LIPUTAN KHUSUS:

30 Badak Putih Terbang dari Afrika Selatan ke Rwanda


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Dalam upaya untuk mengamankan masa depan spesies yang hampir terancam punah, 30 badak putih diterbangkan untuk pulang ke Taman Nasional Akagera

Biodiversitas

Rabu, 01 Desember 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Terjebak mabuk dalam penerbangan bukanlah pilihan yang diinginkan 30 ekor badak putih yang diterbangkan dalam waktu semalaman dari Afrika Selatan ke Rwanda. Para anggota kru bekerja untuk menjaga agar badak-badak putih yang terbang untuk pertama kalinya itu tetap tenang dan bebas masalah. Hal terakhir yang diinginkan siapa pun adalah badak-badak seberat 1,5 ton itu mengamuk di atas Boeing 747.

Jes Gruner, dari organisasi konservasi di Afrika, yang mengawasi translokasi badak dengan jumlah terbesar dalam sejarah itu mengatakan, semua badak dibius dengan dosis kecil, agar mereka tetap tenang dan tidak agresif atau mencoba keluar dari kandang. Badak tidak dibius di pesawat, dalam arti mereka benar-benar berbaring, karena itu buruk untuk tulang dada badak.

"Tetapi mereka sebagian dibius, sehingga mereka masih bisa berdiri dan menjaga fungsi tubuh mereka tetap normal, tetapi cukup untuk membuat mereka tetap tenang dan stabil," kata Gruner, dilansir dari The Guardian.

Ke-30 badak putih tiba di rumah baru mereka di Taman Nasional Akagera di Rwanda timur, 28 November 2021. Diharapkan Akagera akan menjadi benteng perkembangbiakan baru untuk mendukung kelangsungan hidup spesies dalam jangka panjang. Hingga sekitar 18.000 hewan di seluruh Afrika, badak putih diklasifikasikan oleh IUCN sebagai hampir terancam, dengan jumlah yang menurun sebagian besar karena perburuan, didorong oleh permintaan cula mereka.

Seekor badak putih yang dibius dibawa ke sebuah peti di Cagar Alam Privat Phinda di Afrika Selatan sebagai persiapan untuk dipindahkan ke Taman Nasional Akagera di Rwanda./Foto: Howard Cleland/Taman Afrika

Menurut Gruner, sangat penting untuk menyebarkan badak putih ke seluruh benua Afrika, di mana mereka memiliki habitat yang aman, dan tidak hanya di tempat mereka dulu. Jika beberapa negara tidak dapat menangani perdagangan satwa liar ilegal, badak putih dan badak pada umumnya mungkin akan terdesak ke ambang kepunahan. Pihaknya harus melakukan segala yang bisa dilakukan untuk mengatasi keselamatan badak-badak putih itu.

Tidak seperti badak hitam yang terancam punah, yang sebelumnya berkeliaran di Rwanda, badak putih adalah pendatang baru di negara ini. Gruner bilang, untuk saat ini translokasi badak putih ke Akagera dimulai dengan 30 ekor. Namun jumlah itu akan meningkat nantinya. Karena Akagera bisa menjadi rumah bagi 500 atau 1.000 badak putih dengan mudah di masa depan.

"Itu bisa menjadi kumpulan genetik yang bagus. Kami menyebutnya sebagai 'bank hewan', di mana Anda dapat memelihara satwa liar untuk pergerakan hewan di masa depan di wilayah tersebut, setelah kami memiliki populasi yang baik, berkembang biak, dan berfungsi di Akagera."

Badak-badak putih yang terdiri dari 19 betina dan 11 jantan, campuran dewasa dan subdewasa, dibawa dari Cagar Alam Privat Phinda ke Cagar Alam Munyawana Afrika Selatan, diterbangkan dari Durban ke Kigali, kemudian diangkut melalui jalan darat ke Akagera, menyelesaikan perjalanan 40 jam lebih dari 3.400 Km, sebuah upaya logistik besar-besaran yang terus berjalan meskipun ada pengumuman varian Covid baru selama akhir pekan.

"Langkah ini adalah yang pertama dari jenisnya dengan begitu banyak hewan dari liar ke liar. Itu adalah tugas besar. Kami menyewa pesawat. Ada lebih dari 60 ton hewan, peti dan pakan, operasi logistik yang memakan waktu enam bulan untuk berjalan, tetapi setidaknya tiga tahun untuk mengaturnya. Kami telah menempatkan badak di area karantina selama dua bulan. Ini juga salah satu perjalanan terpanjang yang pernah dilakukan. Langkah ini menetapkan tolok ukur untuk konservasi badak putih di masa depan.

Keamanan adalah kuncinya. Pihaknya, lanjut Gruner, jelas tidak mempromosikan tempat badak-badak putih itu dikarantina di Afrika Selatan. Badak-badak itu telah dicabut tanduknya, karena agar tidak menjadi incaran pemburu liar. Ada keamanan untuk hewan di sepanjang jalan di Afrika Selatan, dan di Rwanda, pemerintah sangat mendukung upaya yang pihaknya lakukan dengan memberikan pengawalan polisi nasional.

"Kami harus meningkatkan penegakan hukum di taman nasional, termasuk pemantauan. Tapi kami juga ingin menunjukkan kepada negara lain dan LSM bagaimana langkah ini bisa dilakukan, jika kami bisa melakukannya dengan benar, ada harapan untuk badak putih. Jadi kami tidak akan tinggal diam."

Proyek ini merupakan kolaborasi antara African Parks, Rwanda Development Board Pemerintah Rwanda dan perusahaan safari & Beyond, dengan dana dari Howard G Buffett Foundation. Akagera telah dikelola oleh Taman Afrika dan Dewan Pengembangan Rwanda sejak 2010, dengan pelepasliaran singa sebelumnya pada 2015 dan badak hitam pada 2017 dan 2019.

Gruner berpendapat, Akagera adalah tempat yang tepat. Ada banyak habitat di benua itu, tetapi belum tentu habitat itu aman. Pemerintah Rwanda telah menunjukkan keseriusan mereka dalam konservasi dan perlindungan dalam 15 hingga 20 tahun terakhir. Dibuktikan dengan diperkenalkannya kembali 18 badak hitam pada tahun 2017 dan lima lagi dari kebun binatang di Eropa. Sampai saat ini, tidak ada badak yang diburu, dan tingkat pertumbuhannya positif.

"Kami menantikan hari ketika kami memiliki beberapa anak badak putih di Rwanda, badak putih Rwanda 'generasi pertama'. Pada hari mereka mulai berlipat ganda, kami tahu ini adalah proyek yang sukses," kata Gruner.

Badak putih adalah langkah terbaru dalam rencana untuk menghidupkan kembali Taman Nasional Akagera. Manajer Taman Nasional Akagera Ladis Ndahiriwe bercerita, Akagera merupakan bagian besar dari masa mudanya, ia dengan keluarganya menghabiskan waktu berkemah di alam liar selama tahun 1970-an. Saat itu, Akagera sangat liar, dengan lebih dari 300 singa.

"Ada perubahan drastis di Akagera pada 1990-an dari tekanan pengungsi yang kembali ke rumah setelah genosida terhadap Tutsi. Itu adalah masa pergolakan dan rasa sakit yang hebat," kata Ndahiriwe.

Ndahiriwe bilang, Akagera saat ini hampir tidak dapat dikenali lagi, dengan semua jumlah spesies kunci meningkat. Sebelum Covid, taman itu 90 persen dibiayai secara mandiri melalui pariwisata. Kedatangan badak putih merupakan kebanggaan bagi Taman Nasional Akagera dan Rwanda. Pihaknya telah menciptakan tempat yang aman yang dapat melindungi spesies ini untuk masa depan.