LIPUTAN KHUSUS:

Pakar UGM: Vaksin Bukan Satu-satunya Cara Hentikan Wabah Covid-19


Penulis : Betahita.id

Banyak penelitian menunjukkan bahwa antibodi yang terbentuk setelah infeksi SARS-CoV-2 secara alami ternyata tidak bertahan lama lalu akan menghilang dalam 2-3 bulan

Covid-19

Jumat, 21 Agustus 2020

Editor :

BETAHITA.ID -  Pakar virologi UGM, Mohamad Saifudin Hakim, menyatakan, vaksin bukan satu-satunya cara menghentikan pandemi Covid-19 sebab wabah virus corona seperti SARS-CoV dan MERS-CoV sebelumnya berhasil dihentikan tanpa vaksin.

Hal itu dikemukakan Saifudin Hakim, Senin, 17 Agustus 2020, menanggapi uji klinik fase tiga vaksin Covid-19 yang kini tengah dilaksanakan di Tanah Air. Dia menyebutkan wabah virus corona sebelumnya seperti SARS-CoV tahun 2002-2003 dan MERS-CoV tahun 2012 juga berhasil dihentikan tanpa vaksin.

Bahkan, negara-negara yang sukses menahan laju peningkatan kasus Covid-19, seperti Cina, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Taiwan, mereka pun bisa menekan peningkatan kasus dengan upaya-upaya pencegahan penularan yang dilaksanakan dengan baik dan disiplin. “Saya kira pemerintah tetap perlu melakukan berbagai upaya pencegahan persebaran Covid-19 ini secara maksimal. Dan masyarakat harus disiplin melaksanakan upaya pencegahan penularan. Tidak boleh kendor sama sekali,” katanya seperti dikutip laman resmi UGM.

Menurut dia, tindakan pencegahan seperti isolasi kasus, contact tracing dan karantina, penjarakan fisik, memakai masker dan cuci tangan, serta karantina komunitas (lockdown) sangat diperlukan.

Meski saat ini produk vaksin Sinovac yang tengah diuji secara klinis, menurutnya tidak bisa diklaim akan efektif digunakan nantinya, sebab perlu menunggu hasil uji klinisnya. “Jangan terburu-buru menyimpulkan bahwa vaksin yang sedang diuji klinis saat ini pasti akan efektif dan sudah pasti menjadi pilihan untuk diedarkan. Ini kesimpulan yang terlalu dini,” katanya.

Ia menilai kandidat vaksin yang sudah masuk ke uji klinis fase 3 tidak menjamin bahwa uji klinisnya akan berhasil. Banyak kandidat vaksin yang sudah menjalani uji fase 3 namun gagal karena ternyata terbukti tidak efektif.

Ilustrasi vaksin Covid-19. Foto: Reuters

Meski demikian, Hakim berpendapat  pengembangan vaksin Covid-19 sekarang ini sebagai salah satu upaya dilakukan banyak negara untuk menghentikan pandemi. Hal itu karena banyak penelitian menunjukkan bahwa antibodi yang terbentuk setelah infeksi SARS-CoV-2 secara alami ternyata tidak bertahan lama lalu akan menghilang dalam 2-3 bulan.

Bila nantinya dari hasil uji coba vaksin Sinovac ini berhasil di tanah air, lalu dimasukkan ke dalam program imunisasi nasional, menurutnya kontinuitas program tersebut akan bergantung pada suplai vaksin yang cukup. Oleh karena itu, ia berharap Indonesia bisa memproduksi sendiri. “Tentu akan lebih mudah dipastikan jika kita mampu memproduksi vaksin sendiri, dibandingkan jika harus membeli dari produsen dari luar negeri,” ujarnya.

Menurutnya, teknologi pembuatan vaksin terinaktivasi sudah dimiliki oleh PT. Biofarma. Namun, untuk produksi massal vaksin tersebut tentu saja menunggu hasil uji klinis fase tiga ini. “Bila vaksin ini terbukti efektif dan aman maka produksi massal dapat dimulai. Tinggal nanti kesepakatan antara Sinovac, Pemerintah Indonesia, dan PT. Biofarma, berapa bagian dari produksi vaksin itu yang akan diproduksi Biofarma,” katanya.