Nasih berujar penelitian obat Covid-19 sudah mengikuti berbagai macam aspek yang dipersyaratkan BPOM. Ia pun berharap izin produksi dan izin edar bisa segera keluar. "Sehingga gak ada celah yang kemudian bisa menghalangi ini untuk tidak berlanjut pada proses berikutnya," tuturnya.
Dewan Perwakilan Rakyat mendukung langkah Badan Intelijen Negara (BIN) dan TNI AD untuk menindaklanjuti hasil uji klinis fase 3 kombinasi obat Covid-19.
"Kami, tidak ada kata lain selain mengapresiasi," kata Ketua Komisi I DPR Meutya Viada Hafid, saat sosialisasi uji klinis fase 3 kombinasi obat Covid-19, di Mabes AD, Jakarta, Sabtu, 15 Agustus 2020.
"Kami terharu melihat hasil karya anak bangsa yang insya Allah menjadi salah satu obat Covid-19 temuan pertama di dunia," ujarnya.
Komisi I DPR, kata politikus Partai Golkar itu, mendukung TNI AD dan BIN selaku mitra kerja, serta kepolisian dan pihak terkait dalam pengembangan obat Covid-19. "Ini karya anak bangsa yang selain kita apresiasi perlu kita dukung, dan beri kesempatan," ucap Meutya.
Diragukan Validitasnya
Namun Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono meragukan validitas obat Covid-19 hasil penelitian Universitas Airlangga bekerja sama dengan BIN dan TNI. Pasalnya, menurut dia, penelitian itu telah melanggar sejumlah prosedur.
"Validitas riset itu tidak boleh dilanggar, tidak boleh sama sekali, ini integritas ilmu pengetahuan harus dijaga oleh siapa pun walau pun secara politis nggak bisa. Karena kalau nggak, publik dirugikan," kata Pandu saat dihubungi SINDOnews, Minggu (16/8/2020).
Pandu mengatakan, dalam sebuah penelitian itu ada prosedur resmi yang harus dilewati. Pertama, obat itu hakikatnya adalah untuk orang yang sakit, menimbulkan gejala dan harus dirawat di rumah sakit (RS). "Jika obat itu diuji cobakan untuk orang positif COVID-19 tanpa gejala (OTG) untuk apa. Yang diobati siapa? OTG. Itu sudah melanggar hukum pertama bahwa pengobatan itu harus orang yang membutuhkan pengobatan," paparnya.
Menurut dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI itu, tanpa itu semua, hasilnya tidak bisa dipercaya sama sekali. Apalagi kalau sudah dipublikasikan. Sementara, penelitian ini belum direview oleh dunia akademis kedokteran, bagaimana hasilnya dikritik, dievaluasi, seperti apa metodenya, dan paling tidak bagaimana pengukurannya.
"Selama itu tidak dipenuhi, jangan sekali-kali percaya hasil penelitian itu walaupun itu dilakukan oleh lembaga yang paling berwenang seperti Unair, nggak ada artinya itu," kata Pandu.
TEMPO.CO | SINDONEWS | TERAS.ID