LIPUTAN KHUSUS:

Aktifis Bali Dituduh Makar Lantaran Bantu Aksi Mahasiswa Papua


Penulis : Tim Betahita

Rico Ardika Panjaitan selaku pelapor mengaku dirinya mengadukan Direktur LBH Bali terkait aksi massa Papua pada 31 Mei lalu. Rico adalah seorang advokat.

Hukum

Rabu, 04 Agustus 2021

Editor :

BETAHITA.ID -  Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali Ni Kadek Vany Primaliraning dilaporkan ke Polda Bali terkait dugaan makar karena dinilai memfasilitasi massa aksi Papua. Pelaporan ini dikonfirmasi Vany selaku terlapor saat dihubungi, Selasa malam.

Vany menunjukkan surat tanda bukti laporan pengaduan masyarakat yang teregister di Polda Bali bertanggal Senin, 2 Agustus 2021. Foto surat tersebut dikirimkan Vany ke CNNIndonesia.com via aplikasi pesan.

Vany belum menjelaskan secara detail ihwal laporan itu. Namun, ia menduga laporan itu berkaitan dengan pendampingan hukum yang diberikan pihaknya untuk aktivis Papua yang melakukan aksi. "Pendampingan kawan-kawan Papua aksi," kata Vany lewat pesan singkat.

Dalam surat tersebut, laporan itu berbentuk pengaduan masyarakat. Laporan terdaftar dengan nomor Dumas/539/VIII/2021/SPKT Polda Bali.

ilustrasi hak asasi manusia.

Masih dalam surat itu, tertulis pelapor adalah Rico Ardika Panjaitan SH, yang berprofesi sebagai asisten advokat dan beralamat di Kecamatan Datuk Bandar Timur, Sumatera Utara. Lalu, pihak terlapor adalah Ni Kadek Vany Primaliraning selaku Direktur LBH Bali.

Uraian singkat laporan itu adalah soal dugaan tindak pidana makar dan dugaan pemufakatan makar. Tertulis pula bahwa korban dalam laporan tersebut adalah 'Konstitusional NKRI'.

Vany kemudian menjelaskan ihwal aksi aktivis Front Masyarakat Peduli Papua (FORMALIPA) Bali yang membuat pihaknya diadukan ke Polda Bali.

"Kawan-kawan aksi mohon bantuan hukum (pendampingan) terkait aksi kebebasan berpendapat. Kawan-kawan aksi pada hari H koordinasi akan nitip motor di LBH kemudian jalan ke Polda Bali untuk melakukan aksi," katanya.

Namun, di perjalanan ada ormas yang mengadang dan melakukan penganiayaan kepada massa aksi. Alhasil, massa aksi itu masuk ke halaman LBH Bali.

"Pendamping aksi (LBH Bali) berkoordinasi dengan polisi untuk melindungi massa aksi, mengingat kawan-kawan sudah mengirim surat pemberitahuan. Dan, aksi ini merupakan aksi penyampaian pendapat di muka publik , walaupun polisi tetap minta dibubarkan," kata Vany.

"Dari perdebatan alot, akhirnya kawan-kawan aksi diperbolehkan menyampaikan pendapat di depan LBH Bali," imbuhnya.

Menyikapi pelaporan terhadap Direktur LBH Bali yang diduga terkait kegiatannya memberikan bantuan hukum, Ketua YLBHI Asfinawati mengatakan polisi tak tepat bila menindaklanjutinya.

"LBH Bali dalam kapasitas menjalankan kuasa. Ini mengada-ada, kalau ditindaklanjuti Polisi membahayakan seluruh pengacara atau orang yang berada di LBH," kata dia saat dihubungi Selasa malam.

Asfin--sapaan karibnya--menegaskan kegiatan LBH juga sesuai dengan peraturan perundang-undangan seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

Secara terpisah, saat dihubungi, Rico selaku pelapor mengaku dirinya mengadukan Direktur LBH Bali terkait aksi massa Papua pada 31 Mei lalu. Saat itu, kata dia, masa aksi Papua itu melakukan orasi di depan markas lembaga itu dan salah satu isinya menyatakan, "Bahwasanya Merah Putih bukan Papua, Papua Bintang kejora."

Itulah yang kemudian membuat dia mengadukan LBH Bali dengan berbekal telah terjadi pelanggaran Pasal 106 KUHP.

"Menurut pemahaman saya secara hukum pasal 106 KUHP itu kan ada kata-kata, atau berarti salah satu, berarti sebagian wilayah Indonesia saja itu ingin dimerdekakan itu masuk dalam kategori makar. Itu berarti untuk AMP terpenuhi kan pasal itu," kata dia saat dihubungi Selasa malam.

Sementara untuk LBH Bali, ia menudingnya telah menjadi fasilitator massa aksi Papua sehingga melanggar pasal 110 KUHP.

"Dia [LBH] dapat dijerat dengan pasal 110," kata Rico yang mengaku melapor secara pribadi meski mendapat dukungan dari organisasi kemasyarakatan tempatnya bernaung, Patriot Garuda Nusantara.