LIPUTAN KHUSUS:

COP26: China-AS Sepakat Kerja Bareng Atasi Krisis Iklim


Penulis : Tim Betahita

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyambut baik kesepakatan antara China dan Amerika Serikat.

Perubahan Iklim

Kamis, 11 November 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  China dan Amerika Serikat sepakat untuk bekerja sama mengatasi perubahan iklim, termasuk memangkas emisi metana, menghentikan konsumsi batu bara, dan melindungi hutan. Keduanya diketahui merupakan penghasil emisi karbon dioksida terbesar di dunia.

Sebagaimana dilansir dari CNN, kesepakatan ini diumumkan oleh utusan iklim AS John Kerry dan mitranya dari China Xie Zhenhua pada konferensi iklim PBB di Glasgow, Skotlandia.

"Bersama-sama kami menetapkan dukungan kami untuk COP26 yang sukses, termasuk elemen-elemen tertentu yang akan mempromosikan ambisi," kata Kerry dalam konferensi pers tentang kesepakatan antara Washington dan Beijing.

"Setiap langkah penting saat ini dan kami memiliki perjalanan panjang di depan kami."

Logo COP26 yang akan diselenggarakan di Glasgow, Skotlandia, selama 31 Oktober - 12 November mendatang. Foto: ukcop26.org

Berbicara melalui seorang penerjemah, Xie Zhenhua mengatakan bahwa kesepakatan itu akan membuat China memperkuat target pengurangan emisi.

"Kedua belah pihak akan bekerja sama dan dengan pihak lain untuk memastikan COP26 yang sukses dan memfasilitasi hasil yang ambisius dan seimbang," kata Xie.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyambut baik kesepakatan antara China dan Amerika Serikat.

"Menangani krisis iklim membutuhkan kolaborasi dan solidaritas internasional, dan ini merupakan langkah penting ke arah yang benar," tulis Guterres di Twitter.

Kepala kebijakan iklim Uni Eropa Frans Timmermans mengatakan kepada Reuters bahwa perjanjian AS-China memberi ruang untuk harapan.

"Sungguh menggembirakan melihat bahwa negara-negara yang berselisih di banyak bidang telah menemukan titik temu tentang tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia saat ini," katanya.

"Ini juga menunjukkan bahwa AS dan China tahu masalah ini melampaui masalah lain. Dan itu tentu membantu kami di sini di COP untuk mencapai kesepakatan."

Bumi ada di Jalur Bencana Kenaikan Suhu

Saat ini suhu bumi berada pada tingkat pemanasan global yang berbahaya dan jauh melebihi ambang batas perjanjian iklim Paris. Kenaikan besar pun tetap diprediksi terjadi meskipun negara-negara telah berjanji untuk mengurangi karbon pada Konferensi Tingkat Tinggi tentang Perubahan Iklim (COP26) di Glasgow.

Kenaikan suhu akan mencapai 2.4C pada akhir abad ini, dengan menghitung target jangka pendek yang telah ditetapkan negara-negara di dunia, menurut sebuah studi terbaru yang diterbitkan di Glasgow, Selasa, 9 November 2021.

Angka tersebut jauh melebihi batas atas 2C, yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris pada 2015. Untuk menghindari bencana iklim, para ilmuwan mengatakan dunia harus tetap berada jauh di bawah batas atas atau setidaknya berada pada 1.5C yang jauh lebih aman. Jika tidak, cuaca ekstrem akan meluas – kenaikan permukaan laut, kekeringan, banjir, gelombang panas, dan badai yang lebih ganas – akan menyebabkan kehancuran di seluruh dunia.

Hasil studi tersebut kontras dengan perkiraan optimistis yang diterbitkan minggu lalu, yang menyebut bahwa pemanasan dapat dipertahankan hingga 1.9C atau 1.8C berkat komitmen yang diumumkan negara-negara selama COP26.

Perkiraan tersebut didasarkan pada tujuan jangka panjang yang ditetapkan oleh negara-negara termasuk India, penghasil emisi terbesar ketiga dunia, yang menargetkan emisi nol bersih pada 2070.

Sebaliknya, asesmen mengenai kenaikan suhu 2.4C dari Climate Action Tracker (CAT), sebuah koalisi penelitian iklim paling kredibel di dunia, terbit 9 November 2021, didasarkan pada target jangka pendek selama satu dekade mendatang.

Kepala Eksekutif Climate Analytics Bill Hare, salah satu organisasi anggota CAT, mengaku khawatir sebab beberapa negara mencoba menggambarkan bahwa hasil pembicaraan COP26 telah mencapai target 1.5C.

“Tapi sebenarnya sangat jauh dari itu. Dan mereka meremehkan kebutuhan untuk membuat target jangka pendek untuk 2030 yang seharusnya sesuai dengan kenaikan suhu 1.5C,” kata Hare, dikutip The Guardian, Selasa (9/11).

CAT mengungkap, emisi akan naik dua kali lipat pada 2030 seiring dengan upaya dunia mempertahankan kenaikan pada 1.5C, seperti yang dijanjikan dalam Perjanjian Paris. Ilmuwan juga telah memperingatkan jika melebihi 1.5C, beberapa dampak kerusakan pada iklim bumi tidak akan dapat diubah atau diperbaiki.

Para analis juga menemukan adanya jurang pemisah antara pernyataan negara-negara dan rencana nyata mereka terkait emisi gas rumah kaca. Berdasarkan analisis CAT, suhu bumi justru naik menjadi 2.7C berdasarkan kebijakan dan aksi yang ada saat ini.

Salah satu penulis laporan Niklas Höhne mengatakan temuan terbaru tersebut seharusnya mengetuk pintu kesadaran pemimpin dunia. “Target jangka pendek negara-negara saat ini memang bagus, namun implementasi target jangka pendeknya tidak memadai,” katanya.