LIPUTAN KHUSUS:
Cabut Izin Sawit, Bupati Sorong Didukung Pemuda Adat Papua
Penulis : Kennial Laia
Pemudat adat Doberay menggelar aksi dukungan kepada Bupati Sorong yang digugat dua perusahaan kelapa sawit di Tanah Papua.
Sawit
Senin, 23 Agustus 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Puluhan pemuda yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Adat Papua dan Organisasi Masyarakat Sipil melakukan aksi protes di depan gedung Pengadilan Negeri Manokwari, Papua Barat, Senin (23/8). Hal itu ihwal gugatan dua perusahaan kelapa sawit terhadap Bupati Sorong Johny Kamuru.
Kepala pemerintahan adat dari Dewan Adat Papua Wilayah III Doberay Sam Awom mengatakan, puluhan pemuda mewakili aspirasi masyarakat adat Moi yang mendukung kebijakan Johny Kamuru.
Untuk diketahui, Bupati Sorong sedang digugat dua perusahaan yakni PT Papua Lestari Abadi dan PT Kebun Inti Lestari di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura yang didaftarkan pada 2 Agustus 2021.
Hal itu usai Johny Kamuru mencabut izin empat perusahaan pemegang IUP April lalu, termasuk dua penggugat. Mereka adalah PT Sorong Agro Sawitindo (40.000 hektare); PT. Inti Kebun Lestari (34.400 hektare); PT Papua Lestari Abadi (15.631 hektare); dan PT Papua Cipta Plantation (15.671 hektare). Konsesi tersebut kemudian dikembalikan untuk dikelola oleh masyarakat adat Moi.
Keempat perusahaan tersebut berlokasi di Distrik Salawati, Segun, Klawak dan Klamono, Kabupaten Sorong. Izin mereka dicabut setelah pemerintah provinsi dan kabupaten di Tanah Papua melakukan review dan evaluasi perizinan yang diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 tentang moratorium sawit.
"Kami menghargai dan mendukung keputusan pemerintah tersebut dalam kerangka pengakuan, perlindungan dan penghormatan hak-hak masyarakat adat Papua yang terdampak langsung dan tidak langsung," kata Ketua Aliansi Masyarakat Adat Sorong Raya (AMAN SR) Feki Mobalen.
"Koalisi Masyarakat Adat Papua dan Organisasi Masyarakat Sipil menyatakan dengan tegas bahwa kami bersama Bupati Sorong, untuk membela dan menghadapi gugatan dari perusahaan dan pihak-pihak manapun, yang mengancam dan merugikan hak-hak masyarakat adat Papua dan kelestarian lingkungan alam," ujar Feki.
Menurut Sam, kebijakan bupati Sorong sudah tepat mengembalikan lahan konsesi itu kepada masyarakat adat. Selama ini pemberian izin kepada perusahaan tidak melibatkan masyarakat adat dan justru menciptakan konflik internal di tengah komunitas tersebut.
“Telah banyak penelitian bahwa investasi sawit di Tanah Papua itu justru menghancurkan lingkungan hidup dan tatanan masyarakat adat, apalagi dalam setiap keputusan, masyarakat adat tidak pernah dilibatkan,” pungkas Sam.
Pihaknya menuntut agar Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura menolak gugatan perusahaan.
“Pengadilan tidak boleh memberikan ruang bagi perusahaan sawit itu untuk melanjutkan investasi dan kegiatannya dengan dalil apapun,” kata Sam.
"Kami juga meminta pemerintah Kabupaten Sorong secara tegas tak lagi mengeluarkan izin baru kepada perusahaan; melakukan pemeriksaan seluruh aktivitas bisnis perusahaan penggugat dan termasuk anak perusahaan lainnya; serta memberikan sanksi mencabut izin atas kelalaian maupun pelanggaran usaha perusahaan tersebut," pungkas Feki.