan penyakit lainnya dengan Ad26. Saat ini perusahaan itu pun tengah mengembangkan Ad26 untuk virus corona. Mereka meluncurkan Tahap I/II pada Juli 2020, dengan ekspektasi dapat memproduksi satu miliar dosis pada 2021.

Novavax

Perusahaan yang berbasis di Maryland, Amerika Serikat ini membuat vaksin Covid-19 dengan cara menempelkan protein ke partikel mikroskopis pada Mei lalu. Pada 6 Juli 2020, Novavax mengumumkan Pemerintah Amerika Serikat mengucurkan dana sebesar $1.6 juta untuk uji coba klinik dan produksi. Bila berhasil, Novavax dapat memproduksi 100 juta dosis untuk Amerika Serikat pada kuartal pertama 2021.

Bharat Biotech

Bekerjasama dengan Indian Council of Medical Research dan The National Institute of Virology, perusahaan India Bharat Biotech merancang vaksin bernama Covaxin berdasarkan bentuk virus corona yang telah dinon-aktifkan. Perusahaan ini telah memulai Tahap I/II pada Juli 2020, dan berharap dapat memproduksi paling cepat awal 2021.