LIPUTAN KHUSUS:
Hakim Diminta Menimbang HAM dalam Gugatan Polusi Jakarta
Penulis : Kennial Laia
Masyarakat minta Majelis Hakim PN Jakarta Pusat mengabulkan citizen lawsuit atas pencemaran udara Jakarta.
Lingkungan
Jumat, 07 Mei 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Masyarakat dari berbagai kalangan meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memenangkan gugatan warga negara (citizen lawsuit) terhadap tujuh lembaga negara atas pencemaran udara Jakarta.
Gugatan tersebut diajukan 32 warga ibukota, pada Juli 2019. Mereka menuntut hak atas udara bersih melalui serangkaian kebijakan terhadap Presiden Joko Widodo, Menteri Kesehatan Nina Moeloek Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, serta Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo (kini dijabat oleh mantan Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian). Turut tergugat juga pemerintah daerah yakni Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Gubernur Banten Wahidin Halim.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Andri G. Wibisana mengatakan, substansi gugatan tersebut baik sebab tidak hanya menyoal pelanggaran kewajiban oleh pemerintah, namun juga terhadap aspek pelanggaran hak asasi manusia atas lingkungan hidup yang baik. Menurutnya, gugatan rakyat itu pun 'memaksa' hakim untuk dapat melihat lebih jauh mengenai persoalan pencemaran udara di Jakarta.
“Gugatan ini substansinya bagus sekali, sayang kalau hakim mengabaikan. Terlepas hasilnya seperti apa, ada yang lebih penting yakni dalil yang diajukan tentang pelanggaran hak atas lingkungan hidup sebagai hak asasi manusia,” kata Andri kepada wartawan, dalam media briefing Koalisi Ibukota, Kamis, 6 Mei 2021.
Andri mengatakan, Majelis Halim seharusnya mempertimbangkan pendapat keahlian dari saksi-saksi yang dihadirkan oleh tim kuasa hukum penggugat. Di antaranya, saksi ahli neurologi dari Amerika Serikat, ahli kesehatan publik, ahli pengendalian pencemaran udara, ahli hukum administrasi negara, komisioner Komnas HAM, hingga menyampaikan Amicus Curiae dari Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa, David R. Boyd.
Lebih lanjut, Andri menilai bahwa pemerintah sebenarnya sudah mengetahui mengenai kewajiban dalam penanganan masalah lingkungan, khususnya pencemaran udara. Dia menyebut, hal itu sudah jelas tertulis mulai dari peraturan pemerintah, peraturan menteri hingga peraturan gubernur.
“Dalam memutuskan gugatan ini, menurut saya, caranya cukup sederhana. Ada kewajiban yang ditulis dalam undang-undang. Mulai dari PP, Permen LH sampai Pergub. Nah itu semua sudah dilaksanakan dengan benar atau tidak?” tukas Andri.
Salah satu penggugat, Inaya Wahid, mengaku sangat berharap jika gugatan ini akan dikabulkan oleh Majelis Hakim. Dia menginginkan, ada langkah nyata yang jelas, terukur, dan berbasiskan sains, yang dilakukan oleh pemerintah untuk segera mengatasi polusi udara Jakarta.
“Yang pasti jangka pendeknya, saya ingin para hakim mengabulkan gugatan kami untuk seluruhnya. Karena saya yakin bukan hanya kami yang menghirup langsung udara di sini dan merasakan betapa nggak enaknya udara Jakarta. Tapi, saya yakin para Hakim juga merasakan betapa tidak nyaman dan tidak enaknya udara di Jakarta,” ungkap Inaya.
Lebih dari itu, kata Inaya, para penggugat berharap jika nanti Majelis Hakim mengabulkan gugatan ini, perubahan kebijakan yang harus segera dibuat oleh pemerintah dalam mengendalikan pencemaran udara, bukan hanya sebagai kebijakan politis yang berlaku di periode pemerintah saat ini.
“Ketika pemerintahan saat ini berganti, jangan sampai kemudian berubah lagi kebijakannya. Harapan kami, pemerintah juga mau melibatkan masyarakat secara luas untuk menyusun kebijakan. Seperti pemerintah China yang menggandeng masyarakat untuk mengampanyekan problem-problem yang bisa muncul dari PM2.5. Jadi, publik juga sadar bahwa hak mereka dan sedang dipenuhi oleh pemerintah,” jelasnya.
Tim advokasi penggugat, Ayu Eza Tiara, optimistis bahwa Majelis Hakim akan memenangkan gugatan. Alasannya, dalam proses persidangan yang sudah berlangsung hampir dua tahun tersebut, para kuasa hukum tergugat beberapa kali menghadirkan saksi-saksi yang tidak kompeten. Bahkan, ada salah satu saksi ahli yang dihadirkan oleh salah satu kuasa hukum tujuh lembaga negara itu sempat menyampaikan bahwa pemerintah lalai dalam melakukan pemenuhan hak udara bersih dan sehat.
“Saksi ahli dari tergugat justru secara jelas menyampaikan bahwa pemerintah lalai melakukan pemenuhan hak-hak atas udara bersih dan sehat. Ini jadi poin penting bahwa ahli dari tergugat saja pro dengan kami. Jadi, saya rasa tidak ada alasan lagi dari tim hukum Tergugat untuk mengaku bahwa pemerintah sudah melakukan hal yang sebaik mungkin. Bahkan, yang diklaim sudah sebaik mungkin itu malah disebut saksi ahli masih tidak efektif dan tidak maksimal,” jelas Ayu.
Sidang putusan Gugatan Warga Negara atas Pencemaran Udara Jakarta dijadwalkan digelar di Ruang Sidang Prof.Dr.H M Hatta Ali SH MH Pengadilan Negeri Jakarta pada 20 Mei mendatang.