LIPUTAN KHUSUS:

Bentang Alam Seblat dalam Ancaman Tambang Batu Bara


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Tambang batu bara mengancam ekosistem Bentang Alam Seblat, yang merupakan rumah bagi satwa-satwa liar dilindungi, seperti gajah sumatera dan harimau sumatera.

Tambang

Jumat, 22 Oktober 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Koalisi Selamatkan Bentang Alam Seblat suarakan penolakan terhadap pertambangan batu bara PT Inmas Abadi. Lantaran aktivitas pertambangan itu akan mengancam ekosistem Bentang Alam Seblat, yang merupakan rumah bagi satwa-satwa liar dilindungi, seperti gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) dan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae).

Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) yang diberikan pemerintah kepada PT Inmas Abadi disebut sudah bermasalah sejak diterbitkan pada 2017 lalu. IUP OP di lahan seluas 4.051 hektare itu, berdasarkan kajian, seluas 735 hektare di antaranya tumpang tindih dengan kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat. Lalu, 1.915 hektare tumpang tindih dengan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis Register 69 dan seluas 540 hektare tumpang tindih dengan Hutan Produksi Konversi (HPK).

Koalisi Selamatkan Bentang Alam Seblat, gabungan dari aktivis mahasiswa, lingkungan dan pegiat konservasi dan pariwisata di Provinsi Bengkulu sejak 2018 lalu telah mendesak pemerintah untuk mencabut IUP Operasi Produksi PT Inmas bernomor I.315.DESDM Tahun 2017. Namun tiba-tiba pada 14 Oktober 2021 kemarin sebuah surat kabar lokal Bengkulu mengumumkan rencana penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) PT Inmas Abadi. Dalam pengumuman itu masyarakat diberikan waktu 10 hari untuk menyampaikan masukan, respon dan sanggahan.

"Sejak awal kami yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Bentang Alam Seblat sudah melakukan protes keras atas terbitnya izin produksi PT Inmas Abadi di Bentang Seblat," kata Koordinator Koalisi Selamatkan Bentang Alam Seblat, Sofian Ramadhan, dalam konferensi pers yang digelar Kamis (21/10/2021).

Foto udara areal tambang batu bara PT Kaltim Global yang berada di seberang areal pertambangan PT Inmas Abadi di Bengkulu. Aktivitas tambang batu bara PT Inmas dikhawatirkan merusak ekosistem Bantang Alam Seblat./Foto: Auriga Nusantara

Pada 2018 lalu, Koalisi Selamatkan Bentang Alam Seblat telah membuat petisi penolakan tambang batu bara PT Inmas Abadi di Seblat yang telah ditandatangani hampir 6.000 orang dan petisi dalam berbahasa Inggris yang sudah ditandangani lebih 300 ribu orang.

Kawasan Bentang Alam Seblat merupakan salah satu Bentang Bukit Barisan yang menjadi ikon konservasi di Provinsi Bengkulu. Kawasan ini adalah hulu dari sungai-sungai besar di Bengkulu seperti Sungai Seblat, Sungai Ketahun dan Majunto. Wilayah yang membentang dari Taman Wisata Alam (TWA) Seblat hingga Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) ini juga adalah potret sempurna keanekaragaman hayati hutan Sumatera termasuk harimau dan gajah sumatera yang saat ini berstatus kritis (Critically Endangered). Di wilayah Bengkulu, bentang Seblat adalah rumah terakhir bagi gajah sumatera tersisa.

Sofian mengatakan aktivitas tambang akan merusak Bentang Alam Seblat yang saat ini jadi rumah bagi satwa liar seperti gajah Sumatera, harimau Sumatera, beruang madu, tapir, burung rangkong dan jenis fauna lainnya, termasuk habitat asli bunga terbesar di dunia, bunga Rafflesia sp yang merupakan ikon Provinsi Bengkulu. Adanya tambang batu bara oleh PT Inmas Abadi di kawasan ini dikhawatirkan akan merusak hutan, yang berakibat pada musnahnya semua keanekaragaman hayati yang ada didalamnya.

"Rencana kerja aktivitas tambang ada di tengah Sungai Seblat maka dapat dipastikan sumber air bersih bagi warga di Putri Hijau dan Marga Sakti Seblat akan hilang," kata Sofian.

Pertambangan batu bara juga akan berdampak buruk pada sektor industri pariwisata. Jika Bentang Alam Seblat rusak, maka otomatis menghambat pengembangan pariwisata berbasis masyarakat, ekowisata dan kelestarian alam. Krishna Gamawan pelaku industri wisata yang juga tergabung dalam Koalisi Selamatkan Bentang Alam Seblat mengatakan bahwa Alesha Wisata bersama dengan rekan-rekan lintas asosiasi pariwisata di Provinsi Bengkulu telah berkomitmen dan menandatangani nota kesepakatan (MoU) dengan desa di sekitar Bentang Seblat Bengkulu Utara.

Menurutnya, komitmen ini dilakukan untuk membantu dan mendukung masyarakat desa menjadi desa mandiri dengan pengembangan pariwisata berkelanjutan berbasis masyarakat desa yaitu dengan pemanfaatan gerakan pariwisata berkelanjutan dan pelestarian biodiversitas di Bentang Seblat.

"Kami meminta Menteri Siti Nurbaya untuk tidak memberikan rekomendasi Amdal PT Inmas Abadi karena kerusakan yang ditimbulkan terlalu besar dan tidak bisa dikembalikan," ujar Krishna.

Hal ini kemudian mendorong koalisi untuk menggalang dukungan dari masyarakat luas, dengan tujuan agar bersama-sama mendesak Menteri LHK untuk tidak membahas dokumen Amdal PT Inmas Abadi. Krishna menyebut, sejauh ini sudah ada 50 lembaga yang ikut meminta Menteri LHK untuk tidak merekomendasikan Amdal PT Inmas Abadi dan akan terus bertambah.

Di kesempatan sama, Koordinator Elephant Care Comunity (ECC) Seblat Desa Suka Baru, Anang Widiatmoko mengatakan, sebagian besar warga desa di wilayah itu bermata pencaharian sebagai petani dan pekebun. Area pertanian dan perkebunan warga, sebagian besar berada di hilir Sungai Seblat, yang memiliki ketergantungan sumber air dari sungai tersebut.

"Banjir bandang yang diakibatkan oleh meluapnya Sungai Seblat pada tahun 2016 lalu, telah mengakibatkan kerugian material yang tidak sedikit dirasakan oleh warga Suka Baru, terutama akibat dari gagal panen yang disebabkan banjir bandang tersebut," kata Anang.

Peristiwa ini, lanjut Anang, tentu saja menjadi alarm bagi seluruh pihak bahwa akibat kerusakan ekologis akan berbalik dalam wujud bencana. Apalagi Sungai Seblat juga merupakan urat nadi bagi kehidupan sosial bagi masyarakat yang bermukim di sepanjang aliran sungai.

Sementara, Olan Sahayu Manager Kampanye Energi Kanopi Hijau Indonesia mengatakan, bercermin dari wilayah bekas areal penambangan di wilayah lain di Bengkulu, yang tersisa hanyalah kerusakan dan membuat wilayah tersebut semakin rentan bencana, terutama banjir seperti yang saat ini terjadi di wilayah Bengkulu Tengah.

Bahkan dalam pengumuman yang disampaikan dalam media massa disebutkan bahwa selama pra-konstruksi, konstruksi dan produksi akan berdampak negatif seperti penurunan kualitas air, erosi, terganggunya habitat sastwa. Menurut Olan, belum ada praktik pertambangan yang mampu mengantisipasi dampak buruk seperti yang mereka sebutkan sendiri di dalam pengumuman itu, bahkan yang akan terjadi adalah pencemaran terhadap Sungai Seblat dan meningkatnya risiko bencana banjir.

"Ingat pada tahun 2016, Sungai Seblat dilanda banjir bandang yang membuat rumah terendam, puluhan ternak hanyut, bahkan jalan nasional terputus total," kata Olan.

Olan bilang, bila PT Inmas Abadi diizinkan beroperasi di Bentang Seblat, maka potensi banjir yang lebih parah akan menghantui wilayah penambangan di lima desa di kawasan Bentang Alam Seblat yakni Desa Sukabaru, Sukamerindu, Sukamaju, Air Putih dan Sukamakmur.