LIPUTAN KHUSUS:

Babirusa Maluku Berhasil Ditemukan Kembali


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Babirusa yang sudah dianggap mitus, baru-baru ini kembali ditemukan keberadaannya. Ini merupakan bukti pertama penemuan survei intensif yang dilakukan sejak 1995

Biodiversitas

Selasa, 20 Juli 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  

Babirusa yang sudah dianggap mitos, baru-baru ini kembali ditemukan keberadaannya. Camera Trap milik Tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) berhasil merekam keberadaan babirusa maluku (Babyrousa babyrussa) di kawasan Suaka Alam Masbait, Pulau Buru, Maluku. Ini merupakan bukti pertama penemuan atas survei intensif yang dilakukan sejak tahun 1995.

Sejak survei intensif yang dilakukan pada 1995 belum pernah ditemukan babirusa secara langsung kecuali jejaknya, sampai pada 1997 dengan ditemukannya tengkorak babirusa dari seorang pemburu di sekitar Gunung Kapalat Mada, Pulau Buru. Sehingga terkonfirmasi bahwa Pulau Buru sebagai salah satu habitat babirusa.

Informasi dari masyarakat setempat, menyampaikan bahwa mereka pernah menjumpai babirusa di hutan-hutan pada perbukitan dan pegunungan, serta mitos setempat bahwa babirusa akan muncul untuk menunjukkan jalan keluar bagi orang yang tersesat di dalam hutan memperkuat informasi Pulau Buru sebagai habitat babirusa secara tidak langsung.

Gambar foto salah satu babirusa yang tertangkap Camera Trap yang dipasang Tim BKSDA Maluku, di Suaka Alam Masbait, Pulau Buru./Foto: BKSDA Maluku

Balai KSDA Maluku 2011 sampai dengan 2013 telah melaksanakan survei intensif di kawasan konservasi tetapi belum mendapatkan bukti perjumpaan secara langsung sehingga menjadikan keberadaan babirusa di Pulau Buru masih dianggap sebagai mitos.

Berawal dari ditemukannya tengkorak dan tulang belulang babirusa oleh Tim Balai KSDA Maluku yang sedang melakukan patroli rutin di kawasan Suaka Alam Masbait pada November 2019. Hal tersebut menjadikan BKSDA Maluku berupaya untuk mendapatkan bukti langsung keberadaan babirusa di Pulau Buru, terutama pada areal ditemukannya tengkorak dan tulang belulang babirusa.

Upaya tersebut mendapat dukungan Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, Direktorat Jenderal (Ditjen) Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) melalui Project EPASS (Enhancing the Protected Area System in Sulawesi for Biodiversity Conservation) Tahun 2020, dengan dihibahkannya peralatan survei berupa 20 buah kamera jebak dan 1 buah GPS kepada BKSDA Maluku.

Pada 2021, upaya yang dilakukan BKSDA Maluku akhirnya membuahkan hasil. Yang mana dari 10 kamera jebak hanya 1 kamera yang tidak merekam keberadaan babirusa. Camera Trap tersebut dipasang sejak April hingga Juni 2021 pada 7 lokasi yang merupakan area lintasan satwa, yaitu pada areal berkubang/bermain satwa, saltlicks (tempat menggaram) ataupun mencari pakan.

Kepala Balai KSDA Maluku, Danny H. Pattipeilohy mengatakan, selanjutnya akan direncanakan program kegiatan untuk konservasi babirusa, khususnya di Pulau Buru. Seperti peningkatan patroli pengamanan, penyadartahuan masyarakat serta survei pakan/habitat. 

"Selain itu rencananya akan dilaksanakan juga survei monitoring dengan pasang kamera trap di habitat babirusa lainnyaseperti di P. Mangole dan P. Taliabu, untuk pembuktian langsung keberadaan babirusa Maluku," ujar Denny, Jumat (16/7/2021).

Babirusa (Babyrousa spp.) merupakan satwa endemik Wallace, region ini dihuni 3 jenis babirusa yaitu babirusa sulawesi (Babyrousa celebensis) yang sebarannya berada di Pulau Sulawesi, babirusa togean (Babyrousa togeanensis) menyebar di beberapa pulau di Kepulauan Togean, serta babirusa maluku (Babyrousa babyrussa). Sebaran babirusa maluku (Babyrousa babyrussa Linnaeus, 1978) teridentifikasi meliputi Kepulauan Sula yaitu P. Mangole dan P. Taliabu serta Pulau Buru (SRAK Babirusa 2013-2024, KLHK 2013).

Babirusa Maluku pertama kali diidentifikasi sebagai sub-spesies dari Babyrousa babyrussa yaitu B. b. babyrussa, selanjutnya dengan pertimbangan perbedaan karakteristik morfologi babirusa Maluku sebagai jenis sendiri yaitu B. babyrussa (SRAK Babirusa 2013-2024, KLHK 2013). Di habitat alaminya khususnya di Pulau Buru, populasi satwa ini terancam akibat perburuan liar baik untuk konsumsi maupun by-catch karena pemasangan jerat babi untuk eradikasi hama pertanian, serta akibat fragmentasi habitat karena berkurangnya hutan baik untuk tujuan penebangan komersial maupun akibat pembakaran antropogenik yang berulang.

Gambar foto salah satu babirusa yang tertangkap Camera Trap yang dipasang di Suaka Alam Masbait, Pulau Buru./Foto: Dok. BKSDA Maluku

Babyrousa spp. termasuk Apendiks I CITES artinya dilarangnya perdagangan spesimen babirusa baik dalam bentuk hidup dan atau mati dan atau bagian-bagian serta produk turunannya. Satwa ini juga termasuk dalam daftar IUCN Red List sebagai jenis-jenis yang terancam punah dengan kategori Vulnerable atau Rentan. Secara nasional, jenis babirusa ini termasuk dalam jenis dilindungi sesuai Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, sebagaimana lampirannya diubah melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.106 tahun 2018, yang menegaskan bahwa jenis babirusa dilindungi oleh peraturan perundangan.

Selain rekaman foto babirusa, kamera jebak yang dipasang oleh Balai KSDA Maluku juga menangkap beberapa gambar jenis satwa lain seperti gosong maluku (Eulopia wallacei), burung arika (Gallicrex cinerea), gosong kelam (Megaphodius freycinet buruensis), musang/rase (Viverra tangalunga), biawak (Varanus salvatori), rusa timor (Rusa timorensis), dan babi hutan sulawesi (Sus celebensis).