LIPUTAN KHUSUS:

Krisis Iklim Ciptakan Musim Dingin yang Lebih Dingin


Penulis : Tim Betahita

Krisis iklim yang terus menerus secara luas telah lama membuat para ilmuwan khawatir akan dampaknya bagi seluruh planet ini.

Perubahan Iklim

Jumat, 03 September 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Krisis iklim tidak hanya meninggalkan gelombang panas yang mematikan dan badai yang lebih merusak belakangan ini, tetapi juga dapat menciptakan cuaca musim dingin yang ekstrem.

Menurut hasil penelitian oleh jurnal sains American Association for the Advancement of Science , Kams (2/9), akan ada peningkatan cuaca ekstrem pada saat musim dingin di beberapa bagian di Amerika Serikat. Hal ini dipicu oleh kenaikkan suhu yang terjadi di Kutub Utara.

Para ilmuwan mengatakan, pemanasan yang terjadi di Kutub Utara dapat menggangu pola angin melingkar yang dikenal sebagai pusaran kutub. Ini menyebabkan cuaca musim dingin yang lebih dingin akan mengalir ke AS, terutama gelombang dingin di Texas pada bulan Februari.

Selama lebih dari empat dekade, rekaman satelit memperlihatkan bagaimana kenaikkan suhu secara global memberikan dampak yang sangat besar kepada Kutub Utara.

Greenland (Flickr.com)

Pemanasan di Kutub Utara merupakan dampak dari krisis iklim yang sangat nyata dan telah menyebabkan penyusutan es laut musim panas yang cepat.

Krisis iklim yang terus menerus secara luas telah lama membuat para ilmuwan khawatir akan dampaknya bagi seluruh planet ini.

Studi terbaru ini menunjukan adanya pemanasan di Kutub Utara memiliki dampak signifikan terhadap cuaca dingin di Amerikan Utara dan Asia TImur.

Para peneliti merinci rantai meteorologi kompleks yang menghubungkan wilayah yang lebih hangat ini dengan pola rotasi udara dingin yang dikenal sebagai pusaran kutub.

Terlihat bahwa mencairnya es di Laut Barents dan Kara menyebabkan peningkatan hujan saju di Siberia dan mengirimkan energi berlebih yang berdampak pada angin yang berputar-putar di stratosfer di atas Kutub Utara.

Panas pada akhirnya menyebabkan perengangan pusaran yang kemudian memungkinkan cuaca yang sangat dingin mengalir ke AS.

Telah terjadi peningkatan dalam peristiwa peregangan ini sejak pengamatan satelit dimulai pada 1979.

Para ilmuwan percaya proses perenganan pusaran ini menyebebakan gelombang dinin Texas yang mematikan pada Februari tahun ini.

"Kami berpendapat bahwa mencairnya es laut di Eurasia Barat Laut, ditambah dengan meningkatnya hujan salju di Siberia mengarah pada penguatan perbedaan suhu dari barat ke timur di seluruh benua Eurasia," jelas penulis utama Dr Judah Cohen, yang merupakan profesor di Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan direktur Penelitian Atmosfer dan Lingkungan, sebuah perusahaan manajemen risiko cuaca.

"Kita tahu ketika perbedaan suhu itu meningkat, itu mengarah pada lebih banyak gangguan pusaran kutub. Dan ketika itu melemah, itu mengarah ke cuaca musim dingin yang lebih ekstrem seperti gelombang dingin Texas Februari lalu."

Para peneliti mengatakan, penemuan mereka berdasarkan pada pengamatan dan permodelan yang dapat menujukkan hubungan fisik antara iklim di Kutub Utara, perengangan pusaran kutub dan dampaknua pada tanah.

Mereka yakin, penelitian yang mereka lakukan dapat meningkatkan prediksi tentang peristiwa musim dingin yang esktrem di masa mendatang.

"Salah satu manfaat dari penelitian ini adalah jika Anda mengenali prekursor ini dan Anda mengetahui kondisi yang menguntungkan untuk memicu peristiwa tersebut, maka Anda dapat memperpanjang waktu perkiraan Anda," jelas Dr Cohen.

"Di Texas, orang pasti bisa bersiap lebih baik dengan peringatan yang lebih baik, beberapa orang mati kedinginan di rumah mereka dan mungkin mereka bisa pergi mencari perlindungan."

Melihat gambar yang lebih besar, tim peneliti yakin adanya temuan mereka akan membantu orang-orang untuk memahami pemanasan global yang komplek dan mungkin menghilangkan gagasan bahwa musim dingin yang lebih dingin bukan berarti krisis iklim tidak terjadi.

"Telah ada kontradiksi nyata yang sudah berlangsung lama antara suhu yang lebih hangat secara global, namun, peningkatan nyata dalam suhu dingin yang ekstrem di Amerika Serikat dan di Eurasia utara. Dan penelitian ini membantu menyelesaikan kontradiksi ini," kata rekan penulis, Prof Chaim Garfinkel. dari Universitas Ibrani Yerusalem.

"Di masa lalu, cuaca dingin yang ekstrem di AS dan Rusia ini telah digunakan untuk membenarkan tidak mengurangi karbon, tetapi tidak ada lagi alasan untuk tidak segera mulai mengurangi emisi."

Penulis: Syifa Dwi Mutia, reporter magang di betahita.id