LIPUTAN KHUSUS:
Pemerintah Tak Lagi Terima Proyek PLTU Baru
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Untuk mencapai target bauran EBT 20 persen 2025, pemerintah mengambil kebijakan untuk tidak lagi menerima usulan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru.
PLTU
Jumat, 04 Juni 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang saat ini sedang disusun, pemerintah mengambil kebijakan untuk tidak lagi menerima usulan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru. Kebijakan tersebut diambil, salah satunya demi mencapai target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) 23 persen pada 2025.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI pada Kamis (27/5/2021) lalu.
"Kami juga mengambil kebijakan untuk tidak lagi menerima usulan PLTU baru. Jadi kalaupun ada tercantum proyek-proyek di RUPTL nanti, itu meneruskan yang sudah terlanjur ada. Dan kebanyakan di dalamnya yang statusnya sedang konstruksi. Minimum yang telah mencapai tahapan financial close."
Dalam rapat dengan pendapat tersebut Rida Mulyana mengungkapkan, penyusuan RUPTL Perusahaan Listrik Negara (PLN) 2021-2030 bakal segera dipercepat proses penyelesaiannya, demi menarik investor di ketenagalistrikan. Saat ini, RUPTL masih membutuhkan beberapa masukan dari Menteri ESDM.
"Intinya draft RUPTL ini masih berproses, masih diskusi, masih mengidentifikasi beberapa. Banyak yang sudah kami sepakati, tapi ada juga yang memerlukan arahan dari pimpinan."
Selain tidak lagi menerima usulan proyek PLTU baru, terdapat pula sejumlah pokok persoalan yang akan disesuaikan dalam RUPTL 2021-2030.
Yakni, rasio elektrifikasi 100 persen ditargetkan tuntas pada 2022. Menurut RIda, hingga triwulan 1 2021 atau Maret 2021, rasio elektrifikasi sudah mencapai 99,59 persen. Dirinya berharap target tersebut dapat tercapai seperti yang ditargetkan.
Kemudian, pihaknya akan menjaga keseimbangan neraca daya setiap sistem tenaga listrik untuk memastikan kecukupan listrik. Karena harus menjamin proyek infrastruktur terutama pembangkitan harus disesuaikan dan diseimbangkan dengan perkembangan atau proyeksi demand per wilayah.
"Yang ketiga yang merupakan amanah undang-undang, bahwa target bauran EBT 23 persen pada 2025 kita upayakan semaksimum mungkin dengan tetap menjaga Biaya Pokok Produksi (BPP) listriknya tidak naik secara signifikan," kata Rida
Untuk itu, lanjut Rida, ada beberapa strategi yang perlu dilakukan. Pertama mendahulukan pembangkit EBT yang tidak banyak meningkatkan BPP. Kedua mendorong Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) akan lebih dimasifkan dengan alasan karena teknologinya lebih berkembang dan harganya cenderung turun, dengan salah satunya memanfaatkan luasan permukaan air, seperti waduk.
Strategi ketiga, PLTU cofiring didorong dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Keempat pihaknya akan mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Panas (PLTP) dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan jadwal COD yang lebih realistis dan strategi terakhir pihaknya akan menjalankan dedieselisasi atau mengkonversi lebih dari 5.200 unit PLTD berkapasitas sekitar 2 Giga Watt (GW), yang ada di sekitar 2.300-an lokasi yang tersebar di seluruh Indonesia, dengan pembangkit EBT secara bertahap.
"Dalam rangka peningkatan bauran EBT tersebut kami juga akan mendorong penggunaan PLTS roof top, memanfaatkan atap-atap yang selama ini menganggur. Temasuk di industri-industri atau di pergudangan atau di pabrik-pabrik yang selama ini ada."
Selain itu, pemerintah akan melakukan relokasi pembangkit untuk mengurangi over supply di Jawa. Kemudian pihaknya akan mempercepat interkoneksi dalam pulau atau antarpulau, agar dapat meningkatkan keandalan sistem, termasuk di dalamnya meminimalisasi kemungkinan terjadinya black out atau padam massal, sekaligus juga untuk menurunkan BPP dan juga bisa memungkinkan transfer atau sharing resources ke tempat lain, dalam hal ini resources EBT.
"Baik itu di dalam satu wilayah misalkan satu pulau besar maupun antarwilayah. Termasuk di dalamnya tidak menutup kemungkinan interkoneksi ke negara tetangga. Hingga pada saatnya, di kemudian hari, mungkin tidak lama lagi, kita mungkin bisa jadi menghasilkan devisa dengan cara mengekspor tenaga listrik ke negara tetangga."
Dibandingkan dengan RUPTL 2019-2028, pada RUPTL yang sedang disusun saat ini, dalam hal komposisi pembangunan pembangkit fosil (batu bara, gas dan minyak bumi) dan non-fosil, porsi pembangkit EBT lebih besar. Apabila pada RUPTL 2019-2028 porsi pembangkit EBT (non-fosil) hanya sekitar 30 persen dan fosil 70 persen, maka pada RUPTL 2021-2030 porsi pembangkit EBT sebesar 48 persen sedangkan pembangkit fosil 52 persen.
"Dibandingkan RUPTL yang sekarang (2019-2028), dimana komposisi EBT 30 persen dan fosil 70 persen, sekarang kita perbarui untuk 2021-2030 yang kita susun lebih hijau," kata Rida Mulyana.
Tambah Pembangkit Hingga 41 GW
Pemerintah menjamin perencanaan pembangunan infrastruktur sektor ketenagalistrikan lebih mengedepankan pembangkit yang lebih ramah lingkungan (hijau) berbasis Energi Baru Terbarukan. Rencana ini seiring dengan target penambahan pembangkit hingga mencapai 40.967 Mega Watt (MW) atau 41 GW dalam kurun waktu 10 tahun. Penambahan target tersebut tertuang dalam rancangan penyusuanan RUPTL 2021-2030.
"Kita targetkan dalam 10 tahun ini termasuk 2021 kurang lebih ada 41 ribu Mega Watt tambahan pembangkitnya," kata Rida Mulyana.
Rida merinci sekitar 34.528 MW telah selesai didiskusikan dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sementara 6.439 MW masih dalam tahap diskusi lanjutan. Dalam roadmap yang ada, pada tahun ini penambahan kapasitas ditargetkan sebesar 8.915 MW didominasi PLT Uap/Mulut Tambang sebesar 4.688 MW dan PLT Gas/Gas Uap/Mesin Gas/Mesin Gas dan Uap sebesar 3.467 MW. Sisanya sebesar 22 MW bersumber dari PLT Diesel dan sekitar 737 MW dari pembangkit EBT yang terdiri dari PLT Air, PLT Panas Bumi, PLTBio, PLT Hibrid dan PLT Surya.
Dalam rapat dengar pendapat tersebut, Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengungkapkan, dengan besaran kapasitas terpasang saat ini mencapai 63,2 GW, maka penambahan sekitar 40 GW dalam 10 tahun ke depan bakal membuat total kapasitas terpasang mencapai hampir 100 GW.
"Penambahan EBT sekitar 16,1 GW atau mendekati 40 persen terdiri dari PLTA, PLTP dan EBT lainnya," kata Darmawan.