LIPUTAN KHUSUS:

Jejak Bara Pemasok PT OKI


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Sejauh ini terdapat 7 pemasok bahan baku PT OKI di wilayah Sumsel yang tercatat mengalami kebakaran pada 2015 dan 2019.

Karhutla

Rabu, 07 Juli 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Rencana penambahan kapasitas produksi PT OKI Pulp & Paper Mills dikhawatirkan akan mengakibatkan dampak besar bagi lingkungan. Salah satunya adalah potensi kebakaran lahan dari aktivitas perluasan hutan tanaman untuk pemenuhan bahan baku. Sejauh ini terdapat sedikitnya 7 pemasok bahan baku PT OKI yang tercatat mengalami kebakaran pada 2015 dan 2019.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Daerah Sumatera Selatan (Sumsel), M. Hairul Sobri mengatakan, dampak lingkungan dari peningkatan kapasitas produksi PT OKI bukan hanya berada di sekitar pabrik. Perluasan kapasitas pabrik pulp akan meminta banyak hal dari banyak tempat.

"Hutan dan gambut memang tidak dapat terbakar tiba-tiba, tetapi risiko terbakarnya gambut meningkat drastis ketika gambut dikeringkan untuk kebutuhan memenuhi bahan baku kayu dalam jumlah besar lahan," kata Sobri, Selasa (6/7/2021).

Sobri melanjutkan, saat ini ada 7 konsesi di Sumsel yang memasok bahan baku ke pabrik PT OKI, yang setidaknya memiliki luasan lahan gambut mencapai 61 persen. 7 konsesi pemasok tersebut semuanya mengalami kebakaran pada 2015 dan 2019. Risiko kebakaran ini akan tetap ada dan mungkin bahkan bertambah apabila kemudian APP menambah luas lahan tanamannya dengan cara melakukan deforestasi dan mengeringkan lahan gambut di berbagai tempat lain.

Pabrik PT OKI Pulp & Paper di Kabupaten Ogan Komering Ilir./Foto: ANTARA/Nova Wahyudi

Konsesi Pemasok PT OKI Yang Terbakar pada 2015 dan 2019

No.

Pemasok

Luas Konsesi (Ha)

Luas Konsesi Terbakar (Ha)

 

 

 

2015

2019

 

Sumatera Selatan

 

 

 

1

PT Bumi Andalas Permai

189.528

81.734

11.097

2

PT Bumi Mekar Hijau

250.270

63.215

40.037

3

PT Bumi Persada Permai

60.518

76

-

4

PT Rimba Hutani Mas  

66.289

9.795

1.447

5

PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries

136.611

47.968

7.266

6

PT Sumber Hijau Permai

30.055

806

-

7

PT Tri Pupajaya

21.582

618

16

 

Kalimantan Barat

 

 

 

1

PT Asia Tani Persada

20.799

-

434

2

PT Daya Tani Kalbar

44.979

-

13

3

PT Finnantara Intiga

286.751

-

53

Total

1.107.382

204.212

60.363

Sumber: https://sandbox.trase.earth/ diolah

Sobri mengungkapkan, dari 7 konsesi pemasok PT OKI yang terbakar di Sumsel tersebut, hanya PT Bumi Mekar Hijau (BMH) saja yang proses hukumnya berlanjut dan dikenakan sanksi pada 2016 lalu. Sedangkan yang lainnya sebagian besar hanya disegel untuk sementara waktu.

Berdasarkan informasi perkara nomor 24/PDT.G/2015/PN PLG yang ada pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Palembang, pada 12 Agustus 2016 lalu Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Palembang menyatakan PT BMH telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum, lewat Putusan Banding nomor 51/PDT/2016/PT PLG.

Dalam putusan tersebut PT BMH dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp78.502.500.000 kepada Negara atas terjadinya kebakaran seluas 20 ribu hektare pada 2014 lalu. Jumlah ganti rugi tersebut sangat jauh nilai tuntutan yang totalnya sebesar Rp7,9 triliun. Eksekusi putusan Banding ini tercatat telah dilakukan pada 11 Juli 2019. Disebutkan bahwa eksekusi dilakukan secara sukarela oleh Termohon (PT BMH).

"Dan banyak juga kasus kebakaran perusahaan penyuplai APP ini bebas dari sanksi. Karena itu kami selalu bilang pemerintah sangat lemah di mata hukum jika dihadapi dengan korporasi, dan tajam terhadap petani kecil terkait kasus kebakaran."

Riset yang dilakukan Greenpeace beberapa waktu lalu, masih kata Sobri, memberikan ilustrasi betapa rentan terbakarnya lahan gambut yang dikeringkan dan digunakan oleh konsesi hutan tanaman. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Sungai Sugihan-Sungai Lumpur yang tetap terbakar pada 2019, meski telah diupayakan untuk direstorasi melalui pembangunan 125 proyek infrastruktur pembahasan.

Risiko kebakaran ini tidak lepas dari kanal dan penggunaan KHG itu oleh tiga konsesi bubur kertas, yaitu PT Bumi Andalas Permai, PT Bumi Mekar Hijau, dan PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries. Keseluruhan konsesi ini meliputi setidaknya 79,3 persen wilayah KHG tersebut. 

Sobri melanjutkan, melihat fungsi pengawasan yang dilakukan pemerintah yang sangat lemah, pihaknya sangat kwahatir perusahan-perusahaan akan semakin leluasa dalam melakukan kerusakan yang lebih massif. Sobri berharap pemerintah melakukan review izin, bukannya malah memberikan keleluasaan investasi tambahan.

"Yang kami ketahui investasi pulp ini akan merampas sumber-sumber hutan sebagai penyokong keseimbangan ekologis dan ekonomi kerakyatan."

Terpisah, terkait rencana penambahan kapasitas pabrik PT OKI ini, Humas PT OKI Pulp & Paper Mills, Gadang H. Hartawan mengatakan, dirinya menegaskan bahwa pihaknya telah mengantisipasi kemungkinan meningkatnya kebutuhan pasokan bahan baku yang akan dipergunakan. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut, pihaknya berkomitmen untuk terus memastikan seluruh pasokan kami bersesuaian dengan komitmen nol deforestasi kami.

"Untuk itu, kami menjalankan proses ketat bagi seluruh calon pemasok APP (Asia Pulp & Paper) Sinar Mas, melalui proses yang disebut, Supplier Evaluation and Risk Assessment (SERA). Kami akan meninjau kinerja dan komitmen keberlanjutan para calon tersebut, dan hanya perusahaan yang lolos SERA sajalah yang dapat menjadi pemasok kami," kata Gadang, Selasa (6/7/2021).

Di luar itu, lanjut Gadang, kinerja Research & Development (R&D) Forestry yang pihaknya terapkan secara berkelanjutan juga akan terus meningkatkan Mean Annual Increment (MAI) yang dapat mengoptimalkan pemanfaatan potensi lahan. Kemudian di waktu yang bersamaan, R&D Mill akan mengidentikasi teknologi terkini dalam rangka peningkatan effisiensi penggunaan bahan baku.

Menurut Gadang, peningkatan kapasitas produksi PT OKI ini sendiri bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasar dan mengikuti anjuran serta kebijakan Pemerintah dalam rangka meningkatkan investasi yang berwawasan lingkungan sesuai Undang-Undang Cipta Kerja dan juga menyediakan kesempatan kerja serta berusaha. Pihaknya juga akan melakukan program kemitraan dengan masyarakat sekitar melalui skema perhutanan sosial dan juga bermitra dengan pemegang izin lainnya.

"APP Sinar Mas terus berpegang pada komitmen nol deforestasi sebagaimana tertuang dalam Kebijakan Konservasi Hutan (FCP) kami. Di bawah kebijakan tersebut, Kami hanya menggunakan kayu pulp yang berasal dari hutan tanaman industri sesuai perizinan yang berlaku, dan bukan hutan alam, dalam proses produksi kami."

Sebagai bagian yang integral dari FCP, imbuh Gadang, APP Sinar Mas juga tetap menghormati hak-hak masyarakat dengan menerapkan Free Prior Informed Consent (FPIC) dalam seluruh proses operasionalnya, yang berlaku secara ketat untuk seluruh mitra pemasok kayu APP Sinar Mas.

Sebelumnya, PT OKI diketahui akan melakukan penambahan kapasitas produksinya. Yang meliputi penambahan proses produksi pulp (mechanical pulp) 700.000 ton per tahun, peningkatan produksi pulp (kraft pulp) dari 2.800.000 ton per tahun menjadi 7.000.000 ton per tahun dan tissue dari 500.000 ton per tahun menjadi 2.000.000 ton per tahun. Serta penambahan kegiatan produksi Ivory Paper 1.200.000 ton per tahun dan produksi printing/writing paper 1.200.000 ton per tahun yang berada di Desa Bukit Batu dan Desa Jadi Mulya Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan.

Rencana peningkatan kapasitas tersebut berindikasi akan adanya upaya ekspansi hutan tanaman dengan luas sekitar 2 juta hektare yang berpotensi semakin massifnya deforestasi, konflik sumber daya alam dan perampasan lahan demi pemenuhan kebutuhan kayu PT OKI.