LIPUTAN KHUSUS:
Saksi: Syamsul dan Samsir Tidak Melakukan Kekerasan
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Harno Simbolon, sang pelapor ditegur majelis hakim lantaran dinilai membuat keterangan yang asal-asalan.
Hukum
Jumat, 07 Mei 2021
Editor :
BETAHITA.ID - Sidang ketujuh Kasus Penganiayaan yang didakwakan kepada Syamsul Bahri dan M. Samsir, ketua dan anggota Kelompok Tani Nipah, Desa Kwala Serapuh, dengan Nomor Perkara 124/Pid.B/2021/ PN Stb, digelar di Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut), Senin 3 Mei 2021 kemarin. Dalam sidang tersebut, Saksi yang dihadirkan oleh Kuasa Hukum Terdakwa menyebut tuduhan kekerasan oleh pasangan bapak dan anak tersebut kepada korban, Harno Simbolon, tidaklah benar.
Kuasa Hukum Terdakwa, Muhammad Alinafiah Matondang dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menguraikan, persidangan ketujuh 3 Mei 2021 kemarin dibuka dengan agenda pemeriksaan saksi yang menguntungkan bagi Terdakwa. Saksi-Saksi tersebut yakni Ponirin, Putra dan Mi'ad.
Ketiganya merupakan pengurus dan anggota Kelompok Tani Nipah yang juga berada di lokasi, bersama Syamsul dan Samsir dan puluhan anggota lainnya, saat Korban Harno Simbolon datang ke lokasi rehabilitasi mangrove, pada 18 Desember 2020 lalu.
"Yang pada intinya mereka bertiga memberikan keterangan bahwa benar pada 18 Desember 2020 Harno Simbolon ada ke lokasi lahan Kelompok Tani Nipah di Dusun III Lubuk Jaya Desa Kwala Serapuh dengan tujuan yang tidak jelas. Dan tidak benar terjadi kekerasan dilakukan oleh Terdakwa Syamsul dan M. Samsir terhadap Harno Simbolon," kata Ali, Rabu (5/5/2021).
ALi melanjutkan, dalam sidang tersebut Ponirin, Putra dan Mi'ad menjelaskan, pada 18 Desember 2020 lalu Korban Harno Simbolon tiba-tiba datang ke lokasi tempat Kelompok Tani Nipah sedang melakukan kegiatan gotong royong. Harno Simbolon saat itu seakan-akan mengambil dokumentasi kegiatan Kelompok Tani Nipah dan hal itu sempat mendapat teguran dari Syamsul. Setelah berinteraksi sebentar Harno Simbolon kemudian berlari meninggalkan kelompok tani sambil seakan menelpon dan teriak minta tolong karena dipukul.
Kemudian berselang sekitar 15 Menit kemudian, Ponirin, M. Samsir dan 2 orang lainnya melihat Harno Simbolon berenang ke seberang pulau dan hampir tenggelam. Melihat hal itu Ponirin dan anggota kelompok tani lainnya kemudian menyelamatkan Harno Simbolon yang terlihat akan tenggelam.
"Dan pengambilan video oleh Ponirin terhadap Harno Simbolon setelah diselamatkan adalah sebagai bukti tidak adanya perbuatan tindak pidana kekerasan, yang saat setelah diselamatkan Harno meminta maaf kepada Ketua Kelompok Nipah dan tindakannya tadi karena terpaksa karena perintah dan sayang sama pekerjaan."
Selain pemeriksaan terhadap Saksi Ade Chaqe atau Saksi yang meringankan atau menguntungkan Terdakwa. Pada sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga meminta kepada Majelis Hakim untuk memeriksa 2 orang saksi, yang sebelumnya tidak dapat dihadirkan oleh JPU. Saksi-saksi tersebut bernama Muhammad Aulia dan Nanny.
"Dikabulkan oleh Majelis Hakim dan telah memberikan keterangan yang intinya bahwa Terdakwa Syamsul dan M. Samsir melakukan kekerasan terhadap Harno Simbolon. Agenda sidang berikutnya Tuntutan oleh JPU, 10 Mei 2021."
Korban Harno Simbolon Bikin Kesal Majelis Hakim
Pada persidangan keenam sebelumnya, 26 April 2021 lalu, yang digelar dengan agenda pemeriksaan saksi. Harno Simbolon yang diperiksa sebagai Saksi Korban sempat membuat Majelis Hakim yang diketuai Sapri Tarigan itu kesal. Lantaran yang bersangkutan memberikan keterangan yang berbelit dan inkonsisten, atau berubah-ubah.
"Jangan kasih keterangan asal-asalan, kasihan sama terdakwa ini. Gara-gara laporanmu, mereka sampe jadi terdakwa. Jangan karena pernyataan kamu yang mengada-ada, sehingga orang lain dirugikan. Yang tau kejadiannya kan kamu, jadi jangan ada yang kamu tutupi dan jangan berbelit-belit," kata Sapri Tarigan, Senin (26/4/2021), seperti dikutip dari Pengawal.id.
Dalam sidang tersebut, Harno Simbolon mengaku sebagai seorang centeng (pengawas) di areal kebun sawit di Dusun Lubuk Jaya, Desa Kwala Serapuh, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, dan sudah bekerja di sana selama enam tahun. Akan tetapi, saat Mejelis Hakim menanyakan siapa pemilik ataupun perusahaan yang mengelola kebun sawit itu, korban mengatakan tidak mengetahuinya.
"Biasanya, kalau seseorang benar mengalami suatu kejadian, maka keterangannya enggak akan berubah-ubah. Kamu sudah enam tahun kerja di sana, masa enggak tahu apa nama perusahaannya," tegas Safwan.
Kepada Hakim Safwan, Harno Simbolon juga mengaku tidak ada paksaan ataupun tekanan serta pengancaman dari Ponirin, saat korban membuat rekaman pernyataan, bahwa kejadian pemukulan dan penganiayaan yang dialaminya tidaklah benar. Bahkan, kepada Safwan, korban mengaku membuat pernyataan itu dengan ikhlas tanpa ada paksaan dari siapapun. Hal ini membuat Hakim Ketua Sapri Tarigan kesal, karena keterangan Harbo berbeda dengan yang disampaikan sebelumnya.
"Tadi kamu bilang ke saya, kamu dipaksa buat pengakuan saat direkam. Ini kamu bilang sama bapak ini (Safwan) kamu melakukannya ikhlas, tanpa ada paksaan. Jadi gimana kejadiannya, kan kamu yang mengalaminya. Kenapa pengakuan kamu bertolak belakang dengan laporan kamu," tegur Sapri Tarigan.
Hingga akhirnya Harno mengatakan kepada Majelis Hakim, saat dirinya membuat rekaman pernyataan, bahwa dirinya tidak ada dianiaya Syamsul dan Samsir, dilakukan tidak dengan paksaan dan tidak ada tekanan dari Terdakwa dan anggota Kelompok Tani ataupun ancaman dari siapapun.
Selain mendengarkan keterangan Saksi Korban Harno Simbolon. JPU Renhard Harve juga membacakan Visum et Repertum dari Rumah Sakit Umum Derah (RSUD) Tanjung Pura, atas nama Harno Simbolon, pada 23 Desember 2020. Yang hasil pemeriksaannya menunjukkan kepala Korban terdapat warna kemerahan di bagian kening jidat sebelah kanan, dengan diameter 0,5 sentimeter.
Pada kesempatan yang sama, Muhammad Iqbal, dokter dari RSUD Tanjung Pura yang melakukan pemeriksaan terhadap Harno Simbolon, dihadirkan oleh JPU, sebagai saksi ahli. Namun Iqbal menegaskan, dirinya tidak pernah mengeluarkan surat Visum et Repertum atas nama Harno Simbolon. Menurut Iqbal, memar yang dialami korban diperkirakannya sudah terjadi tiga hari sebelumnya.
"Harno Simbolon datang ke UGD RSUD Tanjung Pura pada 18 Desember 2020 hanya untuk melakukan pemeriksaan dan berobat, jadi saya cuma ngasih obat dan resep, bukan surat Visum et Repertum. Karena, visum itu hanya dilakukan jika ada permintaan dari pihak kepolisian," terang Iqbal.