LIPUTAN KHUSUS:
Pertaruhan Hak Konstitusi Warga dalam Gugatan UU Minerba
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
JR UU Minerba ini dianggap akan mempertaruhkan nasib keadilan hak konstitusi warga dalam memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Hukum
Selasa, 24 Agustus 2021
Editor :
BETAHITA.ID - Sidang permohonan judicial review (JR) Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) di Mahkamah Konstitusi (MK) memasuki sidang kedua, dengan agenda penyampaian perbaikan permohonan. JR UU Minerba ini dinilai akan mempertaruhkan nasib keadilan hak konstitusi warga dalam memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Sidang kedua JR UU Minerba tersebut dipimpin oleh Majelis Hakim MK, Enny Nurbaningsih, Arief Hidayat dan Suhartoyo dan digelar secara online pada Senin (23/8/2021). Dalam sidang tersebut Juru Bicara Penasehat Hukum Pemohon Muhammad Isnur menyampaikan perbaikan permohonan JR UU Minerba, sebagaimana yang dianjurkan oleh Hakim MK di sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar sebelumnya.
Dalam perbaikan permohonan JR, Tim Kuasa Hukum Pemohon juga memasukkan UU Cipta Kerja. Penambahan ini dalam konteks pasal 162 UU Minerba yang telah diubah dalam pasal 39 UU Cipta Kerja.
Lasma Natalia, dari Tim Kuasa Hukum Pemohon, berharap kepada hakim agar permohonan JR UU Minerba harus masuk dalam pemeriksaan selanjutnya untuk mendengarkan keterangan pemerintah dan DPR, sebagai pihak yang membentuk UU sampai dengan pengesahan, dan juga mendengar keterangan pihak terkait.
"Juga yang sangat penting adalah mendengar keterangan saksi dan ahli. Hal ini harus dipenuhi Hakim MK dalam proses sidang permohonan Uji Materi UU Minerba karena ini menyangkut nasib rakyat Indonesia, bukan saja warga di sekitar lokasi tambang tapi juga di sektor hilir industri ini," kata Lasma Natalia, dalam rilis media yang disampaikan tim kuasa hukum pemohon, Senin (23/8/2021.
Dalam penutupan sidang, lanjut Lasma, Hakim menyebut, perihal permohonan uji materi ini akan ditentukan berdasarkan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) MK, yang kemudian informasi kelanjutan
sidangnya akan diumumkan oleh panitera. Sementara dalam praktik lainnya, sidang kelengkapan permohonan menjadi momen kritis apakah Hakim akan melanjutkan sidang atau justru menghentikannya melalui pembacaan putusan tanpa melakukan sidang selanjutnya pascaperbaikan permohonan.
"Majelis Hakim ini akan menentukan bagaimana nasib hak-hak warga bisa dihadirkan dengan meninjau ulang UU Minerba ini. Pada waktu bersamaan, warga yang kini juga terhimpit pandemi berharap keadilan bisa diwujudkan di batu uji terakhir. Putusan hakim usai sidang kedua ini akan menjawab bagaimana hukum bisa membawa rakyatnya menuju keadilan dan kesejahteraan, bukan kesengsaraan dan hilangnya hak-hak konstitusi."
Seperti diketahui, pada saat Presiden Joko Widodo berulang tahun pada 21 Juni 2021, dua warga terdampak tambang dari Banyuwangi, Jawa Timur dan Bangka Belitung mengajukan JR UU Minerba. Dua pemohon lainnya adalah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Eksekutif Nasional serta Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur.
Muhammad Isnur menambahkan, sidang permohonan JR Minerba ini akan sangat menentukan nasib bangsa karena terkait dengan penguasaan sumber daya alam dan pembangunan yang berkelanjutan sebagaimana dijamin dalam pasal 33 ayat 3 dan 4 UUD 1945. Dengan kehadiran UU Minerba ini, kedaulatan negara mengelola sumber daya alamnya dirampas dan diserahkan kepada entitas bisnis bidang pertambangan batu bara dan mineral.
Negara melalui UU Minerba memberikan karpet merah kepada pelaku usaha bahwa pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) perusahaan diberikan jaminan perpanjangan menjadi Izin Usaha IUPK. Ini sangat berbahaya bagi keselamatan rakyat dan lingkungan.
Keberadaan UU Minerba, lanjut Isnur, tidak pro-pembangunan yang berwawasan lingkungan atau pembangunan berkelanjutan, karena keberadaan UU ini memberikan kekuasaan yang besar kepada sektor swasta untuk mengelola bahkan mengeksploitasi sumber daya alam di negara ini, sehingga mengancam keselamatan lingkungan dan rakyat.
"Faktanya watak khusus dari kegiatan industri pertambangan merupakan rangkaian kegiatan yang sistematis, kompleks, dan beresiko terhadap lingkungan seperti mengubah bentang alam, mencemari, dan merusak lingkungan hidup," kata Isnur.
Anggota Tim Kuasa Hukum Pemohon lainnya, Judianto Simanjuntak mengatakan, majelis hakim MK diharapkan untuk melihat permohonan JR UU Minerba ini dalam konteks kedaulatan Indonesia, untuk menyelamatkan pengelolaan sumber daya alam kepada negara yang bertujuan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat mandat pasal 33 UUD 1945.
Judianto berujar bahwa permohonan uji materi ini merupakan langkah terakhir dari rakyat, karena sebelumnya suara dan aspirasi dari rakyat menolak UU minerba ini tidak didengar Pemerintah dan DPR.
"Kini, nasib UU minerba ini ada di Majelis Hakim MK. Seharusnya Majelis Hakim MK membuka hati nuraninya bahwa ada suara yang disampaikan rakyat untuk mendapatkan keadilan dan kebenaran," kata Anto.