LIPUTAN KHUSUS:
10.995 Ekor Burung Tanpa Dokumen Diamankan
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Burung-burung yang ditempatkan di dalam 326 kotak tersebut diamankan saat diangkut menggunakan truk dengan nomor polisi DR 8549 A menuju Pulau Bali dan Pulau Jawa.
Biodiversitas
Kamis, 08 Juli 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Sebanyak 10.955 ekor burung yang diangkut tanpa dokumen di Pelabuhan Lembar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) disita oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) NTB bersama Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda NTB, Rabu (30/6/2021) lalu. Burung-burung yang ditempatkan di dalam 326 kotak tersebut diamankan saat diangkut menggunakan truk dengan nomor polisi DR 8549 A menuju Pulau Bali dan Pulau Jawa.
Ribuan burung itu kini diamankan di Kantor BKSDA NTB untuk diidentifikasi lebih lanjut. Sedangkan, supir truk beserta alat angkut berupa truk ditahan oleh Polda NTB.
Plt. Kepala BKSDA NTB, Dedy Asriady mengatakan, berdasarkan hasil identifikasi, burung-burung tersebut terdiri dari 20 jenis dengan jumlah total sebanyak 10.995 ekor. Satu jenis di antaranya merupakan jenis dilindungi undang-undang yaitu paok laus (Pitta elegans) sebanyak 10 ekor.
"Diduga satwa burung berasal dari Pulau Sumbawa dan Pulau Lombok," kata Plt. Kepala BKSDA NTB Dedy Asriady, Sabtu (3/7/2021).
Jenis burung lainnya yang disita yaitu, srigunting (Dicrurus densus) 210 ekor, perkutut loreng (Geopelia maugei) 135 ekor, prenjak gunung (Prinina supercilliaris) 175 ekor, bentet kelabu/kemodrong (Lanius schach) 1.875 ekor, cinenen jawa/kelincer (Orthotomus sepium) 2.500 ekor, branjangan jawa (Mirafra javanica) 2.000 ekor, perling kumbang/kenjeling (Aplonis panayensis) 225 ekor, dan kacamata laut/kecial kuning (Zosterops chloris) 2.250 ekor.
Kemudian, burung madu /kecial kombok (Lichmera indistincta) 450 ekor, gelatik batu abu (Parus major) 175 ekor, pipit zebra (Taeniapygia guttata) 400 ekor, kepodang (Oriolus chinensis) 200 ekor, kancilan emas/samyong (Pachycephala pectoralis) 60 ekor, anis macan (Zoothera Doherty) 100 ekor, cikukua tanduk/koakiau (Philemon buceroides) 40 ekor, bondol hijau dada merah (Erythrura hyperythra) 30 ekor, burung cabe (Dicaeum sp) 40 ekor, cica kopi melayu/kopi-kopi (Pomatorhinus montanus) 50 ekor, dan daecu belang (Saxicola caprata) 70 ekor.
Dedy menjelaskan, mengingat ada satu jenis burung dilindungi yang diangkut, maka pihak pengangkut dan pemilik burung tersebut dianggap telah melanggar pasal 22 ayat 2 huruf (a) dan huruf (c) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosisistemnya.
"Yang berbunyi, setiap orang dilarang untuk (a) menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup dan (c) mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia."
Satwa burung yang telah selesai diidentifikasi, lanjut Dedy, kemudian dilepasliarkan pada 1 dan 2 Juli 2021 di Taman Wisata Alam (TWA) Kerandangan, TWA Gunung Tunak, Taman Hutan Raya (Tahura) Sesaot dan Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani. Pelepasliaran dilakukan oleh BKSDA NTB bersama instansi terkait yaitu Balai Karantina Kelas I Mataram dan Polda Nusa Tenggara Barat. Jenis burung yang merupakan jenis khas Sumbawa akan dikembalikan ke habitat aslinya di Sumbawa.
Menurut Dedy, NTB mempunyai kekayaan hayati berbagai jenis burung. Saat ini telah teridentifikasi sebanyak 246 jenis burung yang dapat dijumpai di habitat alam di Nusa Tenggara Barat. Burung-burung tersebut tersebar dari Pulau Lombok, Pulau Sumbawa maupun pulau-pulau kecil di sekitar kedua pulau utama tersebut.
Saat ini ancaman terbesar terhadap kelestarian kekayaan jenis burung tersebut adalah perdagangan ilegal. Dalam 2021, BKSDA NTB bersama pihak terkait, seperti Polda NTB, Balai Karantina Pertanian Kelas I Mataram dan Stasiun Karantina Kelas I Sumbawa Besar telah beberapa kali mengamankan burung-burung yang diangkut secara ilegal dengan tujuan keluar NTB.
Satwa burung merupakan kekayaan hayati yang dapat dimanfaatkan secara lestari baik untuk hobi pengamatan burung di alam, pemeliharaan untuk kesenangan dan untuk perdagangan. Untuk keperluan perdagangan terhadap burung yang bersumber dari habitat alam harus melalui serangkaian prosedur perizinan yang ketat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"BKSDA Nusa Tenggara Barat telah sering melakukan sosialisasi peraturan kepada pelaku usaha perdagangan burung. Perlu adanya sanksi yang lebih tegas terhadap pengangkutan dan perdagangan burung tanpa dokumen agar para pelaku pengangkutan dan perdagangan ilegal ini jera."