LIPUTAN KHUSUS:
Perusahaan Perusak Lingkungan Harus Siap Dibanjiri Gugatan
Penulis : Tim Betahita
Saat ini, lebih dari 1.500 tuntutan hukum telah diajukan terhadap perusahaan bahan bakar fosil.
Hukum
Selasa, 29 Juni 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Banyak perusahaan dalam waktu dekat ini mungkin akan dibanjiri gugatan terkait kinerja mereka terhada perubahan iklim. Beberapa pihak yang dianggap memiliki kepentingan, lantaran kemajuan pencarian bukti sains, bakal meminta pertanggungjawaban perusahaan atas emisi gas rumah kacanya.
Saat ini, lebih dari 1.500 tuntutan hukum telah diajukan terhadap perusahaan bahan bakar fosil yang emisinya selama beberapa dekade memainkan peran utama dalam menciptakan karbon di atmosfer.
Bulan lalu, perusahaan minyak dan gas multinasional Shell Diperintahkan oleh pengadilan di Belanda untuk mengurangi emisinya sebesar 45% dalam dekade berikutnya. Shell mengatakan akan mengajukan banding atas keputusan tersebut.
Lalu awal bulan ini, pengadilan Belgia memutuskan bahwa kegagalan pemerintah untuk mengatasi keadaan darurat iklim sama dengan Pelanggaran HAM.
Peneliti Program Hukum Berkelanjutan di Universitas Oxford, Robert Stuart Smith mengatakan kebanyakan gugatan akan berhasil, karena ilmu pengetahuan baru memungkinkan untuk menghubungkan kerusakan akibat keruntuhan iklim secara langsung dengan aktivitas perusahaan.
“Tidak terbayangkan lagi bahwa perusahaan-perusahaan ini bisa berhasil digugat,” katanya, seperti dikutip Guardian, Selasa, 29 Juni 2021. “Kekuatan bukti mendukung tuduhan ini, dan memberikan dasar yang kuat untuk bukti untuk kasus-kasus serupa di pengadilan lain.”
Keberhasilan itu, katanya, pada gilirannya bisa menjadi gelombang tuntutan hukum baru. “Adalah mungkin untuk melihat preseden yang akan mempermudah mengajukan tuntutan hukum di masa depan atas dampak iklim.”
Gelombang tuntutan hukum ini, kata Stuart, akan berpengaruh kepada pola investasi. Perusahaan dengan emisi tinggi akan kesulitan mendapatkan investasi.
“Jika lebih banyak kasus ini berhasil, emisi perusahaan dapat dianggap sebagai kewajiban,” katanya kepada Guardian.
Bakal muncul kekhawatiran di kalangan investor tentang risiko hukum. Persoalan itu bisa memiliki konsekuensi serius bagi iklim investasi perusahaan yang kinerja dan bahan bakunya bersumber dari Sumber daya Alam yang tak berkelanjutan.
Sebelumnya upaya untuk menuntut perusahaan atas produksi karbon mereka sering mengalami masalah. Banyak pengadilan menolak hubungan antara kegiatan perusahaan dan kerusakan iklim tertentu, atau peristiwa cuaca ekstrem.
Namun, menggunakan ilmu pengetahuan yang lebih modern dapat mengatasi beberapa kesulitan ini, menurut Stuart Smith dan rekan, dalam makalah berjudul Menutup kesenjangan inferensi dalam saling ketergantungan iklim, yang diterbitkan di Nature Climate Change, kemarin.
Gugatan Hukum Serupa di Indonesia
Sementara itu di Indonesia, gerakan serupa sedang digalakan. Sidang gugatan perdata Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Utara (Sumut), terhadap PT Nuansa Alam Nusantara (NAN) digelar di Pengadilan Negeri (PN) Padangsidimpuan.
Gugatan tersebut diajukan oleh WAHLI Sumatera Utara (Sumut) dan LBH Medan di Pengadilan Negeri (PN) Padang Sidempuan, pada Rabu 31 Maret pekan lalu, dengan nomor perkara 9/Pdt.G/LH/2021/PN Psp. Berdasarkan catatan, gugatan perdata ini merupakan gugatan perdata terkait satwa pertama di Indonesia.
Kebun Binatang Mini itu diketahui telah dioperasikan secara ilegal tanpa izin dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam. Dengan memelihara sejumlah hewan paling langka dan ikonik di Indonesia. Termasuk orangutan sumatera, komodo dan banyak spesies burung yang dilindungi seperti cendrawasih, kakatua dan kasuari. Secara keseluruhan, ada setidaknya 43 hewan dari 18 spesies, yang semuanya dilindungi undang-undang dan diperdagangkan secara ilegal dari alam liar.
Lalu ada pula gugatan lain. Masyarakat dari berbagai kalangan meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memenangkan gugatan warga negara (citizen lawsuit) terhadap tujuh lembaga negara atas pencemaran udara Jakarta. Gugatan tersebut diajukan 32 warga ibukota.
Mereka menuntut hak atas udara bersih melalui serangkaian kebijakan terhadap Presiden Joko Widodo, Menteri Kesehatan Nina Moeloek Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, serta Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo (kini dijabat oleh mantan Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian). Turut tergugat juga pemerintah daerah yakni Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Gubernur Banten Wahidin Halim.