LIPUTAN KHUSUS:

Indonesia dan Enam Negara Lain Janji Kurangi Gas Metana


Penulis : Syifa Dwi Mutia

Indonesia bersama enam negara lain bergabung bersama Amerika Serikat dan Eropa berkomitmen kurangi emisi metana lebih dari 30 persen pada satu dekade mendatang.

Tambang

Senin, 27 September 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Indonesia bersama enam negara lainnya bergabung bersama Amerika Serikat dan Eropa dalam berkomitmen mengurangi emisi metana lebih dari 30 persen pada satu dekade mendatang.

Amerika Serikat dan Eropa membuat perjanjian bersama untuk memangkas emisi metana pada tahun 2030 dan mendorong negara lain untuk melakukan hal yang sama pada Forum Ekonomi Utama medio September lalu.

Metana merupakan emisi yang sebagian besar berasal dari tambang batu bara yang terbengkalai, produksi minyak dan gas, serta pertanian. Gas metana yang ada di atmosfer dapat bertahan sekitar sembilan tahun dan dapat menghangat suhu 84 kali lebih besar dari CO2 yang 20 tahun.

Presiden Amerika Serikat, Joe Biden meminta pemimpin negara untuk mengatasi masalah ini. “Ini tidak hanya dapat mengurangi laju pemanasan global dengan cepat, tetapi juga akan menghasilkan manfaat lain yang sangat berharga, seperti meningkatkan kesehatan masyarakat dan hasil pertanian,” katanya kepada para perdana menteri yang berkumpul.

Gambar dasar laut di situs penyelaman Cinder Cones, McMurdo Sound, di Antartika. Bagian berwarna putih mengindikasikan adanya mikroba yang mengonsumsi gas metana yang bocor ke permukaan laut dan naik ke atmosfer. Foto: Andrew Thurber/Oregon State University

“Kami mendesak Anda untuk bergabung dengan kami mengumumkan janji ini di COP26,” tambahnya, merujuk pada diskusi besar iklim PBB di Glasgow, Inggris pada November.

Indonesia bersama Inggris, Itali, Mexico, Argentina, Ghana, dan Iraq menandatangani perjanjian tersebut. Berdasarkan pernyataan Gedung Putih, enam di antaranya termasuk dalam daftar 15 negara penghasil emisi metana tertinggi dan menyumbang seperlima dari emisi metana secara global.

Terlepas dari dampaknya terhadap pemanasan global, penanganan emisi lebih kecil mendapatkan perhatian politik dibandingkan emisi karbon dioksida. Oleh karena itu, dibuatlah strategi penanganan emisi metana.

“Para pemimpin dunia menyadari faktanya hadirnya metana menang cepat dalam perubahan iklim,” ungka direktur eksekutif EDF Eropa, Jill Duggan kepada Climate Home News. “Dengan permintaan publik untuk aksi iklim yang lebih tinggi dari sebelumnya, janji ini menghadirkan target yang nyata dan jelas akan dirasakan oleh negara-negara dapat dicapai.”

Menurut laporan terbaru oleh Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), diperlukan “pengurangan yang kuat, cepat, dan berkelanjutan” dalam emisi metana, selain pengurangan CO2 untuk menjaga 1,5C.

Tingkat metana di udara sekarang lebih tinggi daripada titik mana pun dalam 800.000 tahun terakhir dan mendekati emisi tinggi yang digaris bawahi dalam penilaian IPCC sebelumnya pada tahun 2013.

Perjanjian metana sejalan dengan rekomendasi IPCC bahwa diperlukan pengurangan metana dan karbon hitam sebesar 35 persen atau lebih pada tahun 2050, dibandingkan dengan tingkat 2010, untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5C.

Penelitian Environmental Research Letters di awal tahun ini menemukan upaya ‘habis-habisan’ untuk memangkas emisi metana agar dapat memperlambat laju kenaikan suhu hingga 30 persen dan menghindari pemanasan 0,5C pada akhir abad ini.

Menurut Badan Energi Internasional, dengan menggunakan teknologi yang ada, industri minyak dan gas dapat berkurang mencapai 75 persen emisi metana pada tahun 2030.

Ahli energi, Poppy Kalesi mengatakan bahwa dari pengamatan oil dan gas, tidak terlihat insentif keuangan untuk membatasi emisi metana dari jaringan pipa mereka, tanpa peraturan yang lebih ketat. “Pasar konsumen yang besar dirancang untuk memberi penghargaan kepada produsen yang menghasilkan volume besar dengan harga rendah, bukan pengurangan emisi,” katanya kepada Climate Home.

Kalesi memperingatkan bahwa tanpa pemantauan dan pelaporan yang andal, akan sulit untuk melacak kemajuan menuju tujuan 2030.

Para juru kampanye yang dipersenjatai dengan pengamatan satelit dan kamera inframerah, telah menunjukkan bahwa skala ‘emisi buronan’ metana dari instalasi minyak dan gas secara luas kurang dilaporkan. Sementara Eropa, misalnya, memperkenalkan standar yang lebih ketat untuk pemantauan dan pelaporan emisi di bawah strategi metananya. Akan membutuhkan waktu untuk menghasilkan data yang lebih baik.

“Kami tidak memiliki akses ke data yang akurat dan saya tidak berharap dunia memiliki akses ke ini sebelum 2026-2030,” kata Kalesi. “Saat ini tidak ada konsensus dalam hal dasar dan metode pengukuran.”

Pada sektor bahan bakar fosil juga tidak memiliki data yang jelas, namun memiliki solusi yang jelas. Sementara pada sektor pertanian—yang lebih bertanggung jawab atas emisi metana daripada industri batu bara, minyak dan gas— memiliki sedikit pemajuan.

“Di bidang pertanian, ada teknologi dan praktik yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan pengurangan emisi, tetapi tidak sesuai dengan apa yang dapat dengan mudah dipotong dari minyak dan gas serta batu bara,” kata Jonathan Banks dari Clean Air Task Force. .

Departemen pertanian Biden bekerja dengan petani untuk meningkatkan praktik secara sukarela, menurut siaran pers Gedung Putih.

Solusi yang lebih peka secara budaya adalah orang-orang mengurangi makan daging, terutama dari hewan ruminansia seperti sapi, kambing, dan domba yang menyemburkan metana.

Humane Society of the US berpendapat bahwa teknologi “tidak banyak membantu mengatasi masalah yang melekat pada industri peternakan hewan”. “Strategi yang lebih baik —untuk lingkungan, mitigasi perubahan iklim, kesehatan manusia, dan kesejahteraan hewan— adalah mengurangi konsumsi produk hewani kita secara keseluruhan dan membuat lebih banyak pilihan makanan yang ramah iklim,” katanya.

Penulis: reporter magang di betahita.id