LIPUTAN KHUSUS:

Rusak Lingkungan, Koral Desak Menteri KKP Larang Cantrang


Penulis : Betahita.id

Koral mendesak Menteri KKP untuk kembali melarang penggunaan cantrang, karena merugikan nelayan dan merusak lingkungan.

Kelautan

Jumat, 18 September 2020

Editor :

BETAHITA.ID -  Koalisi Untuk Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan (Koral) mendesak Menteri Kelautan Perikanan Edhy Prabowo untuk kembali melarang penggunaan cantrang karena merugikan nelayan dan merusak lingkungan di Anambas, Kepulauan Riau.

"Kebijakan pemerintah memperbolehkan penggunaan cantrang merugikan nelayan kecil, karena selain merusak ekosistem laut, cantrang juga dapat menyapu bersih semua ikan tangkapan nelayan tradisional," demikian pernyataan Koral dikutip dari laman Greenpeace Indonesia, Kamis, 17 September 2020.

“Kegelisahan para nelayan di berbagai daerah saat ekonomi tengah terpuruk tampaknya tidak didengar dan bukan menjadi prioritas pemerintah. Kesejahteraan yang pemerintah janjikan tampaknya hanya untuk perusahaan besar saja,” kata Safran Yusri dari Koral.

Menurut Koral, kapal cantrang telah menimbulkan permasalahan di banyak lokasi, terutama yang beroperasi di pesisir.  Pengoperasian kapal cantrang juga bertentangan dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 71/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan.

Ilustrasi Kapal Cantrang (awionline.org)

Penangkapan ikan oleh kapal cantrang di wilayah pesisir Anambas, misalnya, menimbulkan kerugian terhadap nelayan lokal yang sebagian besar menggunakan alat tangkap pancing ulur, yang ramah lingkungan dengan sasaran utama ikan-ikan demersal. 

“Saat nelayan lokal beroperasi menggunakan alat tangkap ramah lingkungan, pemerintah malah memberi izin pada industri besar untuk merusak laut dengan cara eksploitasi demi investasi semata,” tutur  Dr. Suhana peneliti kelautan dan perikanan Koral. 

Perusakan terumbu karang yang merupakan habitat ikan menyebabkan kesulitan bagi nelayan untuk melakukan penangkapan ikan. Akibatnya, nelayan-nelayan Anambas harus melaut lebih jauh untuk mencari ikan dengan hasil tangkapan yang lebih sedikit dibanding sebelumnya. Jika dibiarkan, hal ini akan menyebabkan semakin besarnya kerugian yang dialami oleh nelayan Anambas dan memicu konflik antara nelayan pancing ulur di Anambas dengan nelayan cantrang yang beroperasi di Natuna. 

Dedi Syahputra, Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Kepulauan Anambas, meminta pemerintah daerah memperjuangkan aspirasi  nelayan Anambas terkait cantrang sebab kerugian yang diderita semakin nyata.

Operasi kapal-kapal cantrang ke Laut Natuna merupakan bagian dari program Rencana Aksi Nasional Optimalisasi dan Akselerasi Industri Perikanan SKPT di Pulau-Pulau Kecil dan Perbatasan Natuna yang disepakati di Palembang pada 29 Januari 2020. Dedi menjelaskan bahwa kesepakatan ini tetap dilakukan meskipun HNSI dan Aliansi Nelayan Anambas menolak untuk menandatangani kesepakatan di rapat.

Hasil pertemuan di Palembang ditindaklanjuti dengan Nota Kesepahaman Sinergi Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dan  Jawa Tengah.

Pada Nota Kesepahaman tersebut, disepakati bahwa para pihak wajib melaksanakan evaluasi pelaksanaan Nota Kesepahaman setiap 3 bulan. Akan tetapi, berdasarkan keterangan dari Dedi Syahputra, hingga saat ini tidak ada evaluasi pengiriman nelayan cantrang ke Natuna yang dilakukan dengan melibatkan nelayan-nelayan di Anambas. 

Pada kenyataannya, jumlah kapal cantrang yang beroperasi di Natuna justru semakin bertambah. Di Kecamatan Siantan Timur sendiri, nelayan Anambas mengidentifikasi terdapat 27 kapal cantrang dengan ukuran di atas 60 GT. Sementara itu, masih banyak kapal cantrang di kecamatan lainnya. 

“Saat ini lebih dari 700 nelayan Kabupaten Anambas-Natuna merasa dirugikan oleh pengoperasian cantrang, kami tidak tahu harus mengadu kemana lagi selain ke pemerintah daerah” tutur Dedi. 

“Ikan tangkapan nelayan tradisional habis, kami dihadapkan pada situasi sulit dan tidak mungkin berkompetisi  dengan kapal-kapal cantrang,” kata Dedi. 

Alasan Menteri KKP

Anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Anambas Ayub tidak sepakat pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperbolehkan penggunaan alat penangkapan ikan (API) cantrang atau trawl.

Menurut Ayub, memperbolehkan kembali alat penangkapan ikan cantrang dan trawl justru membuat nelayan terpuruk. Lantaran hal ini akan makin berkurangnya hasil tangkapan.

“Kami protes upaya KKP untuk memperbolehkan kembali penggunaan alat penangkapan ikan cantrang atau trawl, karena akan sangat berdampak kepada nasib nelayan lokal khususnya di Anambas dan Natuna,” kata Ayub, saat dikonfirmasi mediakepri.co.id, Jumat, 12 Juni 2020.

Menteri KKP, Edhy Prabowo, sebelumnya mentyaakan pencabutan larangan cantrang bisa berpotensi menyerap banyak tenaga kerja. "Daripada awak kapal kita kerja jadi ABK di luar negeri, lebih baik mereka kerja di negeri sendiri. Kita awasi dan atur penggajiannya sehingga diperlakukan secara baik," kata Edhy seperti dikutip Antaranews, 5 Juli 2020.

"Saya nggak mau melindungi yang besar saja lalu meninggalkan yang kecil, atau melindungi yang kecil tapi meninggalkan yang besar. Keduanya harus jalan beriringan. Ekonomi itu hanya bisa berjalan kalau yang besar dan kecil bareng-bareng," katanya.