LIPUTAN KHUSUS:

Survei RSF: Pandemi Perburuk Kebebasan Pers


Penulis : Sandy Indra Pratama

Secara signifikan, RSF menemukan, pandemi virus corona telah ikut memperburuk represi. Baik terhadap masyarakat sipil, maupun media.

Hukum

Rabu, 21 April 2021

Editor :

BETAHITA.ID -  Kelompok pengawas media Wartawan Tanpa Tapal Batas (Reporters Without Borders/RSF), mengatakan pandemi virus corona telah ikut mengekang kebebasan pers dan menyebarkan disinformasi, dengan semakin sedikit negara yang menawarkan lingkungan yang mendukung jurnalisme.

Indeks Kebebasan Pers terbaru dari Wartawan Tanpa Tapal Batas (Reporters Without Borders/RSF) hanya memberikan sedikit kabar baik tentang keadaan media saat ini. Meskipun tidak banyak perubahan dari tahun lalu, indikator kebebasan pers dunia secara keseluruhan telah turun secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Negara-negara Nordik (kawasan semenanjung Skandinavia dan Laut Atlantik utara), bersama dengan Kosta Rika, kembali menduduki peringkat tinggi dalam indeks itu, dengan Norwegia menempati peringkat pertama selama lima tahun berturut-turut. Korea Utara kembali menempati posisi terakhir, 180, sementara Turkmenistan, China dan Djibouti tetap berada di belakang.

Secara signifikan, RSF menemukan, pandemi virus corona telah ikut memperburuk represi.

Pasar Huanan ditutup tak lama setelah kasus Covid-19 meningkat di Wuhan, Cina. Pasar hewan ini diketahui publik sebagai awal bermulanya pandemi Covid-19. Foto: AFP

Pauline Ades-Mevel, juru bicara kelompok RSF, mengatakan, “Indeks tahun ini, yang mengevaluasi kebebasan pers di 180 negara, menunjukkan bahwa jurnalisme yang bisa dikatakan sebagai vaksin terbaik untuk melawan virus disinformasi, diblokir total atau diblokir secara serius di beberapa negara, dan jumlahnya mencapai tiga perempatnya yang kami pantau di seluruh dunia.”

Di Brazil dan Venezuela, masing-masing peringkat 111 dan 148, para pemimpin mempromosikan pengobatan COVID-19 yang tidak terbukti secara ilmiah dan klaim salah tentang virus tersebut. Namun, menurut catatan RSF, semua klaim itu dibantah oleh para wartawan investigasi.

Di negara-negara seperti Iran, Mesir, dan Aljazair, pihak berwenang menindak jurnalis, dalam beberapa kasus, kata RSF, untuk menutupi tingginya jumlah korban COVID-19. Ades-Mevel mengatakan pemerintah lain menekan jurnalis karena alasan-alasan yang berbeda.

“Meskipun ada lockdown di seluruh dunia, wartawan lebih banyak diserang di lapangan, Mereka yang meliput demonstrasi, yang meliput di lapangan lebih sering ditangkap.”

Eropa Barat dan Amerika Utara memiliki peringkat terbaik dalam indeks, tetapi terjadi penurunan di Jerman, di mana RSF mencatat jurnalisnya tahun lalu diserang oleh ekstremis dan penganut teori konspirasi.

RSF juga mencatat adanya tren yang mengkhawatirkan di kawasan Amerika, di mana kebebasan pers memburuk secara keseluruhan, terutama di Amerika Serikat. Beberapa media Amerika menyiarkan berita palsu tentang virus corona, meskipun yang lain mendiskreditkannya, dan tahun 2020 terjadi peningkatan jumlah jurnalis yang diserang atau ditangkap.

Afrika memberikan gambaran yang beragam. Burundi, Sierra Leone dan Mali naik dalam indeks kebebasan pers. Tetapi peringkat Ethiopia, yang terperosok dalam konflik di wilayah Tigray, turun dua peringkat, menjadi 101.

VOA|