LIPUTAN KHUSUS:

Epidemiolog UI: Karhutla Sebabkan Penderita Covid-19 Makin Parah


Penulis : Betahita.id

Asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) meningkatkan indeks nitrogen dioksida (NO2), sehingga lebih berbahaya bagi pasien Covid-19 yang mengidap tuberkulosis

Covid-19

Selasa, 01 September 2020

Editor :

BETAHITA.ID -  Asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) meningkatkan indeks nitrogen dioksida (NO2), sehingga lebih berbahaya bagi pasien Covid-19 yang mengidap tuberkulosis, kata Ahli epidemiologi Universitas Indonesia Pandu Riono.

Pandu dalam diskusi Editor Meeting The Society for Indonesian Enviromental Journalists (SIEJ) yang membahas "Ancaman Karhutla di Masa Pandemi Covid-19" di Jakarta, Sabtu, 29 Agustus 2020, mengatakan karhutla berdampak pada kesehatan masyarakat, menyebabkan peningkatan kejadian penyakit paru atau tuberkulosis.

Baca juga: LIPI Dapatkan Sekuens Genom Utuh Virus SARS-CoV-2, Ini Manfaatnya

Efek jangka pendek dari eksposur polusi udara akibat karhutla seperti di Pekanbaru, Riau, menurut dia, meningkatkan risiko tuberkulosis. Hal itu karena peningkatan indeks NO2 yang lebih berisiko dari partikel berukuran lebih kecil dari 10 mikron (PM10) dan Sulfur dioksida (SO2).

Maka masyarakat di daerah yang rawan terjadi karhutla di masa pandemi Covid-19, bisa jauh lebih banyak mengalami gangguan fungsi paru dan bisa menaikkan angka kematian.

Kebakaran hutan dan lahan menjadi salah satu faktor penyumbang hilangnya tutupan hutan di seluruh dunia termasuk Indonesia. Foto: Auriga Nusantara.

Pandu mengatakan pandemi yang sedang berlangsung kemungkinan tidak hanya terjadi sekarang tetapi bisa sampai 2022, artinya risiko terinfeksi dan kemungkinan peningkatan mortalitas masih banyak, terlebih jika ditambah karhutla.

"Jadi harus dicegah. Karhutla tidak boleh terjadi dan penularan juga harus ditiadakan," ujar dia.

Pandu mengatakan masyarakat tidak akan bisa kembali ke situasi Indonesia seperti sebelum pandemi. "Kita akan menuju Indonesia yang berbeda".

Baca juga: Kasus Karhutla: Banding Ditolak, PT ATGA Tetap Dihukum Rp590 M

Hidup di masa pandemi menjadi lebih berisiko, namun sayangnya kampanye penggunaan masker, mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak minimal satu meter (3M) tidak kuat, kata dia. Padahal obat bukan solusi bagi mereka yang sehat, karena obat diperuntukkan bagi yang sakit.

Karenanya ia lebih menyarankan masyarakat yang harus sadar untuk selalu menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak minimal satu meter dengan orang lain. Penggunaan masker menjadi cara paling murah namun efektif menurunkan risiko penularan Covid-19 di masyarakat.

ANTARA TEMPO.CO | TERAS.ID