LIPUTAN KHUSUS:

IPCC: Kenaikan Suhu Bumi Bisa Mencapai 1.5°C Pada 2040


Penulis : Kennial Laia

Suhu bumi diperkirakan akan menembus 1.5°C pada 2040. Dampak paling besar akan dialami negara-negara Pasifik.

Perubahan Iklim

Rabu, 11 Agustus 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Laporan terbaru dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menyatakan, bumi berpotensi besar mengalami kenaikan suhu 1.5°C pada awal 2030, lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.

Saat ini suhu planet bumi berada di antara 0.8°C dan 1.3°C lebih hangat dari masa pra-Industri, dan semakin mendekat ambang batas 1.5°C. Pemanasan saat ini pun telah  menyebabkan berbagai perubahan ekstrem di berbagai wilayah, termasuk gelombang panas laut yang menyebabkan pemutihan terumbu karang dan gelombang panas di daratan, dengan konsekuensi yang membahayakan kesehatan manusia.

Suhu dan iklim ekstrem akan semakin intens, lebih sering, dan terjadi di lebih banyak wilayah dengan setiap fraksi derajat pemanasan bumi.

Dalam kolom di The Guardian, Selasa, 10 Agustus 2021, Mark Howden dan Morgan Wairiu yang termasuk dalam tim penulis IPCC, mengatakan, naiknya suhu akan berdampak buruk di berbagai wilayah, terutama wilayah Pasifik.

Para pemuda pegiat lingkungan Greenpeace menuntut perlindungan iklim di Berlin. Dok. Jan Zappner melalui Greenpeace International.

Dengan naiknya suhu di atas 1.5°C, masyarakat di Pasifik akan mengalami peningkatan dampak perubahan iklim yang sangat merusak. Hal tersebut dibuktikan dengan analisis sejarah kenaikan dan proyeksi yang digambarkan dalam laporan IPCC.

Di Pasifik bagian barat, misalnya, permukaan laut meningkat lebih cepat dibandingkan tempat manapun di Bumi antara 1933 dan 2015. Pada 2050, hal serupa akan terus terjadi dengan atambahan 0.10-0.25 meter, terlepas dari pengurangan emisi gas rumah kaca.

Pada 2100, penduduk Pasifik akan mengalami lebih banyak dampak pesisir ekstrem kecuali dunia mengambil tindakan urgen dan besar untuk mengurangi emisi saat ini. Dampak itu termasuk fenomena genangan pantai—yang umumnya terjadi saban 100 tahun—yang akan terjadi setiap tahun atau lebih sering pada 2100 di 20% lebih banyak lokasi di bawah skenario emisi tinggi.

Lebih jauh Howden dan Wairiu menjelaskan, kenaikan permukaan laut di masa yang akan datang akan  menciptakan peristiwa majemuk dengan faktor iklim lainnya. Meskipun Pasifik diproyeksikan secara umum menghadapi lebih sedikit siklon di bawah pemanasan global, namun frekuensinya akan menjadi lebih intens. Ditambah kenaikan air laut, hal ini dapat memperburuk gelombang laut dan badai mematikan di negara seperti Fiji dan Vanuatu.

Selain itu, meskipun wilayah Pasifik diproyeksikan akan mengalami peningkatan curah hujan dengan perubahan iklim di masa depan, banyak lokasi yang mungkin akan menghadapi kelangkaan air yang lebih besar karena intrusi air asin dari naiknya air laut dan tingkat potensi penguapan yang lebih tinggi karena peningkatan suhu.

Laporan IPCC juga menegaskan bahwa satu-satunya jalan menahan laju pemanasan global sesuai dengan target Perjanjian Paris adalah dengan menghentikan produksi emisi gas rumah kaca tingkat tinggi. Jika emisi tidak diturunkan segera, pemanasan melebihi 2°C akan terjadi pada abad ke-21 ini.

Untuk mencegah skenario iklim masa depan yang lebih ekstrem yang dirinci dalam laporan IPCC, diperlukan pengurangan emisi yang serius, dengan cara penghilangan gas rumah kaca dari atmosfer, serta pengurangan emisi yang agresif.

Temuan dalam laporan IPCC akan menjadi dasar diskusi utama dalam konferensi iklim tingkat tinggi COP26 di Glasgow, November mendatang.