LIPUTAN KHUSUS:

Sekitar 410 Juta Jiwa di Dunia Terancam Naiknya Air Laut


Penulis : Tim Betahita

Indonesia menjadi negara dengan risiko terbesar terhadap kenaikan permukaan laut.

Perubahan Iklim

Jumat, 02 Juli 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Studi terbaru mengungkapkan, sekitar 410 juta orang akan tinggal di daerah kurang dari 2 meter di atas permukaan laut, serta berisiko dari kenaikan permukaan laut, kecuali emisi global dikurangi.

Studi tersebut—diterbitkan di jurnal Nature Communications—menemukan bahwa saat ini terdapat 267 juta manusia di seluruh dunia tinggal di daratan dengan ketinggian kurang dari 2 meter di atas permukaan laut. Ilmuwan memperkirakan angka itu dapat meningkat menjadi 410 juta jiwa pada 2100.

Angka tersebut didapat menggunakan metode penginderaan jauh bernama Lidar, yang memancarkan sinar laser melintasi wilayah pesisir untuk mengukur ketinggian di permukaan bumi, dengan kenaikan permukaan laut 1 meter dan pertumbuhan populasi nol.

Peta itu menunjukkan bahwa 62% dari daratan paling berisiko terkonsentrasi di daerah tropis, dengan Indonesia memiliki luas lahan berisiko terbesar di seluruh dunia. Proyeksi ini menunjukkan lebih banyak risiko di masa depan, dengan 72% berisiko di daerah tropis, dan 59% di Asia beriklim tropis saja.

Warga di desa Bedono, Demak, Jawa Tengah, duduk di 'perahu' apung darurat saat banjir rob terjadi. Foto: Getty Images/Ulen Ifansasti

Dr Aljosja Hooijer, ahli sumber daya air untuk Deltares, lembaga independen untuk penelitian terapan air dan bawah permukaan mengatakan, walau penelitian itu tidak pasti secara inheren, perhatian besar diperlukan pada daerah tropis sebagai pencegahan banjir jangka panjang. 

“Ada banyak ilmuwan yang melihat skenario jangka panjang. Tapi hal ini terjadi sekarang di beberapa bagian dunia yang sebagian besar wilayah tropis. Tidak hanya di Asia Tenggara, tapi juga di delta Niger dan Lagos di Afrika,” kata Hooijer yang juga merupakan penulis utama laporan tersebut, dikutip The Guardian, 29 Juni, 2021.

“Jika Anda melihat kenaikan permukaan laut, penelitian dampak hingga saat ini fokus pada penentuan skenario kenaikan permukaan laut. Hanya sedikit perhatian pada data ketinggian, dan itu hanya karena orang merasa tidak banyak yang dapat dilakukan tentang hal itu, termasuk kami,” tambahnya. 

Hooijer menekankan bahwa meskipun penelitian itu bukan proyek penelitian kenaikan permukaan laut, model data elevasi baru itu menggunakan data yang akurat, yang seringkali tidak tersedia di banyak belahan dunia.

Di beberapa negara seperti Belanda, sebagian Inggris, dan sebagian besar Amerika Serikat, ketersediaan data zona pesisir sangat baik karena mereka menerbangkan Lidar setiap empat tahun. Biayanya sangat tinggi. Untuk Belanda saja, biayanya mencapai puluhan juta euro.

“Jelas bahwa di sebagian besar negara di dunia, ada yang tidak memiliki dana sebesar itu,” kata Hooijer.

Krisis iklim telah menyebabkan naiknya permukaan air laut dan badai yang lebih sering dan parah terjadi. Keduanya meningkatkan risiko banjir di wilayah pesisir. 

Pada 2020, sebuah survei oleh Climate and Atmospheric Science, yang mengumpulkan pandangan dari 106 spesialis, menyarankan agar kota-kota pesisir bersiap menghadapi naiknya permukaan laut yang bisa mencapai 5 meter pada 2300, dan dapat menenggelamkan daerah yang dihuni ratusan juta jiwa.

Dr Sally Brown, wakil kepala ilmu kehidupan dan lingkungan di Universitas Bournemouth di Inggris mengatakan studi baru itu menunjukkan bahwa jutaan manusia tinggal di area berisiko dan berada dalam bahaya banjir pesisir.

“Naiknya permukaan laut meningkatkan ancaman banjir, yang bisa berdampak sangat parah bagi masyarakat dan mata pencaharian masyarakat di negara berkembang,” kata Brown.